Berita Viral
13 Tahun Lalu Gadaikan Tanah, Tukang Pijat Buta Nangis Sertifikat Pindah Tak Karuan, Habis Rp7 Juta
13 Tahun gadaikan sertifikat tanah, seorang tukang pijat tunanetra malah mendapat kesialan dengan kondisi sertifikatnya yang bak ditelan bumi.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - 13 tahun gadaikan tanah, tukang pijat tunanetra berakhir miris karena malah menjadi korban penipuan.
Ngatemin (50) seolah terus mendapatkan cobaan di tengah usahanya mencari sertifikat tanah atas rumah tinggalnya.
Penyandang tuna netra di Dukuh Bakalan, RT 1, RW 06, Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali itu kebingungan mencari sertifikat rumah miliknya yang digadaikan 13 tahun lalu.
Padahal, rumah yang dia tempati ini merupakan satu-satunya harta yang dimiliki.
Apalagi rumah tersebut hingga kini masih ditempati olehnya dan keluarga.
Pria yang berprofesi sebagai tukang pijat itu mengaku sertifikat rumah nya dia gadaikan kepada perorangan belasan tahun lalu.
Itu terpaksa dia lakukan untuk kebutuhan sehari-hari.
Pasalnya saat itu, selain dia yang hanya seorang tukang pijat, istrinya juga menderita sakit parah.
"Dulu kan saya butuh uang. Terus sertifikat saya gadaikan Rp 2 juta," ujarnya.
Sertifikatnya dia gadaikan ke seseorang warga perumahan yang bernama Dwi Harini, dilansir TribunJatim.com dari TribunSolo.com, Senin (24/6/2024).
Baca juga: Ditinggal 2 Tahun, Mbah Siyem Nangis Tanahnya 1,7 Hektar Kini Jadi SD dan Kolam, Pemdes: Ambil Alih
Dia pun kemudian mengasur uang yang dia pinjam.
Namun, saat akan melunasi, sertifikatnya sudah berpindah tangan.
Dibantu sang kakak, sertifikat tanahnya terus dikejar.
Dia pun terus menanyakan kepada Rini sapaan Dwi Harini sang pemberi utangan.

Namun lagi, keduanya pulang dengan tangan hampa.
Bahkan, beberapa bulan lalu dia juga diduga jadi korban penipuan.
Saat itu, ada seseorang yang mengetahui keberadaan sertifikat itu berada.
Orang itu kemudian meminta uang Rp 10 juta untuk menebus sertifikat itu.
Namun setelah menyerahkan uang Rp 7 juta, pelaku kabur melarikan diri.
"Rencananya, kekurangannya Rp 3 juta akan saya serahkan setelah sertifikat saya pegang. Tapi orang tersebut malah kabur melarikan diri," jelasnya.
Baca juga: Kades Gelapkan Uang Warga 856 Juta, Beri 4 Sertifikat Tanah Buat Jaminan, Ternyata Punya Orang Lain
Padahal uang Rp 7 juta itu juga dari utangan.
"Saya cuma tukang pijat. Dapat uang Rp 7 juta dari mana kalau tidak utang," imbuhnya.
Sementara itu, Dwi Harini mengatakan saat itu, Ngatemin butuh dana Rp 3 juta.
Dia pun berniat menggadaikan sertifikatnya.
Namun, dia yang tak punya uang segitu, kemudian meminta bantuan temannya lagi.
"Kan sertifikat ditinggal di sini. Terus saya kasihkan ke teman saya. Bisa cair Rp 2 juta ," jelasnya.
Uang itu kemudian dia serahkan ke Ngatemin.
Selang beberapa waktu kemudian, Rini menyarankan agar Ngatemin segera melunasi utang dan mengambil sertifikatnya.
Ngatemin pun kemudian mulai mengangsur utangnya.
Angsuran itu dia serahkan langsung ke teman Dwi Harini.
Ngatemin ternyata baru mengangsur sekali.
Rini yang mengira sudah beres pun dibuat kaget.
Ternyata utang itu belum lunas.
"Saya dah ga tau. Ternyata sertifikat (ada yang mau mengambilkan dengan menutup utangannya)," ujarnya.
Namun sayang, sertifikat itu malah tak karu-karuan.
Uang Rp 7 juta yang telah diserahkan kepada seseorang malah tak tau juntrungannya.
"Ya udah sampai sekarang tidak ada kepastian itu. Kita susah nyarinya (temannya yang membawa sertifikat dan memberikan utangan," pungkasnya.

Kisah miris serupa juga dialami oleh seorang nenek di Jawa Tengah.
Mbah Siyem tak pernah menyangka harta warisan tanah dari leluhurnya malah berubah setelah dua tahun ditinggal.
Hak atas tanah sebesar 1,7 hektar milik Mbah Siyem itu ternyata jatuh ke tangan pihak lain.
Bukan sesama warga, Mbah Siyem tak menyangka tanah 1 koma 7 hektar yang dihibahkan dari orang tua untuknya itu diambil alih kepemilikan oleh pemerintah setempat.
Tak mendapat keadilan, kini Mbah Siyem tengah berusaha untuk mewujudkan hak keadilan baginya.
Namun tampaknya, usaha Mbah Siyem harus lebih keras.
Mbah Siyem meninggalkan tanah dan rumahnya untuk sementara agar bisa merantau dan bekerja sejak 2022 silam.
Mbah Siyem tak punya pikiran apapun sepulang dari Sumatera setelah banting tulang selama 2 tahun.
Mbah Siyem (60) akhirnya kaget bukan kepalang mengetahui sertifikat tanah warisan bapak kandungnya, Kasman tiba-tiba berganti kepemilikan.
Tanah sebesar 1,7 di Dusun Sarip, Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah telah berganti kepemilikan.
Begitu kagetnya Mbah Siyem ketika pulang dan mendapati tanah 1,7 hektar milik ayahnya itu berganti dengan sebuah bangunan SD dan kolam renang.
Baca juga: Mbah Sombret Bayar Ojek Rp 600 Ribu Demi Antar Tetangga Berangkat Haji, Kades Bantu Beri Rp 100 Ribu
Ibu empat anak ini tak habis pikir, tanah seluas 1,7 hektar yang selazimnya dikuasai oleh dia dan ketiga saudaranya sepeninggal Kasman pada 1965 justru beralih menjadi aset pemerintah Desa Karangasem.
Bahkan, di atas separuh tanah itu kini sudah berdiri bangunan SD dan kolam renang.
Siyem beserta kakak dan adiknya yakni Karmin (70), Kasno (66) serta Parju (58) saat ini masih berjuang menuntut haknya melalui proses peradilan.
Keempatnya menggugat Pemdes Karangasem karena diduga telah sengaja menyerobot tanah wasiat mereka.

Gugatan pun dilayangkan ke Pengadilan Negeri Purwodadi melalui Kantor Pengacara Abdurrahman & Co yang berkantor di Kota Semarang.
Asa keluarga petani ini sejatinya hancur lebur menyusul alat bukti kepemilikan hak atas tanah berupa "Letter C" yang semula absah milik bapaknya mendadak berubah bersertifikat Pemdes Karangasem.
"Kami hanya orang kecil yang ingin menuntut hak kami. Demi Allah, kami tak pernah menjual tanah warisan bapak kami," tutur Siyem, Kamis (30/5/2024), seperti dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com
Kuasa Hukum Siyem bersaudara, M Amal Lutfiansyah menyampaikan, obyek yang disengketakan dulunya sempat digarap keluarga kliennya untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Namun sejak 1990, tanah itu tak lagi dimanfaatkan lantaran kliennya memilih mencari peruntungan ke daerah lain.
"Klien kami adalah ahli waris dari bapaknya yang bernama Kasman yang meninggal tahun 1965, sementara ibu klien kami juga sudah berpulang tahun 1975. Objek tanahnya di Dusun Sarip, Desa Karangasem," kata Lutfiansyah.
Dijelaskan Lutfiansyah, kasus sengketa tanah itu menyeruak pada 2022 saat kliennya selaku ahli waris hendak mendirikan bangunan namun terhalang kewenangan Pemdes Karangasem yang mengklaim telah membayar tanah warisan itu pada 1970.

Tanah itu disertifikasi atas nama Pemdes Karangasem dengan telah terbit sertifikat tanahnya pada 2022 melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
"Pemdes Karangasem mengaku membeli pada 1970, padahal yang punya tanah, Kasman meninggal 1965. Mereka tidak tahu dasar pembeliannya apa, dasar peralihannya apa, tiba-tiba sertifikat itu atas namanya. Kami duga ada penyalahgunaan kewenangan. Ambil alih tanah warga yang tidak ada dasarnya, merugikan klien kami yang notabene warga tidak mampu," tegas Lutfiansyah.
Perkembangannya, sambung Lutfiansyah, pada pertengahan 2023, permasalahan ini sempat dimediasikan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Grobogan.
Hasil kajian, kata Lutfiansyah, muncul kejanggalan dari proses peralihan Letter C milik Kasman berganti Letter C milik Pemdes Karangasem.
"Letter C yang dipaparkan terdapat peralihan ke desa. Namun tidak ada sebab peralihan tanahnya dari perorangan menjadi milik Pemdes. Artinya memang tidak ada pembelian yang sah oleh Pemdes Karangasem dari warga. Sehingga berdasarkan hal tersebut sebetulnya tidak bisa menjadi dasar mendaftarkan sertifikat," ungkap Lutfiansyah.
Dijelaskan Lutfiansyah, kasus dugaan penyerobotan tanah oleh Pemdes Karangasem ini telah diseret ke jalur hukum melalui proses persidangan di Pengadilan Negeri Purwodadi sejak akhir 2023.
Lutfiansyah menyebut, dari beberapa kali persidangan yang masih berlangsung hingga saat ini terungkap pengambilalihan tanah milik kliennya selaku ahli waris dari Kasman itu diduga cacat hukum.

"Sampai saat ini Pemdes Karangasem tidak bisa menunjukkan bukti jual beli. Diduga ada penyimpangan saat penyertifikatan. Apalagi ahli waris tidak pernah merasa menjual tanah itu. Diduga ada perbuatan melawan hukum lebih tepatnya. Proses peralihannya tidak jelas dan tidak berdasar hukum serta ada proses yang dilewati sehingga merugikan hak orang lain dalam hal ini klien kami," terang Lutfiansyah.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Penyandang Tuna Netra
13 tahun gadaikan tanah
Dukuh Bakalan
tukang pijat tunanetra
sertifikat rumah
korban penipuan
Ngatemin
berita viral
TribunJatim.com
Baru Sadar, Pedagang Layani Transaksi Rp 350.000 Padahal Penipu Cuma Transfer Rp 350 |
![]() |
---|
Melihat Rumah Mewah Bos Minyak Riza Chalid yang Kini Jadi Tersangka Korupsi Pertamina |
![]() |
---|
Hukuman untuk Polisi Lempar Helm ke Siswa SMK hingga Koma, Keluarga Korban: Beri Bingkisan untuk Apa |
![]() |
---|
Ulah Bocah Gondol Mobil Polisi Berisi Senjata Api Lalu Kabur ke Hutan, Sempat Buron |
![]() |
---|
Imbas Kasus Keracunan Massal MBG, Sejumlah Guru Tak Mau Cicipi Makanan Meski sudah Diperintah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.