Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Akademisi Kritisi Pemerintahan Jokowi

Beda Respons Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka Soal Civitas Akademika Gerudukan Kritik Presiden

Ternyata beda respons Jokowi dan Gibran Rakabuming soal civitas akademika gerudukan kritik Jokowi. Presiden sebut itu hak demokrasi dan harus dihargai

|
Editor: Elma Gloria Stevani
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY dan KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Presiden Joko Widodo menyatakan, hal tersebut merupakan hak demokrasi dan hak setiap orang untuk berbicara dan mengutarakan pendapatnya. Pernyataan itu disampaikan Kepala Negara saat ditanya wartawan soal petisi atau seruan beberapa universitas di Tanah Air yang mengkritik pemerintahannya. 

Dia juga menekankan bahwa pernyataan dan seruan yang disampaikan para akademisi serta ilmuwan ini merupakan gerakan moral alias tidak ditunggangi kepentingan politik.

Untuk itu jika pemerintah masih memiliki hati nurani, tambahnya, maka harus berubah dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Yakni memastikan setiap orang bisa masuk ke ruang pencoblosan tanpa rasa takut, intimidasi dan tekanan.

Jika seruan tersebut tak didengar maka para sivitas "akan terus menerus berisik dan mengganggu".

"Kami sedang melakukan kewajiban terhadap publik. Karena kami ilmuwan bukan hanya ada di menara gading, tapi keberadaan universitas harus bermanfaat kepada kelompok-kelompok di sekitar universitas," tuturnya.

Sejauh mana seruan moral itu didengar dan berdampak?

Sejawaran dan akademisi, Andi Achdian, mengatakan seruan moral dari akademisi atau para intelektual sejatinya masih dihormati di masyarakat Indonesia karena posisi mereka yang bebas kepentingan politik.

Suara mereka, sambungnya, diyakini menyuarakan sesuatu yang bisa dipercaya selain dari pihak yang memiliki 'kekuatan'.

Merujuk pada sejarah kontemporer di Indonesia, ucapnya, pernyataan para intelektual didengar dan punya dampak yang luas.

Di masa Orde Baru, hal itu terlihat kala akademisi menyampaikan keresahan mereka atas krisis politik di pemerintahan Suharto dan kemudian membuat mahasiswa dan buruh turun ke jalan untuk menggulingkan kekuasaannya.

Kini, menurut dia, situasi krisis politik itu sedang terjadi.

"Jadi sense of crisis mulai mengental. Jadi semua bayangan yang buruk ada dalam situasi sekarang."

Tetapi, ia ragu seruan moral yang dilayangkan para sivitas akademika saat ini bisa menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk memengaruhi keputusan politik pemerintah yang dianggap kebablasan.

Apalagi diwarnai oleh persoalan politik massa mengambang – yang dimaknai sebagai sekelompok orang yang tidak memiliki ideologi partai politik tertentu sehingga pilihan politiknya sangat kondisional atau rawan diarahkan pada politik uang.

Karena itulah seruan-seruan moral yang disuarakan itu hanya akan sampai di kalangan terdidik atau kelas menengah.

"Masyarakat kelas bawah tidak akan terpengaruh karena tidak ada sentimen krisis ekonomi."

"Saat ini kita hanya ketemu di krisis politik, belum krisis ekonomi karena ekonomi cenderung stabil dan dia [Presiden Jokowi] memainkan bansos... jadi ada rem untuk orang marah."

"Ini [seruan] tidak akan menjadi ledakan besar."

Namun demikian, seruan moral dan manifesto dari sivitas tersebut semakin menguatkan ketidakpercayaan publik bahwa Jokowi bakal bersikap netral pada Pemilu 2024 mendatang.

Dan di dalam kabinetnya, akan terjadi gonjang-ganjing yang membuat sejumlah jajarannya mundur.

"Pembantunya mundur kan itu sinyal kekuasaan Jokowi sudah retak."

"Dia [Presiden Jokowi] kemudian akan bertumpu pada orang-orang kepercayaannya yang lingkarannya makin mengecil."

"Meskipun saya yakin, dia akan pertaruhkan semuanya. Sebab kalau Prabowo-Gibran kalah dia akan habis."

Arikel ini diolah dari BBC Indonesia dan Tribunnews.com

 

---

Berita Artis dan Berita Jatim lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved