Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Alasan Dokter Sudanto Mau Dibayar Cuma Rp2 Ribu, Tiap Hari Layani Ratusan Pasien, Kini Naikkan Harga

Inilah sosok Dokter Sudanto dibayar Rp 2 ribu saat obati pasien. Alasan di baliknya pun terungkap.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
via TribunTimur
Alasan Dokter Sudanto Mau Dibayar Cuma Rp2 Ribu, Tiap Hari Layani Ratusan Pasien, Kini Naikkan Harga 

TRIBUNJATIM.COM - Inilah sosok Dokter Sudanto dibayar Rp 2 ribu saat obati pasien.

Alasan di baliknya pun terungkap.

Diketahui, kisah Dokter Sudanto viral setelah diunggah di Instagram.

Ia memiliki nama lengkap dr Fransiskus Xaverius Soedanto atau FX Soedanto.

Dokter Sudanto melayani warga Papua dengan tarif Rp 2 ribu.

Dokter Sudanto mengabdi selama puluhan tahun di tengah keterbatasan.

Ia meninggalkan kampung halamannya di Pulau Jawa, tepatnya di Kebumen, Jawa Tengah, demi melayani masyarakat di ujung timur Indonesia, tanah Papua.

 Fransiskus Xaverius Soedanto lahir dari pasangan Umar dan Mursila, sebagai anak keenam.

Ibunya yang berprofesi sebagai perawat menjadi inspirasi baginya saat memilih meninggalkan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan di Universitas Gadjah Mada atau UGM untuk memasuki Fakultas Kedokteran UGM.

Pengabdian dokter yang terkenal karena melayani pasiennya hanya dengan tarif Rp 1.000 itu berawal sejak tamat dari Fakultas Kedokteran UGM pada 1975.

Saat itu, dia mendaftar program Dokter Inpres.

Baca juga: Sosok Bos HP Tokonya Didatangi Ratusan Pelamar Kerja, Beri Uang Saku Rp 100 Ribu, Sebut Luar Biasa

Fransiskus Xaverius Soedanto muda mendapat penempatan di Asmat, Irian Jaya, atau sekarang dikenal Papua.

"Begitu SK Gubernur keluar 1975, saya ke Asmat dan jadi dokter di rumah sakit peninggalan Belanda," tutur pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah itu, melansir dari TribunTimur.

Terhitung, 6 tahun Fransiskus Xaverius Soedanto melayani masyarakat di Asmat.

Berjalan kaki masuk – keluar hutan dan rawa, Fransiskus Xaverius Soedanto mengecek kesehatan masyarakat dari satu kampung ke kampung lainnya.

Bahkan, saat menembus luasnya hutan Asmat untuk menjangkau para pasien, Fransiskus Xaverius Soedanto hanya mengkonsumsi makanan seadanya.

"Saya hanya makan sagu dan ikan, sebab tidak ada sayur di sana, karena daerahnya rawa," ujarnya.

"Tapi, selama di Asmat, saya tidak sendiri. Saya ditemani beberapa tenaga medis masyarakat asli di sana," kata Soedanto kepada Tribun-Papua.com, di Jayapura, Papua, Jumat (21/1/2022).

Baca juga: Sosok Remaja 16 Tahun Angeline Wong, Desainer Sekaligus Model Jadi Duta Pariwisata Jawa Timur 2024

Soedanto menceritakan masyarakat Asmat hidup dengan nilai budaya yang kental, bahkan mereka masih memakai pakaian berbahan dasar rumput. 

“Selama melayani, banyak masyarakat tak mampu. Mereka hanya membayar dengan sagu, ataupun kayu bakar dari hutan," katanya.

Inilah awal kisah Fransiskus Xaverius Soedanto yang berjuluk Dokter Seribu Rupiah memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tidak memasang tarif tinggi.

Setelah mengabdi di Asmat, Fransiskus Xaverius Soedanto pindah ke Jayapura pada 1982.

Rumah Sakit Jiwa Abepura menjadi tempatnya melayani pasien hingga pensiun pada 2013.

Namun, ketulusannya dalam melayani pengobatan masyarakat tidak pernah padam.

Alhasil, Apotek Rahmat di Jalan Ayapo, nmor 11 Abepura, Kota Jayapura, menjadi tempat baginya untuk terus memberikan pelayanan kesehatan bagi warga Kota Jayapura.

Hingga saat ini, genap sudah 40 tahun Soedanto memberikan pelayanan kesehatan di Negeri Matahari Terbit, Port Numbay.

"Waktu membuka praktek saat itu, rata-rata yang datang masyarakat kelas bawah, seperti pekerja bangunan, dan lain sebagainya," tutur pria yang sealmamater dengan Presiden RI, Jokowi di UGM itu.

Kata dia, pada tahun itu, harga pemeriksaan diberikan bagi masyarakat cukup murah.

"Sejak 1982 hingga 1985 biayanya Rp 500. Kemudian, saya lupa di tahun berapa itu naik menjadi Rp 2.000. Saya lupa karena sudah lama sekali. Sampai baru-baru ini sudah Rp 5.000,” katanya.

