Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pilpres 2024

Jokowi Beri Balasan Menohok ke Agus Rahardjo Setelah Dituding Intervensi Kasus e-KTP Setya Novanto

Jokowi memberikan balasan menohok ke Agus Rahardjo setelah dituding intervensi kasus e-KTP Setya Novanto.

Editor: Elma Gloria Stevani
Kolase Tribunnews.com/Sekretariat kabinet
Presiden Joko Widodo bersama mantan Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Jokowi pun mengaku bahwa pertemuan yang dikatakan oleh Agus Rahardjo tersebut tidak ada dalam jadwalnya. 

Kasus tersebut dikenal dengan 'papa minta saham'.

"Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu Presiden sempat marah, saya ditegor keras dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," ujar Sudirman kepada wartawan, Minggu (3/12/2023).

Kasus itu adalah skandal politik yang menyeret nama Setnov setelah diduga mencatut nama Presiden Jokowi untuk meminta saham PT Freeport Indonesia.

Sudirman lantas membuka rekaman pembicaraan Setnov dengan pengusaha Riza Chalid, dan Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dalam sidang laporannya di MKD DPR.

Pada rekaman itu, Setnov turut menyebut nama Luhut Binsar Panjaitan (Kepala Staf Presiden) sebanyak 66 kali.

Luhut membantah terlibat dan sempat dipanggil oleh Majelis MKD.

Dua pekan setelah laporan Sudirman atau tepatnya 16 November 2015, Setnov menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. Kemudian, Setnov pun menjadi tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.

Aktivis Antikorupsi Yakini Pengakuan Agus Rahardjo Sesuai Fakta

Ketua Umum Nasional Corruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna, menyoroti pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo.

Ada pun Agus mengaku bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah memintanya menghentikan kasus korupsi E-KTP pada 2017 silam.

Hanif menilai pengakuan Agus itu sesuai fakta meski bernuansa politis.

"Meskipun banyak yang menuding kesaksian Agus Rahardjo ini bernuansa politis dan tidak memiliki bukti yang kuat, namun DPP NCW menyakini Agus bicara sesuai fakta yang dialaminya pada masa itu," kata Hanif kepada wartawan, Senin (4/12/2023).

Hanif menilai, kondisi itu dikarenakan pengerdilan fungsi dan independensi KPK melalui Revisi UU KPK pada tahun 2019 silam.

Menurut Hanif, demokrasi kini kian terancam dengan maraknya perilaku koruptif.

"Indonesia dalam kondisi darurat korupsi saat ini, kekuasaan yang berlebihan telah dimanfaatkan oleh oknum-oknum," ujarnya.

"Satu kata dari kami, awan atau ikut mati bersama demokrasi yang sudah duluan sekarat," tandasnya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

---

Berita Jatim dan Berita Viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribunnews.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved