Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Arti Kata

Arti Kata Pemakzulan Presiden Jokowi, Pengamat Ungkap 3 Alasan Wacana Tersebut Tidak Akan Berhasil

Inilah arti kata pemakzulan Presiden Jokowi, pengamat ungkap 3 alasan wacana tersebut tidak akan berhasil.

Editor: Elma Gloria Stevani
Tangkapan layar tayangan KOMPAS TV
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (9/1/2024). (Sumber: 

TRIBUNJATIM.COM - Beberapa waktu belakangan, kata pemakzulan sedang menjadi topik yang hangat di masyarakat.

Sebenarnya apa itu pemakzulan yang sering dikaitkan dengan proses politik dan hukum di suatu negara tersebut?

Secara umum, pemakzulan bisa terjadi karena berbagai alasan.

Umumnya terkait dengan pelanggaran hukum, penyalahgunaan kekuasaan, atau perilaku pejabat yang dianggap tidak etis di mata hukum.

Penjelasan Pemakzulan

Wacana pemakzulan terhadap Presiden mencuat baru-baru ini.

Sejumlah tokoh yang mengatasnamakan diri sebagai Petisi 100 menyuarakan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pelengseran Presiden Joko Widodo.

Namun, oleh sejumlah pihak, wacana ini dinilai sulit diwujudkan mengingat prosesnya yang panjang dan butuh waktu tidak sebentar.

Lantas, bagaimana sebenarnya proses pemakzulan terhadap Presiden?

Apa itu pemakzulan?

Pemakzulan berasal dari kata dasar makzul. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makzul berarti berhenti memegang jabatan; turun takhta.

Sementara, pemakzulan berarti proses, cara, perbuatan memakzulkan. Masih merujuk KBBI, memakzulkan ialah menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan.

Dengan demikian, pemakzulan terhadap Presiden dapat diartikan sebagai proses memberhentikan Presiden dari jabatannya.

Syarat pemakzulan

Ihwal pemakzulan terhadap Presiden diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Menurut Pasal 7 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Namun, sebelum tuntas masa jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden dapat diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengacu Pasal 7A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam situasi tertentu, yakni:

  • Apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya;
  • Melakukan perbuatan tercela;
  • Apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Proses pemakzulan

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved