Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sidang Korupsi Dana Hibah Jatim

Sahat Berkelit Tak Pernah Minta Fee, Percakapan WA Dibongkar, Terkuak Kode 'Potensi' dan Sosok Abah

Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif Sahat berkelit tak pernah minta fee, percakapan WA dibongkar, terkuak kode potensi dan sosok abah.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Dwi Prastika
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
Sidang lanjutan kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim dengan terdakwa, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua Simanjuntak, dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota, di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (15/8/2023). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Wakil Ketua DPRD Jawa Timur nonaktif, Sahat Tua Simanjuntak yang menjadi terdakwa kasus korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim mengaku menerima uang sekitar Rp 2,75 miliar dari dua terdakwa sebelumnya, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, secara bertahap sepanjang tahun 2022.

Hal tersebut disampaikan Sahat Tua Simanjuntak saat menjalani sidang lanjutan sebagai saksi mahkota, yang berlangsung di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (15/8/2023).

Sahat Tua Simanjuntak menjadi saksi mahkota yang didengar keterangannya atas terdakwa Rusdi. Sosok Rusdi semula diketahui sebagai office boy (OB) di Gedung DPRD Jatim. 

Ia diduga memuluskan uang pemberian dari terpidana Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi kepada terdakwa Sahat Tua Simanjuntak

Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim dan JPU, Sahat Tua Simanjuntak mengatakan, sosok Rusdi hanya menjadi perantaran pemberian uang kepada dirinya, yang berlangsung beberapa kali, sepanjang tahun 2022.

Proses pemberian uang melalui perantara Rusdi tersebut berlangsung hingga pada akhirnya terdakwa Sahat Tua Simanjuntak, terkena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 14 Desember 2022.

Jumlahnya, pertama, Rp 1 miliar. Kedua, Rp 250 juta. Ketiga, Rp 500 juta. Keempat, Rp 1 miliar yang diterima oleh Sahat hingga akhirnya terkena OTT KPK

"Saya tidak pernah menerima bantuan ini. Tapi yang berkaitan dengan Hamid saya pernah menerima. Sekaligus di persidangan ini, saya mengaku bersalah. Itu tidak patut saya lakukan sebagai anggota dewan. Saya mengaku salah," ujar Sahat.

Sahat menjelaskan, sepanjang proses penerimaan uang yang diperantarai oleh Rusdi. Ia selalu berpesan agar pihaknya tidak menyampaikan ucapan secara tertulis atau lisan yang bermakna meminta. 

Baca juga: Jadi Saksi Mahkota di Sidang Korupsi Dana Hibah Jatim, Sahat Akui Kedekatan dengan Terdakwa Rusdi

Dalihnya, ia menjelaskan, menganggap bahwa terdakwa Hamid dan Ilham, bakal terus-terusan memperalat pihak Sahat, untuk agenda 2024 mendatang. 

"Yang saya sampaikan; pokoknya jangan pernah minta. Karena kalau minta kita akan terikat seterusnya dengan mereka di 2024," katanya. 

Namun, saat dicecar mengenai alasan kedua terdakwa sekonyong-konyong memberikan uang dalam jumlah besar kepada dirinya, Sahat berkilah, pihaknya menerima uang yang diserahkan kepadanya melalui Rusdi, karena kedua terdakwa itu memberikan uang tersebut secara sukarela, atau tanpa adanya unsur permintaan dari pihaknya. 

Menurutnya, lanjut Sahat, kedua terdakwa itu melihat betapa padatnya agenda politik; berkunjung ke berbagai daerah se-Jatim, dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat. 

Dan selama melaksanakan agenda kunjungan politik ke tengah masyarakat tersebut, kedua terdakwa menganggap Sahat membutuhkan dana untuk operasional dan pelaksanaan program kerja selama serap aspirasi masyarakat berlangsung. 

Yang jelas, Sahat menegaskan, dirinya tidak pernah berjanji kepada kedua terdakwa, sehingga membuat mereka harus menyetorkan sejumlah uang secara bertahap. 

"Soal Janji. Saya juga enggak pernah janji apa-apa ke mereka. Agenda politik saya sangat padat sekali bertemu masyarakat. Pada saat bertemu, kan kita membuat sesuatu. Apakah bantu komunitas dan sebagainya," jelasnya. 

Kemudian, Sahat menjelaskan kronologi dirinya terkena OTT oleh KPK saat berada di dalam ruang kerja sekretariatnya, pada hari tersebut. 

Baca juga: Dulu Mengaku Bersalah, Kini Sahat Tua Simanjuntak Ngotot Sebut Tak Pernah Sunat Dana Hibah Pokir

Sehari sebelumnya, yakni 13 Desember 2022. Kedua terdakwa telah bertemu dengan Sahat di kantor. Kemudian, keesokan harinya, yakni 14 Desember 2022, ternyata kedua terdakwa memberikan uang 'titipan' melalui Rusdi untuk diserahkan kepada Sahat, sekitar pukul 10.00 WIB. 

Pada hari itu, Sahat tidak berada di kantor sejak pagi hingga sore hari. Namun, pada saat petang, ia baru datang ke kantor dan bertemu dengan Rusdi, lalu bercakap-cakap mengenai penyerahan titipan tersebut. 

"Dimana uangnya. Uangnya ada pada dia. Lalu, saya tanya, kamu minta atau dia yang kasih. Mereka hubungi saya, mengasih, iya," ungkapnya. 

Kemudian, lanjut Sahat, sebelum uang Rp 1 miliar tersebut diserahkan kepadanya, ia mengatakan, sempat memerintahkan Rusdi untuk menukarkan uang tersebut ke gerai penukaran uang (money changer). 

Ia meminta Rusdi menukarkan mata uang rupiah dengan mata uang dollar Amerika, dan dollar Singapura, agar lebih efisien saat dikantongi. 

Lalu, sisa uangnya yang masih dalam pecahan mata uang rupiah, dimasukkan ke dalam rekening BCA milik Rusdi sebagai operasional Sahat selama pelaksanaan kunjungan kerja. 

Tujuannya, dengan ketebalan yang lebih tipis dan efisien, dan memudahkan dirinya dalam memberikan uang tersebut kepada masyarakat yang ditemuinya selama kunjungan kerja di beberapa wilayah daerah-daerah. 

"Lalu dia pergi menukar uang. Lalu kembali, diserahkan pada saya. Dan baru pada jam 20.15 WIB Tim KPK masuk ke ruangan saya," ungkapnya. 

Hampir dua jam lebih berlangsungnya sidang dengan menyampaikan keterangan sebagai saksi mahkota, Sahat terus menerus berkilah bahwa dirinya tidak pernah meminta uang fee ijon tersebut kepada pihak kedua terdakwa. 

Saat pihak JPU menyodorkan bukti transkip percakapan WhatsApp (WA) antara Sahat dengan Rusdi, pada tanggal 12 Desember 2022, akhirnya tergambar jelas, bagaimana Sahat membahasakan lain permintaan mengenai fee tersebut disampaikan ke pihak Rusdi.

Bukti tersebut ditayangkan dalam monitor besar di dalam ruang sidang. Lalu poin per poin percakapan tersebut, disampaikan oleh JPU. Percakapannya sebagai berikut;

"Apakah ada potensi hari ini," tanya Sahat. 

"Mohon maaf belum ada bapak. Mungkin hari senin," jawab Rusdi. 

"Apakah abah bisa diselesaikan minggu depan karena Natal sudah dekat. Coba negosiasi baik-baik dan pelan. Karena abah orang baik sekali. Saya sungkan karena situasi ini. Saya terpaksa," tanya Sahat. 

"Siap bapak," jawab Rusdi. 

"Temanmu yang ingin 2024, barangkali bisa memaksimalkan, jadi gak nunggu Januari," tanya Sahat. 

"Siap," jawab Rusdi. 

"Kita perlu hampir 2,5 meter, panjangnya," tanya Sahat. 

"Siap bapak. Saya akan berjuang mohon doanya," jawab Rusdi. 

"Ok Rusdi. Saya percayakan kepadamu untuk mencari semua potensi, yang penting aman dan hati-hati ya," jelas Sahat, seraya memberikan pesan kehati-hatian kepada Rusdi. 

"Siap bapak," jawab Rusdi. 

JPU menanyakan bukti percakapan ini kepada Sahat. Ia memberikan penjelasan, bahwa maksud dari 'tidak meminta uang' adalah saat pihak Rusdi bertemu secara langsung dengan kedua terdakwa, Hamid dan Ilham. 

"Penjelasan saya. Pada saat pertemuan. Kita memang tidak pernah ada permintaan. Saya enggak minta. Rusdi selalu bercerita kepada saya bahwa mereka akan memberikan sesuatu pada saya," ujar Sahat. 

Kemudian, mengenai kode kata 'potensi,' sosok 'abah,' dan 'panjang 2,5 meter,' diakui oleh Sahat, merupakan kode penggunaan istilah lain untuk membicarakan mengenai mahar. 

"Setahu saya itu saya sampaikan terkait dengan mahar. Berkaitan dengan mahar. Tidak ada (berkelit)," kata Sahat. 

Setelah dicecar habis oleh JPU menggunakan bukti dokumen yang ada, Sahat dicecar oleh majelis hakim mengenai kejujurannya dalam memberikan kesaksiannya yang telah diambil sumpah. 

Sahat akhirnya mengakui, dirinya meminta adanya fee tersebut, dengan jumlah nominal yang telah disebutkannya sepanjang tahun 2022 , yakni sekitar Rp 2,75 miliar. 

Namun, dirinya menolak dituduh menerima uang fee sebesar Rp 39 miliar, seperti yang didakwakan kepadanya. 

