Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Surabaya

Sosok Guru Besar ITS Ciptakan Bahan Anti Radar dari Bahan Pasir Besi Lumajang dan Arang Bambu

Adanya pesawat asing yang tidak terdeteksi oleh sistem radar saat melintasi Laut Jawa pada tahun 2010 silam menginspirasi guru besar ITS

|
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Samsul Arifin
istimewa
Prof Dr Mashuri SSi, profesor dari Departemen Fisika ITS yang bertekad untuk menginisiasi dan ikut meneliti bahan penyerap gelombang radar. 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Adanya pesawat asing yang tidak terdeteksi oleh sistem radar saat melintasi Laut Jawa pada tahun 2010 silam menginspirasi guru besar Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) untuk menciptakan bahan antiradar guna menyokong teknologi pertahanan dan keamanan nasional.

Yaitu Prof Dr Mashuri SSi, profesor dari Departemen Fisika ITS yang bertekad untuk menginisiasi dan ikut meneliti bahan penyerap gelombang radar.

Bersama tim Laboratorium Material Maju ITS, Guru Besar ke-203 ITS ini mengembangkan teknologi antiradar dari bahan-bahan yang tersebar di Indonesia. 

Pada dasarnya, penyerap gelombang radar dibuat dari bahan magnetik dan dielektrik seperti karbon. 

“Secara fisik, permukaan dari antiradar ini dibentuk dengan banyak sudut lancip sehingga gelombang elektromagnetik tidak dapat terpantulkan kembali,” papar lelaki kelahiran tahun 1969 itu.

Baca juga: Rektor Baru ITS Surabaya segera Dilantik, Alumni Siap Perkuat Sinergi dan Kolaborasi dengan Kampus

Lebih rinci, alumnus doktoral Fisika ITS itu menggunakan pasir besi Lumajang dan arang bambu sebagai bahan untuk membuat teknologi antiradar. 

Dalam prosesnya, pasir besi dari letusan Gunung Semeru ini disintesis guna mengekstrak serbuk magnetik dalam pasir besi tersebut. 

Sementara itu, metode karbonisasi dilakukan pada arang bambu agar terbentuk serbuk reduced Graphene Oxide (rGO). 

"Saya melakukan uji pengukuran penyerapan gelombang radar menggunakan alat bernama Vector Network Analyzer. Dengan pita frekuensi 8 hingga 18 gigahertz (GHz), perpaduan kedua material ini mampu menyerap gelombang radar hingga -20 desibel (dB),"urainya.

Angka tersebut menunjukkan bahwa daya serap gelombang radar tersebut mencapai lebih dari 99 persen.

Mashuri menjelaskan bahwa angka tersebut dapat berbeda apabila komposisi paduan antiradar dengan cat saat pengaplikasian pada alat pertahanan ini tidak seimbang.

Selain itu, faktor lingkungan pun menjadi hal penting untuk menjaga konsistensi dari daya serap gelombang radar.

 “Apabila antiradar ini ingin digunakan pada kapal, tentu harus dipastikan bahwa antiradar yang digunakan memiliki sifat anti korosi,” ujarnya.

Dalam realisasinya, Mashuri mengharapkan bahan antiradar yang baru diciptakan di Indonesia ini dapat diaplikasikan dalam waktu cepat pada sektor pertahanan dan keamanan nasional. 

“Harapannya, kita mampu menguasai dan memiliki pemahaman yang sama dengan negara lain serta tidak hanya bergantung dari pihak luar,” tandasnya. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved