Polemik Ganti Rugi Tanah Flyover Dolog
Tarik Ulur Pembebasan Lahan Bundaran Dolog untuk Flyover Surabaya, Warga Minta Rp 55 Juta Per Meter
Proses pembebasan lahan untuk proyek strategis Flyover di Bundaran Dolog Surabaya sampai pada babak krusial.
Penulis: Nuraini Faiq | Editor: Sudarma Adi
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Faiq Nuraini
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Proses pembebasan lahan untuk proyek strategis Flyover di Bundaran Dolog Surabaya sampai pada babak krusial.
Setelah warga sepakat relokasi, warga mulai memberlakukan tarif tanah mereka. Tidak hanya tanah tapi juga bangunan yang saat ini ditempati.
Ada sebanyak 22 persil rumah yang saat ini ditempati kampung kecepit Bundaran Dolog ini. Sedikitnya 35 KK yang berada di Kampung Jemur Gayungan itu berhimpitan dengan Taman Pelangi. Kampung mereka akan dibangun Flyover untuk mengurai macet tahunan di Bundaran Dolog atau Taman Pelangi ini.
"Pertemuan dengan Pemkot melalui kelurahan dan kecamatan sudah. Kampung kami juga sudah diukur-ukur. Sudah penetapan harga. Kami bersama warga yang lain minta harga tanah kami 5 kali harga NJOP," terang Ketua RT 01/RW 03 Jemur Gayungan Anom Janardana, Kamis (15/2/2024).
Saat ini nilai jual objek pajak (NJOP) tanah di kampung tersebut di kisaran Rp 10,5 juta per meter. Artinya kalau warga minta 5 kali harga NJOP ini berarti Rp 55 juta per meter. Sementara luasan paling kecil rumah warga di Bundaran Dolog itu paling kecil 5 x 10 meter. Artinya warga dengan ukuran kecil Rp 2,7 miliar.
Baca juga: Suasana Hari Pertama Uji Coba Flyover Aloha Sidoarjo, Tanggal 2 Januari 2024 Dikerjakan Lagi
Namun Anom menegaskan bahwa harga tersebut sifatnya masih tawaran warga. Dirinya akan membuka komunikasi dengan tim apraisal Pemkot Surabaya. Saat ini tahapan penentuan harga tanah ini tengah berlangsung.
Relokasi harus dilakukan karena proyek pemecah macet tahunan Bundaran Dolog itu akan melintasi Kampung Jemur Gayungan. Pemkot dan Pemerintah Pusat sudah sepakat memulai proyek itu pada 2024 ini. Bisa flyover atau underpass. Pemkot yang akan membebaskan lahan. Sedangkan pusat pengerjaan konstruksi flyover.
Warga Tidak Kaku
Dua kali pertemuan terakhir sudah digelar bersama warga. Pertemuan tersebut masih membahas soal luasan setiap pemilik Persil. Bahkan warga menyebut juga sudah melibatkan BPN untuk memastikan batas dan luasan setiap tanah milik warga.
Begitu juga status tanah mereka juga harus dipastikan. Sebab ada juga persil yang diapit Jl A Yani sisi Barat dan Timur itu belum berstatus SHM atau hak milik. Status ini akan menentukan nilai ganti rugi.
Baca juga: Jembatan Flyover Aloha Siap Uji Coba di Awal Tahun 2024, Pembangunan Sudah Capai 86 Persen
Galih Sriawan, warga yang lain mengungkapkan bahwa pihaknya tetap akan manut apa yang menjadi ketentuan dalam relokasi atau pembebasan lahan. "Kami tetap minta harga 5 kali NJOP. Tapi kami akan tetap mengikuti aturan dan manut dengan Pemkot Surabaya," kata Galih.
Warga Jemur Gayungan dikatakan selama ini tunduk dengan aturan Pemkot. Saat proyek frontage road, kampung mereka terpangkas 3 meter juga manut. Sementara wacana relokasi yang saat ini sudah berproses sebenarnya juga wacana lama.
Anom dan Galih membandingkan dengan harga tanah di MERR yang saat ini sudah menembus Rp 35 juta per meter. Dengan kelas jalan di tengah kota Jl A Yani itu, harga Rp 55 juta per meter menurut warga sudah pantas. Karena belum tentu setelah menerima ganti rugi bisa dapat rumah lagi.
"Kami ingin tetap jadi warga ber KTP Surabaya. Tidak mau pindah luar Surabaya karena dapat rumah di sana. Kami dengar apraisal Pemkot adalah 2 kali NJOP. Nanti bisa kita ambil titik tengah. Kami tidak kaku," kata Anom lagi.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.