Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Bisnis

Allianz Gelar Diskusi Ekonomi dan Investasi Outlook 2024: Faktor Geopolitik Picu Volatilitas Pasar

Allianz Gelar Diskusi Ekonomi dan Investasi Outlook 2024: Faktor Geopolitik Picu Volatilitas Pasar

Penulis: Fikri Firmansyah | Editor: Ndaru Wijayanto
istimewa
Ni Made Daryanti, Chief Investment Officer, Allianz Life Indonesia (atas), Poltak Hotradero, Business Development Advisor, Bursa Efek Indonesia (kiri bawah), dan Titis Nurdiana, Wakil Pimpinan Redaksi Kontan (kanan bawah) menjadi pembicara dalam webinar “Economy and Investment Outlook 2024: Insurance & Media Industry in Political Year”, yang memberikan pemaparan mengenai tantangan maupun peluang di tahun 2024, serta strategi untuk mengantisipasi dan menindaklanjutinya. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Fikri Firmansyah

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Menjelang berakhirnya tahun 2023, masyarakat global tengah bersiap menghadapi pergantian tahun yang sudah di depan mata. Khususnya di Indonesia, yang mana 2024 akan menjadi tahun politik yang tentunya dapat menghadirkan sejumlah tantangan dan peluang yang perlu dicermati dengan bijak.

Namun tak hanya di Indonesia, berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Perancis, Italia, Jerman, Spanyol, Taiwan, Mesir, dan sebagainya, juga akan memasuki periode politiknya masing-masing.

Pemilihan Umum (Pemilu) memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan dan indikator ekonomi lainnya. Di sisi lain, dunia juga terus dihadapkan pada berbagai risiko dan ketidakpastian yang merupakan dampak dari kondisi politik dan moneter global.

Sebagai bagian dari upaya melakukan persiapan atas berbagai kondisi yang mungkin terjadi, Allianz Indonesia menggelar diskusi media yang mengangkat tema “Economy and Investment Outlook 2024: Insurance & Media Industry in Political Year”, Kamis (14/12/23) melalui zoom.

Dalam kesempatan tersebut, Allianz mengajak pengamat ekonomi dan perwakilan media untuk memberikan wawasan dan informasi mengenai potensi risiko maupun peluang di tahun 2024 serta strategi untuk mengantisipasi dan menindaklanjutinya.

Baca juga: Allianz Perkuat Ekosistem Syariah di Pulau Jawa secara Merata, Gelar Roadshow ke Berbagai Kota Besar

Mengawali diskusi tersebut, Business Development Advisor - Bursa Efek Indonesia, Poltak Hotradero menyoroti faktor geopolitik yang berkemungkinan besar memicu volatilitas pasar.

Merujuk berbagai studi badan internasional, ekonomi global diperkirakan akan melambat pada tahun 2024 terutama akibat imbas perlambatan ekonomi China yang diwarnai melemahnya sisi konsumsi, investasi dan perdagangan.

Selanjutnya, kendati mampu menghindar dari resesi di tahun 2023 - pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat di tahun 2024 seiring rezim tingkat bunga tinggi yang saat ini berlaku.

"AS dan China memiliki pengaruh besar terhadap perekonomian global. Diperkirakan ekonomi AS hanya akan tumbuh sekitar 1,5 persen, sementara China dibawah 5 persen pada 2024. Kombinasi keduanya akan memangkas pertumbuhan ekonomi global 2024 lebih rendah daripada tahun ini," jelas Poltak.

Poltak juga menambahkan bahwa meskipun AS dan China mengalami perlambatan, perekonomian di wilayah Asia justru diproyeksikan menguat. Proyeksi pertumbuhan ekonomi India dan sejumlah negara ASEAN pun menunjukkan kecenderungan yang positif, dengan pertumbuhan ekonomi India yang diprediksi menjadi yang tertinggi di antara negara-negara G20.

Di Indonesia sendiri, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen pada 2024. Meskipun kondisi saat ini masih penuh ketidakpastian, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan stabilitas yang cukup signifikan.

Hal ini tercermin dari tingkat inflasi yang diperkirakan dapat terjaga pada kisaran 2,3 persen -2,4 persen, serta pertumbuhan ekonomi yang secara konsisten berada di atas 5 persen.

Potensi ekonomi karbon Indonesia juga menjadi salah satu penyangga perekonomian. Pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 sampai dengan 41 persen pada 2030.

Bila dikelola baik, potensi pendapatan yang dihasilkan dari kebijakan ini mencapai Rp8.000 triliun dengan 113,18 gigaton total penyerapan emisi karbon.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved