Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Arti Sayyang Pattuduq, Lomba yang Diikuti Siswi SMK Dijanjikan Rp10 Juta, Batal Diberikan di Upacara

Mengetahui arti Sayyang Pattuduq, siswi SMK jadi juara lomba Sayyang Pattuduq, hadiah batal diberikan saat upacara bendera.

|
Tribun-Sulbar.com/Juita Mammis
SMKN 2 Majene batal memberikan hadiah uang dan piagam penghargaan kepada siswa pemenang Festival Sayyang Pattuduq pada upacara bendera, Senin (15/1/2024). 

Sedangkan siswa lomba Sayyang Pattuduq Ahmad mengatakan bersyukur dapat dipilih pihak sekolah dan dapat mengharumkan nama baik sekolah dalam lomba Sayyang Pattuduq di kegiatan Celebes Heritage Festival.

Sayyang Pattudduq

Melansir dari laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia, Ada sebuah tradisi unik di tanah Mandar yang disebut dengan Sayyang Pattudduq. Sayyang adalah bahasa Mandar untuk kuda dan Pattudduq adalah menari. Yap kuda menari, kuda yang dikenal biasanya hanya sebagai hewan tunggangan ternyata bisa menggerakkan badannya seirama dengan alunan musik. Tradisi ini dapat ditemui di tanah Mandar, yaitu suku mayoritas yang mendiami semenanjung Barat Pulau Sulawesi atau saat ini dikenal sebagai provinsi Sulawesi Barat.

Sejarah Sayyang Pattudduq

Sejarah dimulainya tradisi ini tidak diketahui secara pasti, siapa yang menciptakan atau siapa yang memulai dan kapan dimulainya. Ada sumber yang mengatakan bahwa Saiyyang Pattudduq sudah ada sejak abad ke-14, pada masa pemerintahan raja pertama Kerajaan Balanipa, Imanyambungi yang bergelar Todilaling. Disebutkan bahwa pada masa itu, kuda merupakan satu-satunya alat transportasi dan masyarakat berinisiatif untuk sekaligus menjadikannya sarana hiburan sehingga lahirlah Sayyang Pattudduq.

Versi lain mengatakan bahwa Sayyang Pattudduq baru mulai dikembangkan saat Islam menjadi agama resmi di beberapa kerajaan di tanah Mandar, yaitu pada abad ke-16. Dikisahkan bahwa sejak dahulu berkuda sudah menjadi tradisi, dan kuda identik dengan kekerasan, kekuasaan, kekuatan dan kemewahan. Setelah Islam masuk, kuda kemudian dididik, dilatih, sekaligus menjadi alat pendidikan. Bagi putera bangsawan keterampilan berkuda menjadi sebuah keharusan.

Baca juga: Ricuh Antar Kelompok Perguruan Silat di Madiun, Dipicu Pelemparan, Mobil Patroli Jadi Korban

Demikian halnya para santri, kemampuan untuk membuat kuda patuh kepadanya menjadi salah satu tolak ukur keberhasilannya sebagai santri yang telah menamatkan pengajian. Karenanya para santri melatih dan mendidik kuda untuk bergerak mengikuti irama rebana ataupun senandung shalawatan. Dari sini Sayyang Pattudduq mulai berkembang di lingkungan istana dan disakralkan, dan hanya dimainkan pada upacara-upacara ritual yang berkaitan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Dalam perkembangannya, Sayyang Pattudduq menjadi tradisi untuk merayakan penamatan Al Qur’an. Seorang anak yang telah khatam bacaan Qur’an akan diupacarakan dengan menunggangi Sayyang Pattudduq dan diarak keliling kampung untuk disaksikan oleh masyarakat. Sayyang Pattudduq pun menjadi motivasi bagi anak-anak untuk segera menamatkan Al Qur’an.

Pada masa sekarang, fungsi Sayyang Pattudduq mengalami pergeseran mengikuti zaman. Sayyang Pattudduq tidak hanya digelar pada penamatan Quran, namun juga digelar untuk penyambutan tamu kehormatan dan untuk kepentingan atraksi wisata.

Artikel ini telah tayang di TribunSulbar.com

Berita Viral dan Berita Jatim lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribun sulbar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved