Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Tinggal di Gubuk Reyot, Mbah Hotipah & Putriya Tak Tersentuh Bansos, Takut Rumahnya Roboh: Tabah

Mbah Hotipah dan Putriya hidup penuh keterbatasan di gubuk reyot yang bisa diterpa angin.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/ACH FAWAIDI
Mbah Hotipah dan Mbah Putriya hidup dalam keterbatasan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur 

TRIBUNJATIM.COM - Tinggal di gubuk reyot, Mbah Hotipah (64) dan Putriya (70) hidup nelangsa tak tersentuh bantuan sosial (bansos).

Dua nenek kakak beradik tersebut tinggal di gubuk reyot di Desa Brakas Dajah, Desa Guluk-guluk, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Mbah Hotipah dan Putriya pun hidup dengan penuh keterbatasan di gubuk reyot yang bisa diterpa angin.

Yang membuat miris, dua nenek bersaudara tersebut mengaku tidak pernah sekalipun menerima bansos dari pemerintah.

Baik dari pemerintah daerah Kabupaten Sumenep atau dari pemerintah pusat.

Mbah Hotipah mengaku, justru ia kerap kali mendapatkan bantuan dari warga sekitar.

Mengutip Kompas.com, Mbah Hotipah dan Putriya tinggal di gubuk reyot itu dengan luas sekitar tujuh meter persegi.

Di dalam gubuk reyot tersebut, dapur dan tempat tidurnya pun menjadi satu.

Ketika hujan datang, atapnya tidak mampu menahan air yang datang, sehingga terjadi kebocoran.

Mbah Hotipah pun mengaku sering ketakutan saat angin kencang.

Ia dibuat khawatir tempat tinggalnya roboh diterpa angin.

"Kalau angin kencang selalu khawatir takut roboh," tutur Mbah Hotipah.

Meski hidup dalam keterbatasan, keduanya tetap menunjukkan ketabahan yang luar biasa.

Di usia senja, Mbah Hotipah dan Putriya harus mengandalkan bekerja sebagai buruh tani yang upahnya sangat minim.

Baca juga: Kembalikan Dompet Hilang, OB Jujur Susah Payah Cari Rumah Sang Pemilik, Kini Dapat Banyak Hadiah

Bahkan keduanya hanya mendapatkan pekerjaan jika ada warga yang membutuhkan bantuan di ladang.

"Kalau ada tentangga minta tolong agar sawahnya dibabat atau bantu memanen padi, saya bantu. Biasanya langsung dikasih upah," tuturnya.

Mbah Hotipah mengaku sudah lama tidak saling bertukar kabar.

"Semoga pemerintah masih peduli dengan nasib orang-orang seperti kami," pungkas Mbah Hotipah.

Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70), yang hidup dalam keterbatasan
Dua orang nenek di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bernama Hotipah (64) dan Putriya (70), yang hidup dalam keterbatasan (KOMPAS.com/ACH FAWAIDI)

Di sisi lain, kisah Mbah Semi sempat jadi sorotan.

Pasalnya Mbah Semi sempat utang beras demi makan hingga bikin Mensos Risma nangis.

Kini terungkap kondisinya, ternyata rumah tak ada listrik.

Mbah Semi merupakan seorang nenek berusia 90 tahun.

Ia tinggal di sebuah rumah kecil, Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan.

Tidak ada barang elektronik yang dimiliki Mbah Semi.

Hanya sebuah lampu neon dengan sinar mulai redup, menerangi seisi ruangan rumah Mbah Semi.

Nampak kamar tidur Mbah Semi digabung jadi satu dengan ruang makan.

Kemudian pada sebelah kamar tidur ada ruang tamu, yang dipisahkan dengan lemari pakaian dan gorden. 

Bahkan di ruang tamu juga tidak ada sofa duduk atau meja kecil, layaknya rumah pada umumnya.

Dinding rumah Mbah Semi terpasang plakat yang bertuliskan Kegiatan Penyediaan Sarana Perumahan Terutama Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah atau MBR.

Sang keponakan, Wintarti mengatakan, Mbah Semi mempunyai dua adik yang masih berada di satu desa namun beda rumah.

"Di rumah sini setiap pagi sama siang, kalau malam Mbah Semi tidur di rumah ponakan," jelasnya.

"Jaraknya dekat," ujar Wintarti, Kamis (21/3/2024).

Baca juga: Mensos Risma Nangis Mbah Semi Utang Beras Demi Makan, Tertunduk saat Dengar Kisahnya di Rapat DPR

Dirinya mengungkapkan, sejak dari dulu, Mbah Semi tidak mau diajak tinggal ke rumah ponakan.

"Betul Mbah Semi tinggal di rumah ini sendirian, dulunya ada nenek sama ibunya. Punya anak satu meninggal. Suami sudah wafat," ungkap Wintarti.

Meski tinggal sebatang kara, namun tetangga sekitar ikut menaruh rasa perhatian terhadap Mbah Semi.

"Soal yang disebutkan Mbah Semi pekerja kerupuk lempeng, Mbah Semi kadang kalau di rumah sendirian, jenuh."

"Pengin aktivitas membantu usaha kerupuk milik tetangga depan rumahnya," bebernya.

Lebih lanjut Wintarti membantah jika Mbah Semi tidak dapat bantuan.

Dirinya mengaku sering mengambil bantuan dari pemerintah, lalu diserahkan langsung kepada Mbah Semi.

"Saya ambil Bantuan Bunda Kasih Rp300 ribu. Saya kasih semua tapi tidak mau, mintanya seminggu Rp50 ribu sampai Rp100 ribu."

"Sisanya saya tabung buat kebutuhan Mbah Semi seperti pijat atau obat obatan," paparnya.

"Kadang-kadang masak, kalau tidak cocok sama lauk pauk dari bantuan permakanan. Masaknya di rumah sini," tutup Wintarti.

Sementara itu, ketika berusaha diwawancarai oleh para wartawan, sesekali Mbah Semi menjawab pertanyaan dengan menggunakan Bahasa Indonesia.

"Alhamdulillah kondisi saya sehat, selamat. Saya tinggal sendiri. Malam tidur di rumah ponakan. Saya sepuh tidak kerja, jadi cuma bersih-bersih rumah. Bersyukur dapat bantuan beras," tandasnya.

Keponakan Mbah Semi, Wintarti, ketika melihat kondisi Mbah Semi,Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Kamis (21/3/2024)
Keponakan Mbah Semi, Wintarti, ketika melihat kondisi rumahnya di Desa Gebyog, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Magetan, Kamis (21/3/2024). (TribunJatim.com/Febrianto Ramadani)
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved