Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sidang Korupsi DAK Dispendik Jatim

9 Saksi Eks Kepsek Beri Keterangan Ringankan Eks Kadispendik Jatim, Sebut Tak Ada Instruksi Khusus

Sembilan orang saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim tahun 2018.

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/LUHUR PAMBUDI
Suasana sidang kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim, tahun 2018, dengan nilai kerugian negara sekitar Rp8,2 miliar, melibatkan mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, di Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya (5/9/2023). 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi


TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA -Sembilan orang saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Dinas Pendidikan (Dispendik) Jatim tahun 2018, bernilai kerugian negara Rp8,2 miliar, dengan terdakwa mantan Kadispendik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, di Ruang Candra, Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (5/9/2023). 

Jalannya sidang masih dilakukan semidaring. Para saksi yang merupakan mantan kepala SMK dari beberapa wilayah di Jatim, dihadirkan dalam ruang sidang. Diantaranya, berinisial DPYU, AB, AR, BSP, LD, MH, NH, RN, dan SR. 

Sedangkan, kedua terdakwa mengikuti jalannya sidang melalui layar monitor ruang persidangan yang terhubung dengan Ruang Tahanan Rutan Kelas I Surabaya, Medaeng, Sidoarjo. 

Penasehat hukum (PH) terdakwa, Syaiful Maarif mengatakan, dari penuturan para saksi tidak ada yang menjelaskan secara pasti adanya instruksi khusus yang disampaikan oleh kliennya untuk melakukan penarikan uang tersebut. 

Pasalnya, dari lima kali pertemuan bimtek yang melibatkan 60 kepsek SMK se-Jatim itu. Kliennya hanya menghadiri agenda pertemuan pada sesi bimtek ke-1 dan ke-5. 

Baca juga: Akhirnya Kades Ngulankulon Tersangka Kasus Korupsi di Trenggalek Ditahan

Dalam pertemuan tersebut, tidak ada instruksi secara khusus mengenai tarikan soal biaya pembangunan atap ataupun pengadaan mebeler. 

Kedatangan terdakwa dalam dua sesi agenda bimtek tersebut, murni sebagai kepala dinas yang memberikan wejangan dalam kata pengantar sambutan acara pelatihan tersebut. 

"Di BAP itu, semua seolah-olah ada perintah agama atau tekanan dari pak Syaiful Rachman (SR). Ternyata gak ada (instruksi). Pak SR hanya memberikan pengantar," katanya saat dihubungi TribunJatim.com, Selasa (5/9/2023). 

"Kedua di hotel itu juga Pak SR ya Pak SR hanya minta dilakukan pembayaran kepada yang sudah selesai pembangunan, itu aja, ya agar dibayar ke Bu Eny, kalau pekerjaan sudah selesai dan sudah dilakukan. Itu saja," tambahnya. 

Mengenai adanya upaya melancarkan praktik dugaan korupsi dari terdakwa yang pada saat itu, dengan modus melarang para kepala sekolah menyalakan dan membawa ponsel selama mengikuti ruangan bimtek yang dihadiri oleh terdakwa.

Syaiful Maarif mengatakan, instruksi melarang membawa ponsel tersebut tak lebih dari siasat agar para peserta bimtek kala itu tetap fokus mengikuti jalannya pelatihan.

"Gak ada. Memang HP itu di bimtek itu, dikumpulkan biar konsentrasi ke materi. Ya kan keinginan kepala dinas, takut mereka gak konsentrasi, malah main 'sakkarepe dewe' (seenaknya sendiri). Iya konteksnya pelatihan bimtek," jelasnya. 

Baca juga: Mantan Putri Indonesia Dulu Dipenjara 10 Tahun karena Korupsi, Kini Penceramah, Hafal 15 Juz Alquran

Termasuk mengenai adanya keterangan salah seorang saksi yang menyebut, pembayaran yang diminta oleh pihak terdakwa kala itu, melebihi rencana anggaran biaya (RAB).

Syaiful Maarif mengatakan, pihaknya masih akan memeriksa pembuktian yang disampaikan JPU, dalam agenda sidang yang terus bergulir. 

"Nanti kita lihat. Kita belum tahu. Kan masih pembuktian. Masih sidang awal, besok pekan ada lagi," pungkasnya. 

Sementara itu, sejumlah saksi menyebutkan, proses pencarian DAK tersebut diletakkan dalam sebuah rekening khusus yang dipegang oleh masing-masing kepala sekolah. 

Kemudian, pada proses pembangunan atap, para saksi sempat menyebutkan, proses pembangunannya dilaksanakan pihak lain. Padahal, konteksnya DAK tersebut, bersifat swakelola masing-masing sekolah. 

"Rekening khusus alokasi anggaran DAK, ada bagian atap yang ditangani pihak lain, disampaikan agus hariyanto, pengerjaan atap dan perabot, lewat forum, harusnya swakelola, setelah dana cair tahap pertama, Rp213 juta," ujar saksi BSP. 

Selanjutnya, ada juga saksi yang menyampaikan bahwa semua kepala sekolah diminta menuruti semua instruksi yang disampaikan terdakwa Eny. Termasuk, segera melunasi semua pembayaran yang harus dibayarkan ke pihak terdakwa. 

"Setiap SMK diminta menurut atau tidak protes, yang belum bayar segera," ujar saksi NH. 

Bahkan, ada juga saksi yang menyampaikan, sudah membayar beberapa kali hingga terjadi kelebihan bayar, namun tidak ada upaya pengembalian. 

Malahan, tenaga kuli bangunan yang dijanjikan oleh terdakwa Eny untuk melakukan pengerjaan pembangunan atap ada yang kabur atau tidak menyelesaikan pengerjaan. Sehingga, pihak sekolah terpaksa mencari dan membayar tukang kuli bangunan sendiri. 

"Ada tapi gak dikembalikan, transfer jadi satu atap sama mebel, Rp9 juta, Rp9 juta, Rp10 juta, tukang lari, cari tukang sendiri. Nilai tagihan lebih besar dari RAB," ungkap Saksi AB. 

Sekadar diketahui, terungkap modus mantan Kadindik Jatim, Syaiful Rachman dan mantan kepala SMK swasta di Jember, Eny Rustiana, dalam menyunat dana renovasi bangunan dan pembelian mebeler seluruh SMK se-Jatim. 

Nilai kerugian negara akibat praktik dugaan korupsi yang dilakukan kedua tersangka, sekitar Rp8,2 miliar. 

Dana tersebut bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Dispendik Jatim, tahun 2018, dengan nilai keseluruhan Rp63 miliar. 

Seharusnya uang tersebut dialokasikan kepada 60 SMK; 43 SMK negeri dan 17 SMK swasta, untuk pembangunan ruang praktik siswa (RPS), pembangunan rangka atap rangka berbahan Besi WF (wide flange iron), beserta pembelian perabotan mebeler. 

Panit Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim Ipda Aan Dwi Satrio Yudho menerangkan, dalam pelaksanaan, proses pencairan dana tersebut disunat oleh kedua tersangka.

Modusnya, ada beberapa prosedur pembelian bahan material pembangunan dan perabotan mebeler, diwajibkan melalui mekanisme akal-akalan yang ditetapkan kedua tersangka. 

Cara kerjanya, khusus untuk pengadaan perabotan mebeler dan atap rangka berbahan Besi WF, diwajibkan melalui mekanisme pencairan dana yang dikelola melalui kedua tersangka. 

Kedua tersangka menginstruksikan kepada semua kepala sekolah SMK swasta dan negeri untuk memberikan sebagian dari dana alokasi tersebut dengan beragam nilai nominal, kepada para tersangka.

Agar siasat dan akal-akalan para tersangka berjalan mulus. Aan mengungkapkan, tersangka Syaiful Rachman mengumpulkan semua kepala sekolah SMK negeri dan swasta di sebuah tempat pertemuan untuk melakukan rapat internal. 

Di dalam ruang rapat tersebut, para peserta rapat; para kepala sekolah SMK, dilarang membawa ponsel. Dan meminta para peserta rapat meletakkan atau menyimpan ponsel tersebut di luar ruangan. 

Selama berlangsungnya rapat. Aan menambahkan, tersangka Syaiful Rachman memberikan instruksi khusus agar proses pembelian rangka atap dan mebeler dapat dilakukan secara kolektif kepada tersangka Eny Rustiana. 

"Dalam acara tersebut, para kepala sekolah dikumpulkan oleh kepala dinas, yang pada waktu saat itu. Dihimbau oleh kadis HP untuk dikeluarkan atau tidak dimasukkan ke dalam ruang rapat tersebut. Kadis menyampaikan terkait pengadaan atap dan mebeler, nanti dikelola oleh saudara ER," katanya dalam jumpa pers di Ruang Pertemuan Gedung Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Kamis (3/8/2023). 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved