Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Magetan

Alasan Mengejutkan 76 Siswa SMP di Magetan Sayat Tangan Sendiri, Dinkes: Bila Dibiarkan Akan Bahaya

Sebanyak 76 siswa di salah satu SMP wilayah Kecamatan Ngariboyo, Kabupaten Magetan, ditemukan menyayat lenganya sendiri dengan menggunakan benda tajam

|
Penulis: Febrianto Ramadani | Editor: Ndaru Wijayanto
istimewa
Ilustrasi 76 siswa SMP di Magetan sayat tangan sendiri menggunakan benda tajam 

Psikolog Universitas Jember, Senny Weyara Dienda Saputri, S.Psi. M.A angkat soroti insiden 11 siswa SD di Situbondo sayat tangan sendiri, usai nonton konten TikTok. 

Menurutnya, unggahan konten media sosial tersebut, banyak yang berbahaya jika ditiru oleh anak. Seperti, memberikan tantangan berbahaya kepada pembacanya.

"Berupa konten challenge yang sebetulnya berbahaya untuk anak-anak. Bahkan di luar negeri ada anak yang challenge menahan nafas paling lama, akhirnya ada yang bablas (meninggal dunia), termasuk suruh minum apa, memakai apa, bahkan sampai dipatok ular" ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (3/10/2023)

Wanita yang kini mengajar di Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD) FKIP Universitas Jember ini, menilai konten-konten seperti inilah yang sering viral dan akhirnya mempengaruhi mental pembaca yang notabene para remaja dan anak-anak. Sehingga mereka terbawa arus tontonan seperti itu.

Baca juga: Kepsek Tak Mau Salahkan 1 Pihak Soal 11 Siswa SD Situbondo Sayat Tangan, Polisi: Pagar Ditutup

"Hal inilah yang mendorong remaja untuk ikut melakukan, meskipun mereka tahu itu salah. Tetapi mereka beranggapan, inilah yang sekarang lagi trend, karena mereka beranggapan, kalau mereka tidak ikut, nanti dianggap cemen dan semacamnya," kata Wanita yang akrab disapa Senny.

Sebenarnya, lanjut Senny, anak-anak yang mengikuti konten di tiktok itu hanya ingin mendapatkan pengakuan dari lingkungan, sebagai upaya pencarian jati diri.

"Supaya dapat perhatian dan pengakuan itu. Nah, sebaiknya sebagai orang tua dan tenaga pendidik dan masyarakat termasuk media massa, memberikan cara bagaimana memberikan cara alternatif dan produktif kepada anak-anak agar bisa mendapatkan jati diri dan pengakuan itu," tuturnya.

Seharunya masyarakat bersama para media massa. Katanya, harus turut serta men-viralkan aktivitas remaja yang positif. Katanya, saat konten-konten berbahaya membanjiri platform ini.

"Supaya anak-anak mendapatkan perbandingan, ternyata ada cara lain, untuk mendapatkan perhatian dari lingkungan, dengan cara yang positif," imbuh Senny.

Mengingat, kata Senny, konten di tiktok itu bukan hanya diakses oleh remaja dan orang dewasa saja. Tetapi bocah yang duduk di Taman Kanak-kanak bisa melihat isi kontennya.

"Mereka juga bebas scroll apapun, karena di Tiktok tidak ada filter. Apapun yang sedang viral pasti masuk di akun Tiktok seseorang. Makanya penting sekali, orang tua itu berdiskusi dengan anak-anaknya mengenai fenomena yang sedang viral tersebut," paparnya.

Senny mengamati di era digital sekarang, masih banyak orang tua, cara mendidiknya putra putrinya menggunakan gaya lama. Berupa perintah dan larangan saja.

"Sementara untuk ngobrol masih belum tahu cara memulainya. Makanya itu perlu dikenalkan kepada orang tua, apakah menggunakan kegiatan disekolah, diskusi bareng guru melalui whatsapp grup wali murid, supaya keluarga juga bisa membangun diskusi apa yang sedang tren sekarang. Agar anak-anak bisa memilah dan memilih konten yang bermanfaat,"katanya.

Melalui diskusi kecil antara orang tua, guru dan siswa. Kata dia, minimal hal itu bisa memacu cara berfikir peserta didik, sebagai bekal literasi digital.

"Jadi tanpa diberi tahu pun, anak-anak sudah bisa memilah dan memilih tayangan yang ada di media sosial, ada manfaatnya atau tidak. Minimal, ini adalah bekal awal bagi anak anak untuk literasi digital," urainya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved