Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tokoh Samin Bojonegoro Meninggal

Sosok dan Biodata Hardjo Kardi, Tokoh Samin Bojonegoro yang Meninggal Dunia, Punya Keahlian Langka

Sosok dan biodata Hardjo Kardi, tokoh Suku Samin Bojonegoro yang meninggal dunia, punya keahlian langka, meski tidak pernah sekolah.

|
Editor: Dwi Prastika
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO
Hardjo Kardi, sesepuh Sedulur Sikep Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur. Hardjo Kardi meninggal dunia pada Sabtu (27/5/2023). 

TRIBUNJATIM.COM, BOJONEGORO - Hardjo Kardi berusia 89 tahun saat meninggal dunia, Sabtu (27/5/2023).

Dia merupakan generasi keempat penerus Saminisme.

Hardjo Kardi tidak pernah sekolah, tetapi punya keahlian langka, bersikap inklusif atau terbuka, dan sebagai sesepuh Sedulur Sikep (Wong Samin) Dusun Jepang.

Dia tinggal di Dusun Jepang, Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur, dan mengamini ajaran Saminisme.

Harjo Kardi atau Mbah Harjo Kardi dikenal sebagai tokoh Suku Samin.

Dikutip dari Kompas.id, Hardjo Kardi lahir pada tahun 1934 di dusun dalam wilayah Desa Margomulyo itu. Sosok yang ternyata mengakui masih buta huruf Latin ini merupakan anak ketiga sekaligus putra satu-satunya dari Kamidin (Ki Surokarto Kamidin) dan Paniyah.

Kamidin berpulang pada 1986, tetapi sempat menurunkan wasiat kepada Hardjo Kardi untuk memelihara dan meneruskan Saminisme.

Saminisme merupakan ajaran yang bersumber dari gerakan kultural rakyat Blora, Jawa Tengah, menjelang abad ke-20. Gerakan ini dipimpin oleh Kyai Samin Anom (Raden Kohar) dengan cara menolak membayar pajak kepada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Kyai Samin Anom alias Ki Samin Surosentiko ditangkap pada 1907. Ia dibuang ke Digul, Papua, lalu ke Sawahlunto, Sumatera Barat, dan wafat di sana pada 1914. Perjuangannya diteruskan menantunya, yakni Suro Kidin, dibantu anak angkat, Kamidin.

Dengan demikian, Hardjo Kardi merupakan generasi keempat penerus Saminisme. Ia adalah guru, bapak, sekaligus sesepuh Wong Samin Dusun Jepang dalam berbagai hal, terutama terkait dengan falsafah kehidupan warisan Ki Samin Surosentiko itu.

Sejak kecil, ia mematuhi orangtua dan menjalankan pedoman hidup seperti yang diajarkan, antara lain jujur, sabar, trokal (berusaha), narima ing pandum (ikhlas menerima), dan sumeleh. Selain itu, mematuhi larangan srei, drengki (dengki), dahwen, kemeren (iri), dan semena-mena terhadap sesama.

Terbuka

Meski teguh menjalankan Saminisme, Hardjo Kardi bersikap inklusif, bahkan terbuka. Sikap ini jelas diwariskan ayahanda yang pada 1963 mendapatkan kepastian dari Soekarno bahwa bangsa Indonesia sudah merdeka dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Sejak saat itu, Wong Samin Dusun Jepang menganggap tidak perlu membangkang atau bersedia membayar pajak. Bahkan, mereka menerima dan terlibat dalam sejumlah program tawaran pemerintah.

Baca juga: BREAKING NEWS - Tokoh Suku Samin Bojonegoro Mbah Harjo Kardi Berpulang

Misalnya, mereka tidak menolak pendidikan formal. Pada 1970, Hardjo Kardi merintis pendirian sekolah dasar di Dusun Jepang. Alasannya sederhana, mendukung pandangan bahwa pembangunan negeri setelah kemerdekaan memerlukan orang-orang pintar. Sekolah adalah jawabannya. Selain itu, penyelenggaraan sekolah bukan oleh penjajah lagi, melainkan bangsa sendiri (pemerintah).

”Anak-anak saya semua bersekolah,” ujar Hardjo Kardi dalam bahasa Jawa saat perbincangan di sela pelaksanaan Festival Samin, Rabu (11/9/2019), di Dusun Jepang.

Anaknya yang bungsu, Bambang Sutrisno, merupakan pegawai Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Cucunya ada yang menjadi anggota Polri dan TNI. Namun, Hardjo Kardi tetap bertani, beternak, dan memenuhi amanat menjaga tradisi.

Halaman
123
Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved