Berita Viral
Nasib Gadis 14 Tahun Jadi Korban Asusila Pria Lansia, Korban Malah Dikeluarkan dari Sekolah
Seorang gadis 14 tahun mengalami nasib pilu. Sebab, gadis itu menjadi korban asusila.
TRIBUNJATIM.COM- Seorang gadis 14 tahun mengalami nasib pilu.
Sebab, gadis itu menjadi korban asusila.
Lebih tragisnya, gadis itu justru dikeluarkan dari sekolah.
Dilansir dari Tribunnews, pria berusia 69 tahun, warga Kecamatan Waway Karya, Lampung Timur ditahan gara-gara melakukan tindak asusila pada anak di bawah umur.
Aksi asusila terhadap korban yang masih berumur 14 tahun dilakukan beberapa kali sejak beberapa bulan belakangan
Kapolres Lampung Timur AKBP M Rizal Muchtar didampingi Kapolsek Waway Karya AKP Catur Hendro mengatakan, akibat perbuatan tersangka korban saat ini hamil 5 bulan.
Baca juga: Permintaan Terdakwa Pencabulan Santriwati di Jember, Beber 60 Lembar Pleidoi ke Hakim: Tak Terbukti
"Pelaku tega berbuat asusila dengan korban inisial RA (14), berasal dari satu kecamatan," kata Catur, Minggu (30/7/2023).
Korban, kini bahkan terpaksa dikeluarkan dari sekolahnya.
Pihak keluarga korban yang tidak terima dengan peristiwa tersebut, akhirnya melaporkannya ke Mapolsek Waway Karya Lampung Timur.
Petugas kepolisian kemudian melakukan proses penyelidikan.
Akhirnya berhasil menangkap tersangka serta mengamankan pakaian, dan hasil visum sebagai barang bukti.
Kisah serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu.
Kasus anak 15 tahun digilir 11 pria termasuk polisi, guru hingga kades masih terus disoroti.
Terbaru perwira polisi telah ditetapkan sebagai tersangka.
Awal pertemuan tersangka dengan anak 15 tahun tersebut terungkap.
Diketahui perwira polisi tersebut berinisial MKS.
MKS akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus rudapaksa anak di bawah umur berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutung (Parimo), Sulawesi Tengah.
Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho mengatakan, penetapan tersangka dilakukan setelah MKS menjalani pemeriksaan.
"Oknum anggota polri tersebut selesai dimintai keterangan dan malam ini juga langsung kita tetapkan sebagai tersangka," kata Irjen Agus, Sabtu (3/6/2023), dilansir dari kompas.tv.
Dilansir dari Tribun Palu, terungkap pertemuan awal antara Ipda MKS dengan RO berawal saat korban mencari sebuah ponsel yang hilang.
Keduanya lantas berkenalan dan RO kemudian meminta pertolongan Ipda MKS untuk mencarikan ponselnya.
Dari pertemuan pertama itu, kemudian berlanjut dengan pertemuan berikutnya.
Hingga akhirnya Ipda MKS menyetubuhi korban dalam keadaan mabuk.
Saat itu, korban diketahui tengah menjadi sukarelawan banjir di Parigi Moutong yang tengah mendatangi posko bencana.
Korban kemudian berkenalan dengan para pelaku.
Sesudah menyalurkan bantuan kepasa korban banjir, korban RO ternyata tidak langsung pulang ke kampungnya di Poso.
Hal itu disebabkan lantaran korban RO dijanjikan pekerjaan oleh para pelaku dengan bekerja di rumah makan.
Mulai saat itu, satu per satu dari 11 pelaku melakukan perbuatan bejat dengan memperkosa korban menggunakan berbagai modus.
Tidak hanya itu, ada 10 pria lainnya di antaranya guru dan kepala desa juga ikut memperkosa korban dalam rentang waktu sejak April 2022 hingga Januari 2023.
Sejak kasus itu bergulir, polisi sudah menangkap 10 tersangka sementara satu orang masih buron.
Mereka adalah inisial Ipda MKS, oknum guru ARH alias AF, AR, AK, oknum kades HR, FL dan NN.
Sebelumnya, menurut keterangan Kapolres Parigi Moutong AKBP Yudy Arto Wiyono, korban mengaku ada anggota polisi yang ikut memerkosanya.
"Pengakuan korban ada oknum polisi juga yang melakukan persetubuhan dengan korban," katanya saat dikonfirmasi, Senin (29/5/2023).
Adapun kasus ini terungkap saat korban mengeluhkan sakit di bagian kemaluannya.
Setelah dilakukan visum di RSUD Anantaloko Parigi, ditemukan luka robekan.
Menurut pengakuan korban pada polisi, dia mengenal para pelaku di sebuah rumah makan di Parigi, tempat korban bekerja sebagai juru masak.
Pelaku membujuk korban dengan iming-iming membelikan baju, ponsel, dan memberi uang.
Kapolres menjelaskan, 11 orang pelaku diduga melakukan tindakan pemerkosaan sejak April 2022 sampai Januari 2023.
Perbuatan tersebut dilakukan di tempat berbeda secara berulang kali.
Di sisi lain, kasus ini sempat viral.
Ini karena saat Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng) Irjen Agus Nugroho menyebut kasus anak berusia 15 tahun yang diperkosa 11 pria di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng bukan pemerkosaan.
Melainkan persetubuhan di bawah umur.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyentil Kapolda.
Fickar menekankan kasus tersebut tetap pemerkosaan.
"Ya betul (pemerkosaan). Pak kapolda 'kurang piknik'," ujar Fickar saat dimintai konfirmasi, Jumat (2/6/2023), dikutip dari Kompas.com.
Fickar menjelaskan, seorang penegak hukum seharusnya melengkapi pengetahuannya dengan ilmu penunjang lain, seperti sosiplogi dan antropologi.
Sehingga, ketika polisi memeriksa suatu kasus atau peristiwa, maka akan banyak perspektif yang didapat untuk membantu pengusutan sebuah kasus.
Fickar menilai, mengingat korban yang diperkosa merupakan anak di bawah umur, maka di situ terjadi suatu pola yang tidak seimbang.
"Pola relasi laki-laki dan wanita, terutama yang belum dewasa, itu ada kecenderungan terjadinya pola relasi yang tidak seimbang, baik secara psikologis, fisik, maupun ekonomis," tuturnya.
Lalu, Fickar menyoroti pernyataan Kapolda Sulteng yang mengatakan tidak ada unsur pemaksaan oleh para tersangka terhadap anak berusia 15 tahun itu.
Kapolda Sulteng mengatakan korban berusia 15 tahun tersebut diiming-imingi, dibujuk, dan dirayu oleh para tersangka.
Fickar menegaskan, pemaksaan tidak melulu melalui fisik, melainkan bisa juga dipaksa lewat psikis.
"Artinya potensi ini bisa terjadi jika terjadi persinggungan, karena itu pemaksaan bisa terjadi tidak dalam bentuk fisik, tapi lebih psikis. Di sinilah letak pemaksaan itu, apalagi dilakukan oleh banyak orang yang salah satunya anggota polisi," jelas Fickar.
Maka dari itu, kata dia, ketika korban wanita itu masih belum dewasa, maka yang terjadi adalah perkosaan, karena pasti ada unsur paksaannya.
Fickar mengatakan, apabila menggunakan terminologi persetubuhan, maka memang benar tidak ada pelanggaran hukum pidananya, sepanjang dilakukan oleh orang dewasa.
Namun, akan berbeda jika sang wanita belum dewasa.
Maka apapun alasannya, itu merupakan pemaksaan atau perkosaan karena terjadi pola relasi yang tidak seimbang.
"Ketidakseimbangan itu ada secara alamiah bagi wanita yang belum dewasa, yang belum bisa sepenuhnya berdaulat untuk dapat menentukan dan mengukur untung ruginya, melakukan perbuatan orang dewasa," imbuhnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
korban asusila
Lampung
AKBP M Rizal Muchtar
tindak asusila
Tribun Jatim
TribunJatim.com
berita viral terkini
Viral Orang Malas Mandi Disebut Tanda Gangguan Jiwa, Benarkah? ini Penjelasan Psikolog |
![]() |
---|
Ditipu Hozizeh, Isqomariyah Malah Dipalak Polwan Rp17,5 Juta Agar Pencabutan Laporan Segera Diproses |
![]() |
---|
Ternyata Terbukti Mutasi Kepsek Roni Tanpa Prosedur, Wali Kota Prabumulih Telanjur Bantah |
![]() |
---|
Suami Syok Istri Masuk Sumur 12 Meter usai Diajak 2 Pria Tak Dikenal, Ada Bisikan |
![]() |
---|
Viral Gerakan 'Stop Tot Tot Wuk Wuk', Ojol Curhat Ogah Beri Jalan: Bikin Kisruh Aja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.