Tinggalkan Kasur, Ratusan Warga di Madura Lebih Pilih Tidur di Pasir, Ada yang Sampai Melahirkan
Warga desa di Sumenep, Madura, punya kebiasaan unik tidur di pasir ketimbang kasur.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Warga Desa Legung Timur, Kecamatan Batang-batang, Sumenep, Madura, Jawa Timur, memiliki kebiasaan yang unik.
Pasalnya mereka justru gemar tidur di atas pasir ketimbang kasur hingga menjadi viral di media sosial.
Lantas apa alasan mereka lebih memilih tidur di atas pasir?
Ya, ratusan warga yang tinggal di kampung tersebut lebih memilih untuk meninggalkan kasur dan tidur di atas pasir yang memiliki tekstur halus.
Hal itu diketahui melalui video yang diunggah akun Instagram @daeengg, Jumat (26/1/2024).
Disebutkan jika seluruh rumah warga di kampung tersebut memiliki kamar berisi tumpukan pasir.
Dalam video tersebut, tampak tumpukan pasir diletakkan dalam wadah mirip seperti kolam renang mini di kamar.
Kolam pasir tersebut pun digunakan untuk tidur sebagai pengganti kasur.
Selain digunakan untuk tidur, kolam berisi pasir putih seperti pasir pantai dengan tekstur halus ini juga digunakan untuk tempat bermain anak-anak hingga meletakan bayi.
"Ini bisa ditiduri, bisa untuk main anak-anak, jangankan orang tua, bayi pun bisa ditaruh di sini," ucap pemilik rumah.
Di sekitar kolam pasir tersebut juga diletakan televisi hingga benda lainnya untuk bersantai.
Tak hanya di dalam rumah, kolam pasir juga diletakan di bagian depan rumah, lengkap dengan tambahan bantal serta guling.
Dilansir dari Kompas.com, warga Sumenep percaya, tidur di atas pasir merupakan warisan budaya leluhur.
Tidak hanya itu, tidur di atas pasir juga diyakini sebagai terapi kesehatan untuk menghindari berbagai macam penyakit.
Baca juga: Anak Penjual Roti Batal Berangkat Pendidikan Padahal Lolos Seleksi Polisi, Malah Kini Jadi Tersangka
Masih dari Kompas.com, salah satu warga di Sumenep bernama Ida menceritakan pengalaman uniknya ketika melahirkan.
Saat melahirkan anak pertamanya, ia merasa sangat tersiksa hingga badannya pegal-pegal dan lemas.
Saking merasa kesulitannya, Ida sampai merasa trauma.
Namun selang beberapa tahun ketika ia kembali hamil, ia disarankan oleh banyak orang untuk melahirkan di atas pasir.
Ida pun akhirnya melahirkan di atas pasir.
Ia melahirkan dengan bantuan dukun yang biasa membantu perempuan bersalin.

Bukan pasir biasa, Ida juga mengatakan, pasir yang biasa digunakan warga Sumenep berasal dari tepi Pantai Lombang, sekitar empat kilometer dari Legung Timur.
Ada cara khusus bagi para warga Sumenep mengambil pasir, yaitu dengan menggali sampai kedalaman satu meter.
Bukan tanpa alasan, warga Sumenep percaya bahwa pasir di kedalaman tersebut lebih bersih dan halus.
Sebelum dijadikan kasur, pasir tersebut dibilas di air tawar dan dijemur sampai kering.
Tidak hanya sampai situ, pasir kemudian diayak agar tidak menyisakan kerikil dan hewan kecil agar membuat tidur lebih nyaman.
Jika Anda ingin mencoba sensasi unik yang tak lazim tidur di atas pasir, Anda patut mengunjungi daerah Sumenep ini.
Tak hanya fenomena tidur di pasir, sebuah kampung di Sumenep, Madura, juga pernah menjadi sorotan di media sosial.
Lantaran di kampung tersebut, berjajar rumah menjulang bak istana hasil dari hanya berdagang kelontong.
Melansir dari Kompas.com, kampung tersebut terletak di Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango.
Fenomena Kampung Tajir tersebut berada di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Kampung tersebut dijuluki sebagai Kampung Tajir lantaran warga beramai-ramai membangun rumah mewah baru.
Rumah tersebut terlihat sangat mewah dan bernuansa modern.
Ya, rumah-rumah di kampung tersebut tampak megah bak istana dengan desain kontemporer menjulang tinggi.
Sebanyak 15 rumah mewah berjajar, rata-rata dipagari tembok setinggi tiga meter dengan pintu gerbang baja di bagian depannya.
Mereka membangun rumah tersebut mengombinasikan gaya modern-klasik dengan menambahkan dua pilar besar di bagian depan rumahnya.
Bak ketiban durian runtuh, kampung warga desa di Sumenep, Madura, tersebut mendadak dikenal sebagai Kampung Tajir.
Ternyata bukan tanpa alasan mereka menjadi warga kampung yang dikenal tajir.
Hal itu karena ada kisah di balik pemilik rumah yang mengadu nasib ke Jakarta.
Lantas seperti apa cerita selengkapnya?

Rumah yang dibangun Ati (46) di kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, Kabupaten Sumenep, merupakan buah dari jerih payahnya.
Ia mengaku bisa membangun rumah mewah tersebut berkat usahanya buka warung kelontong di Jakarta.
"Saya sudah 20 tahun (buka warung kelontong) di Jakarta, dan alhamdulillah bisa bangun (rumah) ini," kata Ati kepada Kompas.com, Senin (6/2/2023).
Ati dan sang suami mengadu nasib ke Jakarta sekitar tahun 2003 silam.
Ia mengaku bingung lantaran di kampung halamannya tidak ada lapangan pekerjaan yang menjanjikan.
Awalnya Ati bersama suaminya mengelola warung kelontong milik orang lain.
Sebagai karyawan, setiap hari mereka bergantian menjaga warung selama 24 jam penuh, tujuh hari dalam seminggu.
Ati bercerita, ia bersama suami sempat tinggal di bagian belakang warung yang luasnya 40 meter persegi.
Di sana hanya ada kasur, dapur, dan pakaian-pakaian yang digantung.
Dari tempat sempit itulah mereka menjalani kehidupan, mengasuh anak mereka sambil menjalankan usaha.
Diakuinya, ia dan sang suami nyaris tak pernah meninggalkan warung yang buka 24 jam penuh, selama satu minggu.
Sekalipun pergi, mereka harus bergantian.
Jika sang suami berbelanja ke pasar, Ati menunggu di warung, dan sebaliknya.
Dunia mereka seolah berkutat di warung kelontong tersebut.
Setelah keduanya lama berkutat sebagai karyawan toko kelontong, mereka kemudian mampu membeli toko-toko lain untuk membuka usaha sendiri.
Diketahui pasutri ini memiliki sebanyak tiga toko.
"Sekarang sudah ada tiga toko, masing-masing ada (karyawan) yang jaga," ujarnya.
"Ada yang satu toko tiga orang, ada yang dua orang," tuturnya.

Jejak ini kemudian banyak diikuti oleh warga Kampung Mandun, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango, lainnya.
Mayoritas dari mereka terbilang sukses membuka usaha warung kelontong di Jakarta.
Dampaknya, rumah-rumah warga di kampung Mandun kini megah-megah bak istana.
Melansir dari Kompas.com, fenomena merantaunya warga Kampung Mandun diakui juga oleh aparat desa setempat, Rasyid (52).
Berharap nasib yang sama seperti Ati dan sang suami, hampir 50 persen warga kampung memilih pergi ke Jakarta untuk membuka warung kelontong Madura.
"Di sini tidak ada kerjaan, paling-paling jadi nelayan, dan itu musiman," kata Rasyid.
"Kalau mau melakukan aktivitas pertanian di sini jenis tanahnya kering," lanjut Rasyid.
Berangkat dari latar belakang persoalan tersebut, mayoritas warga akhirnya memilih merantau ke Jakarta.
Puncaknya, lanjut Rasyid, terjadi pada tahun 2017 atau lima tahun lalu.
Hingga kini keberadaan rumah-rumah mewah tersebut terus menggurita di Mandun.
Namun mayoritas pemiliknya justru ada di Jakarta untuk mengurus usahanya.
Kendati begitu, rumah yang dibangun dengan harga miliaran rupiah tersebut tetap dihuni oleh kerabat hingga orang tua dari pemilik rumah.
"Ada yang bertahun-tahun tidak pulang, rumah-rumah mewah di sini banyak yang ditempati orang tuanya," pungkasnya.
Desa Legung Timur
Kecamatan Batang-Batang
Sumenep
Madura
Jawa Timur
tidur di atas pasir
kasur
TribunJatim.com
Tribun Jatim
Siswa SMP Nekat Jual Teman Demi Untung Rp 100 Ribu, Kasus Terkuak Jelang Pelajaran Olahraga |
![]() |
---|
Gagal Nikah karena Dinyatakan Hamil oleh Puskesmas, Wanita Gugat Pemkab Rp 1 Miliar Lebih |
![]() |
---|
Perintah Eri Cahyadi setelah Lampu Hias Kota Lama Surabaya Dicuri hingga Sisa Penyangga: Ayo Tangkap |
![]() |
---|
Wabup Garut Putri Karlina Debat dengan Warga, Saling Balas Tunjuk Bahas Bantuan Rp 2 Juta Per-KK |
![]() |
---|
VIRAL TERPOPULER: Kandungan Gizi Kentang Rebus dan Pangsit MBG Depok - Dampak Bensin Campur Etanol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.