Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Ibadah Haji 2024

Harus Pahami Manasik, Haji Tak Sah bila Jemaah Tinggalkan Salah Satu Rukun Haji

Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam (denda).

Penulis: M Taufik | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/M TAUFIK
Jemaah Haji saat di Masjidil Haram Makkah, Selasa (11/6/2024) 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, M Taufik

TRIBUNJATIM.COM, MAKKAH - Rukun haji adalah rangkaian amalan yang harus dilakukan dalam ibadah haji dan tidak dapat diganti dengan amalan lain, walaupun dengan dam (denda).

Jika rukun ini ditinggalkan, ibadah haji seseorang tidak sah. Rukun haji tersebut adalah, Ihram (niat),  wukuf di Arafah, tawaf Ifadah, Sa’i, Cukur (Tahallul) dan Tertib.

Mengutip dari buku Manasik Haji yang diterbitkan Kementerian Agama, diperlukan syarat, rukun, dan wajib haji bagi seorang muslim yang akan menjalankan ibadah haji 2024. 

“Jemaah perlu memiliki pemahaman yang baik tentang syarat, rukun, dan wajib haji, agar ibadah haji yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syariat,” kata anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda, Selasa (11/6/2024). 

Seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus memenuhi syarat yaitu Islam, telah Baligh (dewasa), Aqil (berakal sehat), Merdeka (bukan hamba sahaya), dan Istita’ah (mampu). 

Baca juga: Jalani Ibadah Haji 2024, ini Doa Witan Sulaeman pada Timnas Indonesia di Piala Dunia 2026

Istita’ah, seseorang mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari segi jasmani, rohani, ekonomi, keamanan. Secara jasmani, jemaah harus sehat, kuat, dan sanggup secara fisik melaksanakan ibadah haji. 

Dari segi rohani, jemaah mengetahui dan memahami manasik haji, lalu berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.

“Secara ekonomi, jemaah haji mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang ditentukan oleh pemerintah dan berasal dari usaha/ harta yang halal,” jelasnya. 

Biaya haji yang dibayarkan bukan berasal dari satu-satunya sumber kehidupan yang apabila sumber kehidupan itu dijual terjadi kemudaratan bagi diri dan keluarganya, dan memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan.

Sementara dari segi keamanan, yaitu aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji. Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan, dan tidak terhalang, misalnya mendapat kesempatan atau izin perjalanan haji termasuk mendapatkan kuota tahun berjalan, atau tidak mengalami pencekalan.

Baca juga: Puncak Ibadah Haji Kian Dekat, Ratusan Jemaah Haji asal Madiun Dihantui Ancaman Flu dan Batuk

“Sementara wajib haji adalah rangkaian amalan yang harus dikerjakan dalam ibadah haji yang bila salah satu amalan itu tidak dikerjakan ibadah haji seseorang tetap sah, tapi dia harus membayar dam,” kata Widi. 

Wajib haji tersebut yaitu Ihram, yakni niat berhaji dari miqat, mabit di Muzdalifah, mabit di Mina, melontar jumrah Ula, Wusta dan Aqabah, dan tawaf Wada (bagi yang akan meninggalkan Makkah).

“Jika seseorang sengaja meninggalkan salah satu rangkaian amalan itu tanpa adanya uzur syar’i, ia berdosa,” tandas dia. 

Menunggu puncak haji, kata Widi, jemaah agar menempatkan persiapan menjalani rangkaian puncak haji sebagai prioritas utama. Aktivitas ibadah dapat dilakukan di hotel dan membatasi bepergian ke luar hotel. 

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved