Autopsi Jasad Pedagang di Surabaya
Keluarga Korban Kuak Sebab Kuli Pasar di Surabaya Tewas Gegara Dituduh Senggol Payudara: Gak Pinter
Polemik keluarga korban kuli pasar di Surabaya yang tewas dikeroyok karena dituduh senggol payudara terus berlanjut.
Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Januar
Tri Wiyana menerangkan, konteks kejadian senggolan antara tubuh sang adik dengan istri pelaku, adalah saat sang adik sedang mengambil air menggunakan dua timba yang dipegang menggunakan kedua tangan.
Kebetulan area jalan lorong menuju ke ponten atau toilet umum pasar tersebut, terbilang sempit.
Agar dua orang dewasa dapat berjalan melenggang lancar melintasi keluar dan masuk lorong, biasanya salah satu dari pejalan kaki harus rela memiringkan posisi tubuhnya.
Ia menduga kuat, posisi tubuh sang adik yang besar dengan beban berat membawa air menggunakan dua timba yang terdapat di tangan kanan dan kiri, secara tak sengaja menyenggol tubuh istri pelaku.
"Saat itu, posisi dia bantu orang ambil air, dia itu simpangan di kamar mandi, lalu tersenggol, tapi saya engga tahu siapa saksi yang bilang," katanya.
"Terus ambil air begini. Adik saya bilang begini; aku gak sengojo mbak tapi lek sampean gak terimo tanganku iki lho gepuken (saya tak sengaja mbak, tapi kalau sampeyan tidak terima, ini lho tangan saya pukulen). Itu cerita dari orang yang menyaksikan," tambahnya.
Selain itu, Tri Wiyana juga menolak adanya anggapan dan narasi lain yang sempat menyebutkan bahwa adiknya mengalami gangguan kejiwaan, sebelum akhirnya terlibat insiden pengeroyokan tersebut.
Ia memang mengakui, jika adiknya dulu sempat mendapatkan penanganan kesehatan kejiwaan di sebuah rumah sakit jiwa (RSJ). Namun, gejala gangguan kejiwaan yang dialami adiknya itu, terjadi pada 20 tahun lalu.
Pada saat itu, sang adik juga telah menjalani terapi pengobatan selama dua tahun dengan meminum obat.
Hasilnya, kejiwaan sang adik telah berangsur pulih, dan akhirnya mampu kembali hidup secara adaptif dengan lingkungan sosialnya, hingga kini atau sebelum ajalnya menjemput.
"Makanya saat ada kejadian kemarin, saya mengira adik saya salah. Mungkin (kambuh). Istilahnya dia enggak pinter, kalau diajak ngomong enggak bisa mencerna omongan orang panjang lebar. Tapi kalau disuruh kulakan barang (pasar) dia bisa. Dia bisa kerja. Akhirnya enggak saya obatkan lagi," jelasnya.
Oleh karena itu, Tri Wiyana menolak adanya tuduhan kambuhnya gangguan kejiwaan dari sang adik hingga menyebabkan munculnya perilaku pelecehan seksual sebagai pemicu aksi pengeroyokan tersebut.
Ia meyakini, sang adik mustahil berperilaku tak sopan terhadap para kaum hawa. Karena selama ini, di rumah, sang adik tidak pernah menunjukkan perilaku amoral ditengah kehidupan keluarga besar. Apalagi, sang adik juga telah beristri.
"Enggak ada tuduhan itu. Dibilang masih bisa. Dia biasa main sama keponakan. Tapi kalau sama perempuan, enggak," katanya.
Tri Wiyana berharap, proses autopsi ekshumasi yang dilakukan pihak kepolisian atas jenazah adiknya dapat memperoleh informasi tambahan yang berguna dalam kelancaran penyelidikan kasus tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.