Baca juga: Ditagih Parkir Rp1,3 Juta, Sopir Truk Syok sampai Lemas, Sikap Ibu Pemilik Warung Disebut Tak Ikhlas

Biaya pengobatan naik lantaran masyarakat saat ini sudah cukup memiliki pendapatan yang baik dan kebutuhan keluarganya juga semakin meningkat.

"Dulu anak baru satu, kebutuhan juga masih sedikit. Tapi lama-lama anak bertambah, yah kebutuhan hidup tambah naik, seperti ongkos sekolah dan lain sebagainya, makanya baru-baru ini naik Rp 5.000," ujarnya.

Namun, menurut Fransiskus Xaverius Soedanto, walau harga pemeriksaannya bertambah beberapa ribu, pasien yang datang ke tempat prakteknya terus meningkat.

"Setiap hari itu banyak pasien. Rata-rata 200 pasien saya periksa,” jelasnya.

Mulai pukul 9.00 WIT, sudah banyak pasien antre.

“Jadi saya harus periksa satu per satu sampai kadang saya pulang pukul 15.00 – 16.00 WIT. Tapi itupun masih ada yang datang,” katanya menerangkan.

Baca juga: Sosok Aby Buronan Polisi Ngaku Ustaz Sakti Peneropong Masa Depan, Hipnotis Warga Modus Tanya Alamat

Dengan kondisi tubuh yang kini semakin menua, Fransiskus Xaverius Soedanto mengaku terkadang dirinya merasa lelah.

"Tapi mau bagaimana, untuk masyarakat, saya harus tetap melaksanakan kewajiban saya sebagai dokter," katanya pungkas.

Pada tahun 2022 ini, genap sudah 46 tahun Dokter Seribu Rupiah melayani bagi masyarakat di Papua.

Sematan Dokter Seribu Rupiah sendiri diberikan karena Fransiskus Xaverius Soedanto memasang biaya yang sangat terjangkau bagi pasiennya.

Ia bahkan rela menerima pasien yang hanya memberikan ucapan terima kasih sebagai balasan.

Kemurahan hari Fransiskus Xaverius Soedanto mendapat apresiasi dari banyak pihak

Kisah Viral Lainnya

Sementara itu, sosok bidan di Yogyakarta mendadak viral lantaran memperlakukan seekor anak domba bak anaknya sendiri. 

Dari video yang beredar, bidan itu kerap menggendong anak domba menggunakan kain jarit seperti bayi. 

Juga sesekali memakaikan baju ke domba peliharannya. 

Sosok bidan viral itu, adalah Irna Tri Wijayanti, warga Kelurahan Glagah, Kapanewon Temon, Kulon Progo, Yogyakarta.

Ibu dua anak itu mengatakan, domba kesayangannya bernama Momot Cemot.

"Senangnya jalan-jalan," katanya, dikutip dari Tribun Jogja.

Awalnya, Irna hanay iseng membuat konten menggendong anak domba.

Ia tak menyangka konten tersebut justru viral.


Irna mengatakan, Cemot awalnya ia minta dari sang suami, Heri Prayitno yang mengelola peternakan kambing dan domba.

Mulailah anak domba itu diperlakukan seperti anak sendiri, bahkan ia rutin mengajak anak domba itu jalan-jalan.

 "Anak saya sendiri kebetulan senang mengajak Cemot jalan-jalan, biasanya ke Pantai Glagah," ujar Irna.

Di sisi lain, kehadiran Cemot di Pantai Glagah itu pun menarik perhatian pengunjung.

Bahkan, mereka tidak segan mendekat dan menyentuh anak domba tersebut.

Saking dekatnya dengan Cemot, Irna kerap membawanya dalam berbagai aktivitas.

Biasanya, Cemot akan dibawa dalam gendongan kain, lalu diajak berkeliling dengan sepeda motor.

"Cemot juga diam saja kalau diajak naik motor, kadang saya ajak juga pas metik sayur," kata wanita yang berprofesi sebagai bidan ini.

Baca juga: Sosok Penari Cilik Asal Gresik Wakili Indonesia di Ajang Delegasi Budaya di Belanda

Menurut Irna, Cemot adalah hasil kawin silang antara domba jenis Texel dan Gibas.

Perkawinan silang itu menghasilkan bentuk bulu yang bagus dan lembut di tubuh Cemot.

Kini, Cemot pun menjadi anak domba yang populer di sekitar Glagah.

Irna pun berniat untuk mengasuh Cemot sampai dewasa.

"Mau saya pelihara saja, buat klangenan (kesenangan)," katanya.

Heri, suami Irna mengaku tidak keberatan dengan hobi dan kesenangan istrinya itu.

Ia bahkan memberikan dukungan penuh dan ikut merawat Cemot.

Ia pun juga ikut senang dengan hobi istrinya.

Sebab dengan adanya Cemot membuat Irna tidak merasa jenuh dan bosan dalam menjalani hidup sehari-hari.

"Setidaknya biar istri saya ada hiburan setiap hari," ujar Heri.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved