Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tiap Hari Dapat Rp20 Ribu Dari Sol Sepatu Buat Bayar Kontrakan, Mbah Komar Nangis di Pinggir Jalan

Nasib Mbah Komar pun makin memprihatinkan karena ternyata ia hidup sebatang kara.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Instagram/wali_umat
Mbah Komar tukang sol sepatu nangis di pinggir jalan, tiap hari cuma dapat Rp20 ribu 

TRIBUNJATIM.COM - Masih bergelut menjalani perjuangan hidup di usai yang seharusnya menikmati masa tua, seorang kakek ini menangis di pinggir jalan. 

Demi mencari nafkah dan membayar kebutuhan sehari-hari, kakek berusia 70 tahun ini menawarkan jasa sol sepatu keliling.

Ia berjuang keras mengais rezeki demi membayar kontrakan agar ada tempat berlindung dan tidak tinggal di jalanan.

Ya, kisah pilu tukang sol sepatu ini dialami oleh kakek bernama Komar.

Diketahui Mbah Komar tinggal di Taman Induk, Cipayung, Depok, Jawa Barat.

Ia sehari-hari berkeliling menawarkan jasanya memperbaiki sepatu atau sol sepatu.

Biasanya Mbah Komar berkeliling menjajakan jasa sol sepatu dari Taman Induk, Depok sampai Sukaraja, Bogor.

Pilunya, penghasilan yang didapatkan Mbah Komar ternyata tak seberapa.

Rata-rata ia hanya mendapatkan pendapatan Rp20 ribu saja per hari.

Dengan uang tersebut, Mbah Komar pun gigih menabung sebagian penghasilannya untuk membayar kontrakan.

Sedangkan sisa penghasilannya ia gunakan untuk makan sehari-hari. 

Lantaran penghasilannya yang tak seberapa, kakek tukang sol sepatu ini tak jarang menunggak membayar kontrakan.

Beruntungnya, Mbah Komar selalu mendapatkan keringanan dari pemilik rumah jika menunggak bayar kontrakan.

Selama mengais rezeki, tak jarang Mbah Komar mengalami musibah.

Baca juga: 47 Tahun Hilang, Mbah Tobari Pulang Kondisinya Buta Disambut Tangis Keluarga, Dikira Sudah Meninggal

Mbah Komar menceritakan pernah jatuh di jalan hingga punggungnya terluka.

Ia tak bisa memeriksakan lukanya dan hanya dirawat seadanya sehingga sakitnya sering kambuh sampai saat ini.

Nasib Mbah Komar pun makin memprihatinkan karena ternyata ia hidup sebatang kara.

Hal yang lebih memilukannya lagi, ternyata Mbah Komar hidup sebatang kara.

Ia menghidupi dirinya sendiri karena sudah lama jauh dari anak dan istrinya.

Mbah Komar pun mengaku sering menahan rindu kepada anak satu-satunya.

Ia mengaku merindukan anaknya yang tiada kabar karena sudah lama terpisah.

Beliau mengaku sudah terpisah dengan anaknya yang bernama Arianto lebih dari 20 tahun.

Mbah Komar juga sudah lama berpisah dengan istri dan sampai saat ini tidak dapat menghubunginya.

Untuk menahan rindu kepada anak dan istrinya, ternyata ia sampai merasa sesak di dada.

Selama berpisah dari keluarga, ia hanya bisa bertahan hidup.

Bahkan di kontrakannya pun tak ada barang berharga.

Ia bahkan beliau menaruh baju di dalam tas saja.

Seorang kakek bernama Mbah Komar menangis saat rindu istri dan anak, hidup sebatang kara jual jasa sol sepatu
Seorang kakek bernama Mbah Komar menangis saat rindu istri dan anak, hidup sebatang kara jual jasa sol sepatu (Tangkapan layar)

Selain berharap bertemu kembali dengan keluarga, kini Mbah Komar berharap suatu saat nanti bisa memiliki sepeda.

Dengan fisiknya yang semakin renta, ia ingin keliling menjajakan sol sepatu menggunakan sepeda agar punggungnya tak lagi sakit.

Kisah pilu Mbah Komar inipun viral usai dibagikan akun Instagram @ partners_in_goodness, dikutip dari Tribun Jabar, Jumat (11/10/2024).

Tak sedikit netizen ikut prihatin atas nasib pilu yang dialami Mbah Komar tersebut.

Sejumlah netizen mendoakan agar Mbah Komar bisa bertemu lagi dengan anak dan istrinya.

Berikut beragam komentar netizen:

"Sehat sehat kakek dan sll dlm lindungan Allah SWT"

"Semoga anaknya melihat ini dan ketemu sama bapaknya"

"Sehat2 ya pak, insya allah bisa bertemu dengan anak2 Bpk."

"Anak...jika sukses blm tentu ortu ikut merasakan..tapi jika ortu yg kaya..anaklah yg menikmatinya"

"Makanya Allah menciptakan Akhirat untuk keadilan nantinya , ,sehat selalu kakek smga lancar rejekiny," tulis beragam komentar netizen.

Sementara itu, kisah Djajam (73) yang sudah 35 tahun masih setia menjajakan surat kabar untuk masyarakat di Indonesia, menarik perhatian.

Lantaran dari pekerjaannya jualan koran, Djajam juga mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke berbagai tingkatan.

Bahkan salah satu anak Djajam ada yang saat ini berprofesi sebagai tentara.

Djajam menyebut jika dari koran lah berbagai kenangan baik didapatkannya.

Pasalnya selain bisa untuk menafkahi anak dan istri yang sudah meninggal dunia tifa tahun lalu, Djajam juga mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke berbagai tingkatan.

Namun diakui Djajam, pembaca koran sudah tak seramai dahulu. 

"Dulu kan yang belinya banyak, bisa buat nyekolahin anak," ungkap Djajam saat ditemui di kawasan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat, Sabtu (28/9/2024) lalu.

"Alhamdulillah untuk anak saya sudah pada kerja semua. Cuma ada 1, dia tentara," imbuh dia.

Menurutnya, masa perjuangannya menyekolahkan tiga anaknya tersebut adalah saat dirinya menjadi loper koran.

Kala itu, ia menjajakan surat kabar dari satu rumah ke rumah lainnya.

Djajam (73), penjual koran di kawasan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat saat ditemui Warta Kota, Sabtu (28/9/2024).
Djajam (73), penjual koran di kawasan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat saat ditemui Warta Kota, Sabtu (28/9/2024). (Wartakotalive.com/Nuri Yatul Hikmah)

Saat ini, taktala usianya memasuki senja, Djajam memilih melibatkan anak buahnya untuk menjadi loper koran.

"Saya ada anak buah delapan orang, kalau enggak gitu saya mungkin enggak dagang kali, kalau anak buah enggak ada, langganan enggak ada," jelas Djajam.

Ya, Djajam mengaku ia tak bisa sendirian untuk menjual surat kabar.

Pasalnya saat ini, peminat koran sudah tidak sebanyak dulu.

Bahkan, lanjut Djajam, beberapa perusahaan media telah tutup dan tak lagi memproduksi koran.

"Mungkin udah banyak saingannya, karena online juga. Sekarang jenisnya jadi tinggal sedikit," tutur Djajam.

"Zaman dulu tahu sendiri ada di lampu merah, di terminal-terminal banyak, sekarang mah jarang," lanjutnya.

Kini ia mengaku berjualan koran hanya untuk kehidupannya sehari-hari.

Pasalnya sejak sang istri meninggal dunia, Djajam berjuang untuk menafkahi dirinya sendiri.

Sembari sesekali, ia memberi uang jajan untuk cucu-cucunya tatkala sedang mendapat rezeki lebih.

"Ya buat nafkahin diri sendiri, buat jajan cucu aja," katanya sedikit terkekeh.

Baca juga: Mbah Sipon Teriak Panggil Cucu, Baru Sadar Jadi Korban Aksi Penipuan Jual Cincin, Videonya Viral

Lebih lanjut, Djajam bercerita bahwa tak semua koran yang distoknya di hari tersebut habis terjual.

Menurutnya, setiap hari ada saja koran yang tak laku terjual.

Sehingga harus ia kumpulkan dan putar otak agar barang tersebut tetap bisa menjadi uang.

Alhasil, Djajam banyak menjual murah untuk berbagai koran yang sudah lewat edisi. 

Biasanya, ia melepas koran-koran tersebut kepada orang-orang yang memerlukannya untuk mengecat atau alas pakaian.

"Kalau sekarang saya enggak kiloin kalau enggak laku. Tali, yang lama-lama udah lewat bulannya, saya jual murah," kata Djajam.

"Saya jual Rp2.000 untuk koran Kompas dan Rp1.000 untuk Warta Kota dan Pos Kota," imbuhnya.

Sementara untuk majalah, Djajam menyebut jika jumlah peminatnya sekarang sangatlah sedikit.

Oleh karena itu, ia jarang menyetok majalah untuk dipasarkan kepada publik.

Beberapa koleksi majalahnya saja nampak sudah usang dan merupakan edisi lama.

"Karena mikir lah orang beli, daripada keluar Rp50 ribu (buat majalah)."

"Mending koran kan Rp5.000 bisa dapat 10 tiap hari-hari beli," ucap Djajam.

"Dulu pas masih murah majalah Tempo Rp15.000, Rp20.000, masih banyak yang beli, sekarang enggak," pungkasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved