Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sosok Bu Guru Wiga Ikhlas Digaji Rp200 Ribu Per Bulan Mengajar di SMP Swasta, SPP Murid Rp5 Ribu

Bu guru Wiga menyadari dan tahu konsekuensi gaji yang ia terima tidak banyak saat memilih mengajar di sekolah tersebut.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Dokumentasi pribadi Wiga Kurnia Putri
Guru Wiga mengajar di SMP swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi 

TRIBUNJATIM.COM - Baru-baru ini, video yang merekam aksi seorang guru sedang membuka amplop gaji berisi uang Rp200.000, viral di media sosial.

Di video juga tertulis keterangan, "Alhamdulillah, semoga semua yang sudah kita kerjakan menjadi ladang barokah dan pahala untuk kita semua".

Kisah tersebut dialami seorang guru honorer bernama Wiga Kurnia Putri (27).

Baca juga: Pak Guru Tiap Hari Mulung Sepulang Sekolah, Tak Malu Ketemu Murid saat Keliling: Sama-sama Mulia

Wiga merupakan guru honorer di sekolah menengah pertama (SMP) swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Sejak tahun 2021, Wiga mengajar mata pelajaran IPS dan PKN di sekolah yang berada di dekat rumahnya.

Wiga menceritakan pilihannya menjadi seorang pendidik. 

Ia mengaku memilih jalan hidup sebagai pengajar karena prihatin dengan kondisi sekolah di daerahnya. 

Menurut Wiga, sekolah tempat ia mengajar hanya memiliki 40 murid dengan 4 guru dan satu kepala sekolah.

Wiga pun menyadari dan tahu konsekuensi gaji yang ia terima tidak banyak saat memilih mengajar di sekolah tersebut.

"Sekolah tempat saya mengajar antara ada dan tiada. Padahal sekolahnya sudah lama, bahkan kakek saya dulu mengajar di sini. Papa saya dan keluarganya juga sekolah di sini," katanya.

"Saya tahu sejak awal gajinya Rp200.000. Enggak kaget karena memang jumlah siswanya minim," lanjut Wiga.

Wiga merintis karier sebagai pengajar bermula ketika dirinya menyelesaikan pendidikan SMA di Kabupaten Banyuwangi.

Ia kemudian kuliah dan menikah di Kota Malang. 

Pada tahun 2021, ia dan keluarga kecilnya kembali ke Banyuwangi.

Wiga Kurnia Putri saat mengajar murid-muridnya di salah satu sekolah swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi
Wiga Kurnia Putri saat mengajar murid-muridnya di salah satu sekolah swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi (Dokumentasi pribadi Wiga Kurnia Putri)

Suami Wiga mengajar sebagai guru honorer di SMA di Kabupaten Banyuwangi.

Awalnya Wiga memilih menjadi ibu rumah tangga yang mengurus dua anak.

Hingga akhirnya seorang kerabat yang melihat pendidikan Wiga, menawarkannya pekerjaan sebagai pengajar di SMP swasta di dekat rumahnya.

Menurut Wiga, di sekolah tersebut statusnya adalah guru honorer dan datanya tidak masuk dalam data pokok pendidikan (dapodik).

"Syaratnya memang dua tahun mengajar untuk masuk dapodik. Sempat ditawari. Tapi saya memilih untuk tidak, karena saya masih punya mimpi yang belum terwujud."

"Jika disebut relawan mengajar, ya bisa juga," kata ibu dua anak tersebut, melansir Kompas.com.

Saat pertama mengajar, Wiga mengaku kondisi sekolahnya sangat memperihatinkan karena sarana dan prasarana yang jauh dari kata layak.

"Kelas yang bisa digunakan hanya satu, jadi bergantian. Termasuk kursi-kursinya juga banyak yang rusak."

"Kalau hari pendek, ada yang belajar di kelas, di ruang guru dan perpustakaan," ujarnya.

Menurut Wiga, sebelum Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), biasanya SMP akan memperkenalkan sekolahnya di SD-SD sekitar.

Namun tidak untuk sekolah tempat Wiga mengajar.

Saat PPDB berlangsung, dia akan mencari anak yang putus sekolah agar bisa melanjutkan pendidikan di tempatnya mengajar.

"Pertama kali mengajar, saya ajak anak tetangga. Saya datangi satu per satu agar mereka mau sekolah."

"Saya bilang enggak usah bayar seragam, enggak usah bayar apa-apa."

"Untuk SPP bisa bayar semampunya. Mau Rp 10.000, mau Rp 5.000 tidak masalah."

"Yang penting anak-anak mau sekolah," papar Wiga.

"Saya jemput, saya ajak sekolah karena sebelumnya memang berhenti setelah lulus SD."

"Ada juga murid saya yang jadi pengamen di jalan," kata Wiga sambil tersenyum.

Baca juga: Sempat Viral, Alfin Anak Pemulung Dapat Beasiswa S2 Kini Ungkap Nasib Pilu, Ingin Jadi Pejabat

Tak hanya itu, selama ini mereka juga tak menggelar upacara karena tak memiliki pengeras suara.

"Murid saya tanya, 'Bu kapan upacara?'. Saya jawab, 'Nanti ya kalau ada pengeras suara', karena memang pengeras suara yang lama sudah rusak," kata dia.

Selain itu, ia juga mengajarkan murid-muridnya menabung setiap hari Rp1.000 agar bisa digunakan untuk membayar biaya ijazah jika lulus SMP.

"Kenapa mewajibkan menabung Rp1.000 y,  untuk kebutuhan mereka nanti saat lulus, karena sekarang banyak ijazah yang tidak diambil karena kendala ekonomi," kata dia.

Selama menjadi guru di SMP tersebut, Wiga mendapatkan banyak pengalaman, salah satunya adalah pendidikan yang tidak menjadi prioritas orang tua.

Selain itu banyak muridnya yang berasal dari keluarga yang kekurangan, baik kekurangan ekonomi dan kasih sayang.

Alasan tersebut yang menjadi dasar ia tetap mengajar, walau menerima gaji Rp200.000 per bulan.

"Saya ibu dengan dua anak dan menyadari bahwa pendidikan ini penting buat mereka. Dan mengajar adalah kebahagian buat saya," kata dia.

o
Wiga Kurnia Putri saat mengajar murid-muridnya di salah satu sekolah swasta di Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi (Dokumentasi pribadi Wiga Kurnia Putri)

Tak hanya itu, setelah pandemi Covid-19, ia sempat terkejut saat tahu banyak siswa SMP yang ia ajar tak lancar membaca dan menulis.

"Sekolah ini kan memfasilitasi murid untuk belajar, di rumah nanti harus diulangi lagi dan ada peran orang tua. Tapi di sini peran orang tua sangat minim," kata dia.

Selain itu Wiga juga bercerita, gaji Rp200.000 yang didapatkan tak seluruhnya ia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, tapi sebagian untuk siswanya.

"Kadang saya tanya butuh apa? Buku, tas atau sepatu atau jajan. Saya enggak bilang semua gaji untuk murid-murid saya, tapi sebagian memang untuk mereka," tutur Wiga.

Menurutnya, kebutuhan keluarga dipenuhi oleh penghasilan sang suami yang bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMA.

"Saya selalu berdoa agar suami diberikan rezeki yang cukup dan juga bisa lolos P3K. Doanya yaa," pungkas Wiga.

Baca juga: Alika Bocah SD Penjual Sayur Kini Yatim Piatu, Ayahnya yang Dirawat Sendirian Meninggal Sakit Kanker

Sebelumnya viral di media sosial sosok guru nyambi jadi pemulung selama 36 tahun.

Sosok guru honorer tersebut bernama Alvi.

Pak Alvi nyambi jadi pemulung sepulang mengajar.

Gaji sebagai guru honorer yang tak mencukupi membuat Pak Alvi harus bekerja sampingan untuk menafkahi keluarganya.

Sering kali Pak Alvi bertemu dengan murid-muridnya di jalan saat sedang memulung.

Untungnya, para murid tak malu menyapa sang guru.

Kisah Pak Alvi viral setelah diunggah akun TikTok @duniapunyacerita_, melansir dari Surya.

Meski telah mengajar 36 tahun, karena upah yang ia terima sangat minim, ia tak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pak Alvi pun rela mengumpulkan sampah sepulang mengajar di sekolah.

"36 tahun Pak Alvi jadi guru honorer, upahnya tak cukup untuk sambung hidup. Mau tak mau selesai mengajar Pak Alvi langsung pergi memulung," tulis dalam video.

"Tak jarang ia bertemu dengan muridnya ketika memulung, namun ia bersyukur murid-muridnya masih menghargai dan menegur Pak Alvi. #OrangBaik guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, Pak Alvi hanyalah salah satu dari guru honorer kurang beruntung," lanjutnya.

Postingan itu pun kemudian ramai dikomentari netizen.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved