Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Hakim Protes Gaji Tak Naik selama 12 Tahun, Masih Sama dengan PNS Biasa, Janjian Mogok Kerja 5 Hari

Ribuan hakim protes lantaran gaji dan tunjangan tak naik selama 12 tahun. Imbasnya, para hakim di pengadilan seluruh Indonesia itu akan mogok kerja.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
via TribunJateng
ILUSTRASI: Hakim Protes Gajinya Tak Naik selama 12 Tahun, Janjian Mogok Kerja 5 Hari, Tak Mau Sama dengan PNS 

TRIBUNJATIM.COM - Ribuan hakim protes lantaran gaji dan tunjangan tak naik selama 12 tahun.

Imbasnya, para hakim di pengadilan seluruh Indonesia itu akan mogok kerja selama lima hari.

Melansir dari Kompas.com, mereka akan melakukan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024.

Gerakan ini bernama Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini sebagai bentuk protes hakim atas sikap pemerintah yang belum memprioritaskan kesejahteraan hakim.

“Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia ini akan dilaksanakan secara serentak oleh ribuan hakim mulai tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024,” kata Juru Bicara Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, Kamis (26/9/2024).

Fauzan mengatakan, aturan mengenai gaji dan tunjangan jabatan hakim yang saat ini berlaku mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.

Sampai saat ini, kata dia, PP tersebut belum disesuaikan. Padahal, Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahun.

“Hal ini membuat gaji dan tunjangan yang ditetapkan 12 tahun lalu menjadi sangat berbeda nilainya dibandingkan dengan kondisi saat ini,” tutur Fauzan.

Menurut Fauzan, gaji pokok hakim saat ini masih sama dengan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) biasa.

Padahal, tanggung jawab dan beban mereka lebih besar.

Kondisi ini mengakibatkan penghasilan hakim merosot drastis ketika mereka pensiun.

Baca juga: Guru Besar hingga Civitas Akademik FK Unair Ancam Mogok Kerja sampai Jabatan Dekan Dikembalikan

Selain gaji pokok, tunjangan jabatan hakim juga tidak berubah dan disesuaikan selama 12 tahun terakhir.

Akibatnya, nilai tunjangan yang saat ini diterima hakim tidak relevan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup.

“Akibatnya, banyak hakim yang merasa bahwa penghasilan tidak lagi mencerminkan tanggung jawab dan beban kerja yang mereka emban,” ujar Fauzan.

Fauzan mengatakan, kesejahteraan hakim yang tidak memadai bisa mendorong hakim ke jurang korupsi.

Sebab, penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup.

Di sisi lain, PP Nomor 94 tahun 2012 itu dinilai tidak lagi memiliki landasan hukum yang kuat karena Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang memerintahkan agar gaji hakim ditinjau ulang.

“Karena itu, revisi terhadap PP 94/2012 untuk menyesuaikan penghasilan hakim menjadi sangat penting dan mendesak,” kata Fauzan.

Baca juga: Buruh Perumda Perkebunan Kahyangan Jember Demo, Tuntut Bupati Copot Direksi, Tak Menyejahterakan

Para hakim juga mempersoalkan tunjangan kinerja yang hilang sejak 2012.

Mereka tidak lagi menerima remunerasi.

Saat ini, pemegang palu pengadilan hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang stagnan sejak 12 tahun lalu.

“Permasalahan akan muncul ketika seorang hakim pensiun, penghasilan pensiunnya akan turun drastis, mengingat pensiun hanya memperhitungkan gaji pokok dari hakim yang bersangkutan,” kata Fauzan.

Sebelumnya, ratusan Buruh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Perkebunan Kahyangan Jember menggelar demonstrasi di depan Pendapa Wahyawibawagraha, Rabu (18/9/2024).

Para Buruh perkebunan perusahaan milik Pemkab Jember ini meminta, Bupati Hendy Siswanto mencopot jajaran direksi Perumda tersebut.

Hermanto, Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi mengungkapkan jajaran direksi Perumda Perkebunan Kahyangan Jember gagal menjalan tugas sebagai pimpinan perusahaan.

"Gagal menjalankan tugas dan amanah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan menjalankan operasional perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan," ujarnya.

Menurutnya, tiga jajaran direksi yang telah dilantik Bupati Hendy tidak mampu mengatasi sejumlah permasalahan krusial perusahan.

Bahkan mereka menghambat terealisasinya kesejahteraan karyawan.

"Menghambat kemajuan perusahaan. Para buruh menerima upah tidak sesuai dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jember. Sehingga merugikan kesejahteraan buruh dan keluarganya," kata Hermanto.

Baca juga: Puluhan Warga Gelar Demo Teratrikal di KPU Gresik : Rakyat Gresik Siap Memenangkan Bumbung Kosong

Selain itu, kata dia, penjualan hasil tanaman sengon di Perumda Perkebunan Kahyangan Jember tidak sesuai prosedur.

Justru malah menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

"Hal itu berdampak terhadap hak-hak normatif buruh. Seperti hak cuti, tunjangan dan jaminan sosial diabaikan oleh manajemen.Alhasil kesejahteraan buruh tidak meningkat," ucap Hermanto.

Menanggapi hal itu, Direktur Utama Perumda Perkebunan Kahyangan Jember Sofyan Sauri mengaku tetap akan memperjuangkan hak Buruh.

Namun saat ini masih fokus pada penataan Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan yang selama ini masih carut marut.

"Karena kami mengedepankan sosial oriented bukan profit oriented. Profit memang perlu tetap harus ada sosial oriented dulu. Agar tidak gampang memecat orang karena disitu ada ketergantungan masyarakat Jember yang ada di kami," tanggapnya.

Pengupahan sesuai UMK tidak bisa diterapkan terhadap semua buruh perusahaan.

Kata dia, pemberian besaran gaji terhadap pekerja harus mempertimbangkan kinerja dan level jabatannya.

"Sama halnya seperti saya punya anak TK,saya kasih Rp 10 ribu dan anak saya yang SMA juga saya kasih Rp 10 ribu. Pasti berontak nanti anak yang pertama," kata Sofyan.

Baca juga: Alasan Driver Ojol di Jatim Tidak Gelar Demo hingga Matikan Aplikasi Seperti di Jakarta

Sebagai informasi, Perumda Perkebunan Kahyangan Jember mengalami kerugian selama tiga tahun berturut turut.

Hasil audit 2023, perusahan ini rugi sebesar Rp 600 juta.

Sementara pada 2022, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Jember ini rugi Rp 700 juta.

Pada 2021 kerugian perusahan ini mencapai Rp 1,4 miliar.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved