Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Jombang

5 Tahun Tak Beli Gas LPG, Petani Hendri Hemat Banyak Berkat Manfaatkan Kotoran Sapi Buat Masak

Hendri kini memilih memanfaatkan kotoran sapi miliknya untuk keperluan memasak sehari-hari.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
SURYA/DAVID YOHANES - TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO
Hendri manfaatkan kotoran sapi untuk memasak, sudah lima tahun tak beli gas LPG 

TRIBUNJATIM.COM - Kisah pria asal Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Wonosalam, Jombang, Jawa Timur, selama lima tahun sudah tidak pernah membeli tabung gas LPG, menginspirasi.

Sejak tahun 2019, Hendri memilih memanfaatkan kotoran sapi miliknya untuk keperluan memasak sehari-hari.

Lantas bagaimana cara Hendri bisa hemat tak beli gas LPG tiap bulan?

Baca juga: Sudah 16 Tahun Warga Desa Ini Tak Pakai Gas Elpiji, Sebulan Hemat Cuma Bayar Rp15 Ribu Berkat Limbah

Diketahui, keseharian Hendri adalah seorang petani.

Ia juga merangkap sebagai peternak sapi dan juga penjual susu sapi.

Tinggal di Wonosalam, daerah yang terkenal dengan cuaca dingin dan jaraknya yang cukup jauh, membuat Hendri memilih menjadi petani, peternak sapi, dan pedagang susu.

Hal itu dilakukan ketimbang harus merantau keluar kota atau sekedar bekerja di kota.

Menjadi petani, peternak dan pedagang susu sekaligus sudah cukup baginya untuk menghidupi keluarga kecilnya.

Namun Hendri tetap harus dituntut untuk berhemat demi menjaga dapur tetap ngebul.

Salah satu caranya berhemat adalah dengan tidak lagi membeli gas LPG untuk memasak.

Umumnya, banyak masyarakat menggunakan gas LPG untuk memasak sehari-hari.

Namun Hendri nyeleneh dan tidak lagi menyentuh tabung gas melon tersebut.

Lantas bagaimana istirnya memasak jika tidak menggunakan LPG?

Tidak kekurangan akal, Hendri memanfaatkan kotoran sapi miliknya untuk dijadikan biogas.

Hendri saat Mengaduk Kotoran Sapi yang Sudah Tercampur Air Sebelum Dimasukkan ke Dalam Tempat Penampungan, Kamis (15/8/2024)
Hendri saat mengaduk kotoran sapi yang sudah tercampur air sebelum dimasukkan ke dalam tempat penampungan, Kamis (15/8/2024). (TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO)

Pada faktanya, Hendri melakukan ini sejak tahun 2019 hingga sekarang, hitung-hitung menghemat biaya.

Semua diawali ketika Hendri mengikuti program pemberdayaan dari Dinas Peternakan (Disperta) Kabupaten Jombang.

Ketika itu, Hendri tertarik untuk memperkayakan kotoran sapi miliknya untuk dijadikan bahan bermanfaat yang bisa digunakan sehari-hari.

Hendri lalu dibimbing dan dibantu oleh Disperta Jombang untuk mengolah kotoran sapi tersebut menjadi biogas pengganti gas LPG.

Hendri diberikan bantuan alat berupa pipa dan bak penampungan kotoran sapi.

Dengan alat itulah, ia memulai mengubah kotoran sapi menjadi biogas yang bermanfaat untuk ia gunakan sehari-hari.

"Awalnya saya mencoba dulu, pasti kalau pertama kali itu agak sulit. Tapi lama-lama bisa juga."

"Percobaan pertama itu sering gagal, tapi terus saya coba. Kurang lebih satu sampai dua bulan itu saya coba baru ada hasilnya," ucap Hendri saat dikonfirmasi pada Kamis (15/8/2024).

Baca juga: Sudah 13 Tahun Dewi Jarang Beli Gas Elpiji, Masak Pakai Bahan Bakar Lain, Hemat Rp720 Ribu Setahun

Lebih lanjut, kotoran sapi miliknya ini disulap oleh Hendri menjadi biogas sebagai bahan bakar dan bisa menghasilkan api.

Dalam proses pengolahannya, terlihat cukup sederhana dan tidak memakan waktu lama.

Kotoran sapi yang berserakan di kandang sapinya, semula dibersihkan dengan menggunakan alat yang ia buat sendiri dari kayu.

Kotoran sapi tersebut dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tempat pengadukan.

Saat semua kotoran sapi sudah masuk ke tempat pengadukan, ia lalu mengambil selang yang sudah terpasang di kran kemudian mengalirkan air.

Dengan telaten, Hendri mulai mengarahkan selang dengan air mengalir ke tempat pengadukan.

Tangan kanannya memegang selang, sementara tangan kirinya memegang sebuah kayu untuk dibuat mengaduk kotoran sapi.

"Prosesnya diaduk, ditambah air dulu terus diaduk sampai kotoran sapi dengan air itu tercampur rata," katanya.

Setelah kotoran sapi dan air terlihat sudah tercampur rata dan berwarna kecoklatan, tahapan selanjutnya, ia menyalurkan ke alat penampungan yang terbuat dari beton dan berada di bawah tanah.

"Kalau sudah di dalam penampungan, baru diendapkan dan tempat penampungan ditutup," ujarnya.

Jika kotoran sapi sudah diendapkan di tepat penampungan dan telah dalam posisi tertutup rapat, maka secara sendirinya akan muncul gas dari tempat penampungan tersebut.

Gas itulah yang nantinya digunakan Hendri sebagai bahan bakar biogas.

Gas yang muncul dari alat penampungan tersebut akan tersalurkan melalui saluran pipa yang langsung mengarah pada kompor yang ada di dapur Hendri.

Dengan begitu, api bisa menyala lewat saluran gas tersebut, dan bisa digunakan untuk memasak.

Kompor gas gratis dari pemerintah, sebagai kompensasi konversi minyak tanah ke gas elpiji.
Ilustrasi kompor gas (SURYA/DAVID YOHANES)

Setiap harinya, Hendri selalu melakukan aktivitas yang sama, membersihkan, mengaduk, dan mengendapkan kotoran sapi yang sudah tercampur dengan air menjadi biogas.

Hasil tidak mengkhianati proses, dari biogas yang dimunculkan dari endapan kotoran sapi, langsung bisa tersambung dan menghasilkan api ketika regulator kompor diputar.

Api tampak sama seperti yang dihasilkan oleh gas LPG pada umumnya.

Menariknya, bau kotoran sapi tidak tercium saat api dinyalakan.

"Jadi alat penampung kotoran sapi ini harus terus diisi kotoran sapi setiap hari," katanya melanjutkan.

Untuk tetap menjaga kebersihan dan terawatnya alat-alat tersebut, setiap hari Hendri juga membersihkan saluran yang mampet dengan menusuk-nusuknya pakai kayu.

"Kalau salurannya mampet biasanya saja tusuk-tusuk pakai kayu bias salurannya lancar lagi," ungkapnya.

Hendri mengaku sangat terbantu dengan biogas pengganti gas LPG ini.

Karena lebih bisa menghemat dan tidak terus menerus membeli tabung gas LPG.

"Jadi dari kotoran sapi sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk memasak. Bisa diterapkan kalau memang niat dan mau melakukan prosesnya setiap hari," pungkasnya. (Anggit Pujie Widodo)

Baca juga: Viral Elpiji 3 Kg Bisa Jadi Pengganti BBM Pertalite, Motor Bisa Jalan 300 Km, Ahli Soroti Dampaknya

Hal serupa juga dilakukan para pemuda Desa Walahar, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang memanfaatkan limbah eceng gondok.

Sejumlah pemuda tersebut berhasil mengubah tanaman eceng gondok menjadi biogas yang sangat berguna untuk sumber energi alternatif.

Ide ini muncul dari keresahan warga akibat masifnya pertumbuhan eceng gondok di danau dan sungai.

Ya, di tangan para pemuda kreatif, eceng gondok bisa menjadi barang-barang lain bernilai ekonomis seperti tas dan kursi.

Tak hanya menjadi kerajinan, eceng gondok ini juga bisa menjadi biogas.

Diketahui, eceng gondok merupakan tanaman air yang tumbuh secara masif di perairan, terutama di sungai dan danau.

Pertumbuhan eceng gondok yang meluas dapat menyebabkan penyumbatan dan penyempitan alur sungai dan danau.

Selain itu, masalah ekologis juga sangat terdampak.

Seperti penurunan kualitas air, hilangnya habitat bagi spesies air, dan meningkatnya risiko banjir di daerah sekitarnya.

Nah, yang dilakukan seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Dhani Ubed ini bisa menjadi teladan bagi teman-teman sebaya.

Pasalnya ia berhasil mengubah eceng gondok menjadi biogas melalui sejumlah proses.

Sebelumnya, Dhani Ubed telah membuat alat-alat penunjang untuk mengubah eceng gondok menjadi biogas.

Alat-alat tersebut meliputi alat pencacah, bak penampungan, serta sejumlah selang untuk menyalurkan biogas ke dapur-dapur.

Selain itu dibutuhkan juga bahan tambahan lain seperti kotoran hewan atau kohe.

Pemuda Karawang ubah eceng gondok jadi biogas
Pemuda Karawang ubah eceng gondok jadi biogas (YouTube/KOMPASTV)

Langkah pertama yaitu eceng gondok yang telah dibersihkan digiling hingga sangat halus.

Setiap harinya untuk mencapai kapasitas 1600 liter biogas, diperlukan cacahan eceng gondok sebanyak 50 kilogram.

Eceng gondok yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam bak penampung yang dinamakan fix dom bak kedap udara.

Kemudian campurkan kotoran hewan, khususnya kotoran sapi, sebagai sumber bakteri metanogen.

Penambahan kotoran hewan sapi ditambahkan setiap tiga bulan sekali, sebagi 25 hingga 50 kilogram.

Dari proses tersebut maka jadilah biogas.

"Setelah dicacah, digiling, itu masuk ke inlet, itu sudah ada yang namanya kotoran sapi."

"Kotoran sapi bertemu eceng gondok, nah di situ menghasilkan gas kan, seperti itu," jelas Dhani Ubed, melansir tayangan di kanal YouTube KOMPASTV, Selasa (17/9/2024).

Dari proses ini juga menghasilkan cairan limbah yang bisa digunakan sebagai pupuk.

"Tapi ada yang masuk menjadi gasnya, tetapi ada cairan juga yang sifatnya itu limbah, itu naik ke bak outlet."

"Dan bak outlet itu menampung sisa-sisa limbah dari gas tersebut, dan itu bisa kita gunakan sebagai pupuk, seperti itu," sambungnya.

Biogas ini kemudian disalurkan ke sejumlah dapur pedagang UMKM yang berada di sekitar danau.

Berkat adanya biogas ini, pedagang pun merasa terbantu karena bisa hemat pengeluaran untuk pembelian gas elpiji hingga 50 persen.

"Untuk UMKM terbantu dengan adanya biogas dari eceng gondok ini," ungkap seorang pedagang, Siti Solihat.

Selain diubah menjadi biogas, eceng gondok ini juga bisa diubah menjadi barang-barang bernilai ekonomis lainnya.

Seperti tas, pot bunga, serta barang-barang hiasan atau pajangan unik.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved