Sosok Ravidho Ramadhan Jadi Doktor Termuda di Usia 26 Tahun & IPK Sempurna, dari Desa Transmigrasi
Ravidho Ramadhan tak hanya meraih gelar doktor, ia juga berhasil dapat IPK sempurna 4,00.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Meraih gelar doktor termuda di FMIPA (Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UGM, sosok Ravidho Ramadhan begitu menginspirasi.
Pasalnya Ravidho Ramadhan tak hanya meraih gelar doktor, ia juga berhasil meraih IPK sempurna 4,00.
Ia pun nampak bahagia saat mengikuti proses wisuda.
Mahasiswa doktor Program Studi Fisika ini berhasil meraih gelar doktor termuda dan tercepat pada usia 26 tahun.
Ravidho Ramadhan adalah laki-laki kelahiran Teluk Balengkong, Indragiri Hilir, Riau, tahun 1998.
Ia akhirnya mampu menuntaskan studinya dengan penelitian berjudul Validasi dan Pemanfaatan Data Satelit Global Precipitation Measurement untuk Analisis Curah Hujan dan Bencana Hidrometeorologi di Indonesia yang dibimbing Dr rer nat Wiwit Suryanto (Promotor), Prof Sholihun (Co-Promotor), dan Prof Marzuki (Co-Promotor).
Tidak hanya menjadi doktor termuda di FMIPA UGM, ia juga berhasil meraih IPK 4,00.
Secara otomatis, ia mendapatkan gelar summa cumlaude.
Ravidho Ramadhan memulai pendidikannya di Desa Tunggal Rahayu Jaya, Riau, sebuah desa transmigrasi dengan keterbatasan akses listrik.
Pada usia lima tahun, Ravidho memulai pendidikan di SD, mengikuti jejak teman-teman sebayanya.
Pendidikan SMP dilanjutkan di kampung halaman dan SMA di kota kabupaten.
"Saya menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 pada Jurusan Fisika Universitas Andalas melalui program Fast Track sehingga dapat menyelesaikan studi S1 dan S2 selama lima tahun," sebutnya, mengutip laman UGM via Kompas.com.
Ia memilih fokus pada analisis variabilitas struktur vertikal curah hujan di Sumatera menggunakan data pengamatan permukaan dan satelit ketika S2.
Ketertarikan Ravidho pada program S3 Fisika di UGM didorong oleh penawaran program By Research yang fleksibel, memungkinkan ia tetap bekerja sebagai asisten riset di Universitas Andalas.
Baca juga: Perjuangan Emil Anak Petani Sawit Berhasil Kuliah Gratis di UGM, Semangat Meski Daerahnya Tertinggal
Ia menemukan promotor yang mendukung penelitian di bidang fisika atmosfer.
Ravidho berpendapat bahwa minat terhadap bidang fisika di Indonesia menurun akibat rendahnya daya serap dunia kerja.
"Tantangan ini memicu para penggiat fisika untuk lebih kreatif dalam mengaplikasikan ilmu fisika agar bermanfaat bagi masyarakat," paparnya.
Salah satu tantangan terbesar selama studi adalah mengelola waktu antara studi doktoral dan pekerjaan sebagai asisten riset.
Oleh karena itu, Ravidho menekankan pentingnya komunikasi dengan promotor dan pembagian skala prioritas untuk menyelesaikan tugas-tugas secara efektif.
Untuk menjaga motivasi, ia gemar membaca buku self-improvement dan berdiskusi untuk bertukar ide.
Salah satu pencapaian yang membanggakan adalah artikel pertamanya yang berhasil diterbitkan di jurnal terindeks Q1 Scopus.
"Penelitian tugas akhir saya mengambil topik validasi dan pemanfaatan data satelit Global Precipitation Measurement (GPM) untuk analisis curah hujan dan bencana hidrometeorologi di Indonesia," sebutnya.

Motivasi terbesar Ravidho datang dari keluarga, terutama ibu yang selalu menekankan pentingnya pendidikan.
Secara akademis, dosen pembimbingnya Prof Marzuki memberikan dampak besar dalam perkembangan akademisnya.
Sebagai anak pertama dan suami, ia bertekad menjadi panutan bagi orang-orang tercintanya.
Setelah menyelesaikan studi S3, ia akan menjalani program post-doctoral di Kyoto University melalui program Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) dengan Prof Hiroyuki Hashiguchi sebagai host researcher.
Ravidho meyakini bahwa apa yang ia capai dapat diraih oleh siapapun dengan kemauan yang kuat.
"Satu hal yang saya yakini, pendidikan adalah salah satu jalan paling masuk akal untuk meningkatkan taraf hidup kita dan keluarga di masa depan," tutupnya.
Baca juga: Bangganya Penjual Telur Sang Anak Bisa Kuliah Murah di UGM, Nazar Ibu Terkabulkan: Terbentur Biaya
Sementara itu, seorang pencari rumput ketika sang anak berhasil mendapatkan beasiswa penuh di Universitas Gadjah Mada atau UGM.
Senyum pria yang juga seorang guru honorer tersebut begitu merekah ketika anaknya diterima kuliah di UGM.
Apalagi mengingat perjuangannya selama 30 tahun mengajar dengan gaji pas-pasan.
Sosok guru honorer tersebut adalah Muhidin (59) yang selalu mendukung cita-cita sang anak, Gigih Indah Sukma Halwai.
Gigih dinyatakan diterima di program studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
Diketahui, Gigih menjadi satu-satunya murid MAN 1 Lombok Timur yang berhasil lolos UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) 2024.
Gigih mengaku, perasaannya campur aduk saat tahu ia diterima di kampus impiannya.
"Deg-degan, nangis, bahagia, semuanya campur," ceritanya haru saat ditemui di rumahnya.
Tepatnya yang berada di Desa Tirtanadi, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Saya masih tidak percaya bisa diterima di UGM lewat SNBP. Di sekolah saya, jarang ada yang lulus SNBP," imbuhnya, melansir laman UGM.
Ibu Gigih telah meninggal sejak tahun 2019.
Kendati begitu, sejak kecil Gigih memperlihatkan tekad dan kegigihannya dalam mengejar pendidikan.
Mimpi berkuliah di UGM ia upayakan dengan rajin belajar dan mengikuti berbagai perlombaan.
Gigih berhasil meraih berbagai prestasi, termasuk medali perak dan perunggu di Olimpiade Fisika dan gelar juara 1 di kompetisi inovasi sains tingkat provinsi.

Anak ketiga dari empat bersaudara ini memang gemar belajar fisika.
Gigih aktif mengikuti klub belajar fisika di sekolahnya.
Di klub ini, ia terbiasa membahas soal-soal Olimpiade maupun membuat kreasi alat inovasi.
Meski terkenal sulit, soal-soal fisika membuatnya merasa senang dan tertantang.
Sementara Muhidin sebagai orang tua selalu mendukung cita-cita sang anak.
Ia menjadi sosok yang memantik semangat sang anak untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya.
Muhidin tidak pernah memaksa Gigih untuk menjadi juara kelas.
Yang terpenting baginya ialah Gigih rajin belajar dan memiliki karakter yang baik.
"Saya sebagai orang tua selalu memberikan motivasi, apapun pandangan atau pendapatnya tidak pernah saya bantah."
"Kalau cita-cita Gigih baik bagi hidupnya di dunia dan akhirat, saya berdoa semoga Tuhan mengabulkan."
"Kalau kuliah di UGM baik untuk hidup Gigih ke depan, keluarga tentu mendukung," ujar Muhidin, melansir Tribun Jabar.
Bagi Muhidin tidak mudah menjalani peran sebagai ayah sekaligus ibu setelah istrinya, Purnawati, meninggal dunia.
Tentu saja kepergian istrinya menjadi ujian berat tidak hanya baginya, tapi keempat anaknya.
Mulanya, ia mengaku kesulitan saat harus menyesuaikan diri dengan tanggung jawab ganda ini, apalagi perkembangan anak bungsunya agak terhambat.
Dulu, kata Muhidin, mendiang istrinyalah yang biasanya mengurus toko alat rumah tangga yang ada di depan rumah mereka.
Penghasilan dari toko digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Namun karena tak ada lagi yang semahir sang istri dalam berdagang, toko tersebut kini tidak ada yang mengurusi.
Tak pernah lagi Muhidin mengisi barang-barang untuk dijual di toko.
Sedangkan sehari-harinya Muhidin berprofesi sebagai guru honorer.
Lulusan Pertanian Universitas Mataram tahun 1990 ini mengaku tak langsung mendapatkan pekerjaan setelah wisuda.
Untungnya, dua tahun berselang, temannya pun menawarkan posisi guru matematika di MAS NW Korleko.
Semenjak itu Muhidin pun mengabdikan diri sebagai pahlwan tanpa tanda jasa.
"Pernah juga saya ikut teman jadi TKI di Malaysia, tetapi hanya setahun. Selepas itu, saya kembali lagi jadi guru," kenangnya.
Lebih dari 30 tahun Muhidin mengajar, berbagai karakter anak telah ia temui.
Adakalanya, di ruang guru, ia dan beberapa rekan menangisi anak-anak yang terlampau nakal.
Meski begitu, ia tetap mendoakan agar segala ilmu yang ia berikan bisa bermanfaat buat mereka.
Dengan penghasilan sebesar Rp2.000.000 sebulan, Muhidin harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Terlebih, pada Desember ini, ia tidak lagi menerima uang sertifikasi karena telah memasuki usia pensiun.
Kendati masih diperbolehkan mengajar, penghasilannya akan berkurang drastis karena mendapatkan gaji pokok Rp500.000 per bulan.
"Untuk tambah-tambah, setelah mengajar, saya juga ngarit rumput untuk pakan sapi," ujar Muhidin.

Meski penghasilannya sebagai guru honorer pas-pasan, Muhidin selalu berupaya memenuhi kebutuhan Gigih.
Saat sang anak menyampaikan keinginan untuk berkuliah di UGM, awalnya Muhidin merasa berat.
Ia khawatir melepas anaknya menimba ilmu yang jaraknya lebih 800 kilometer.
Namun Muhidin sangat bahagia saat Gigih dinyatakan mendapatkan subsidi UKT 100 persen dari UGM.
Ketika itu, ia dan Gigih terkejut hingga memeriksa layar beberapa kali.
Kini, ia dan Gigih pun tinggal menunggu pengumuman beasiswa KIP Kuliah.
"Saya sangat merasa terbantu dengan adanya subsidi UKT, khususnya dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti ini," ucapnya sambil berdoa agar subsidi ini dapat dimanfaatkan Gigih dengan sebaik-baiknya.
Menjelang keberangkatan Gigih ke Yogyakarta, Muhidin tak henti-hentinya memberikan nasihat.
Ia mengingatkan Gigih untuk selalu menjaga tutur kata dan perilaku di tanah rantau, serta memanfaatkan subsidi yang diterima secara maksimal.
Tak lupa, ia juga berpesan agar Gigih selalu disiplin menunaikan salat lima waktu.
"Nanti, setelah di Yogyakarta, jaga diri baik-baik. Jaga baik-baik apa yang keluar dari mulut sebab bila salah, itu bisa membahayakan."
"Bertutur kata yang lemah lembut, sabar, dan jangan lupa salat," pesannya.
BREAKING NEWS : Subuh Mencekam, Pemilik Warung Angkringan di Ngawi Ditikam Orang Tak Dikenal |
![]() |
---|
JATIM TERPOPULER: Maling Motor Modus COD di Probolinggo - Jasad Wanita di Lahan Kosong Surabaya |
![]() |
---|
Paguyuban Tani Puncu Gelar Demo di Kantor BPN Kediri, Tolak Pemerintah Patok Lahan Fasilitas Sosial |
![]() |
---|
Mantan Pimpinan KPK Duga Noel Ebenezer Dilaporkan Orang Dekat: Ruangan Kawan Disadap |
![]() |
---|
Pamit Jadi TKI, Warga Malah Berakhir Jadi PSK setelah Dijual Rp 10,5 Juta, Diselamatkan Konsulat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.