"Iya yang mulia, saya meminta (fee)," akuinya di depan majelis hakim. 

Sementara itu, JPU Rio mengatakan, pihaknya memungkiri keterangan Sahat yang tidak memberi instruksi; meminta mahar, kepada kedua terdakwa. Apalagi bukti-bukti yang mengarah pada dakwaan sangat kuat. 

Manakala memang pihak terdakwa Sahat membantah bukti tersebut, itu kewenangan dari pihak terdakwa. Namun, perlu dipertimbangkan bahwa setiap pernyataannya selama persidangan dilandasi oleh sumpah di atas kitab suci. 

"Kalau itu sudah jelas, sesuai dengan dakwaan kami. Kalau mereka membantah ya gak masalah," ujar Rio, pada awak media. 

Sekadar diketahui, Wakil Ketua DPRD Jatim nonaktif, Sahat Tua Simanjuntak diduga menerima uang senilai Rp 39,5 miliar, sehingga didakwa dua pasal berlapis dalam kasus korupsi dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jatim. 

JPU KPK, Arif Suhermanto menyebutkan, Sahat terbukti telah menerima suap dana hibah dari dua terdakwa sebelumnya yaitu Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi selaku pengelola kelompok masyarakat (pokmas) tahun anggaran 2020-2022

Dakwaan pasal Sahat, pertama terkait tindak korupsi, kolusi dan nepotisme dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua terkait suap, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, dikutip dari Kompas.com, dua terdakwa kasus penyuapan pimpinan DPRD Jatim Sahat Tua Simandjuntak, Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi alias Eeng, telah divonis dua tahun enam bulan penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Surabaya

Dalam amar putusan yang dibacakan Hakim Ketua Tongani, terbukti menyuap pimpinan dewan terkait dengan dana hibah.

Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Hal yang memberatkan vonis terhadap keduanya. Yakni, tidak mendukung upaya pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun, ada hal yang meringankan vonis keduanya, yakni menjadi pelaku yang berkerja sama dalam pengungkapan tindak pidana korupsi. 

Profil Sahat Tua Simanjuntak

Dikutip dari Kompas.com, Sahat merupakan anggota DPRD Jatim dari Fraksi Golongan Karya (Golkar) Daerah Pemilihan IX yang meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Magetan, dan Ngawi. 

Sahat juga menduduki jabatan sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Jatim periode 2020-2025. 

Penetapan Sahat sebagai Sekretaris DPW Partai Jatim disahkan dalam Keputusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Nomor: SKEP-8/DPP/GOLKAR/IV/2020. 

Sebelumnya, terdakwa juga menjabat anggota DPRD Jatim periode 2009-2014 dan periode 2014-2019.

Perjalanan Sahat di dunia politik dimulai ketika ia menempuh studi di Fakultas Hukum (FH) Universitas Surabaya (Ubaya) pada 1998 silam. 

Sosok yang menurutnya memberikan inspirasi untuk terjun ke politik adalah Ketua DPD Golkar Jatim Martono dan anggota DPR RI dari Golkar Anton Prijatno.

Ia mengaku sering berbicara dengan dua orang tersebut, termasuk masalah yang dihadapi ketika tegabung dalam Senat Mahasiswa. Dari situlah, Sahat sempat menduduki posisi sebagai Ketua Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Ubaya pada tahun 1990 silam.

Perjalanan politik anggota DPR Dapil 9 Jatim ini lantas berlanjut ke Golkar setelah memutuskan bergabung dengan partai ini sejak 1990.

Tiga Kali Gagal Nyaleg

Sahat diketahui beberapa kali sempat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, namun gagal. Hal tersebut terjadi pada Pileg Jatim 1997 dan 1999 serta Pileg DPR RI 2004. 

Diketahui, Sahat baru terpilih sebagai anggota DPRD Jatim pada Pemilu 2008 mewakili daerah pemilihan (dapil) 1. 

Ia juga sempat ditunjuk sebagai Ketua Fraksi DPRD Jatim 2014-2019 bahkan berlanjut hingga menduduki kursi Wakil Ketua DPRD Jatim.

Harta kekayaan Sahat 

Dalam LHKPN yang dilaporkan kepada KPK pada 2021, Sahat tercatat mempunyai tiga bidang tanah dan bangunan yang jika ditotal semuanya bernilai Rp 7,4 miliar serta kas dan setara kas senilai Rp 1,5 miliar. 

Tak hanya itu, Sahat juga menyimpan beberapa mobil mewah, salah satunya adalah Toyota Vellfire (2015) yang bernilai Rp 600 juta. 

Mobil lain yang dimilikinya, yakni Toyota Voxy (2018) senilai Rp 430 juta dan Mercedes Benz E250 (2016) senilai Rp 700 juta. Jika ditotal, Sahat mempunyai kekayaan sebesar Rp 10,7 miliar.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved