Berita Surabaya
Pengamat Pendidikan UMSurabaya Nilai Kualitas dan Kesejahteraan Guru Lebih Penting Dibandingkan UN
menurut pengamat pendidikan UM Surabaya UN tidak lagi menjadi hal penting dalam peningkatan kualitas pendidikan
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Samsul Arifin
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Strategi peningkatan kualitas pendidikan di bawah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Abdul Mu'ti memunculkan wacana Ujian nasional (UN) dan penghapusan zonasi.
Namun, menurut pengamat pendidikan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Achmad Hidayatullah PhD, UN tidak lagi menjadi hal penting dalam peningkatan kualitas pendidikan maupun pemetaan pendidikan di Indonesia.
Meski sebenarnya UN memiliki tujuan untuk melakukan evaluasi terhadap capaian belajar secara nasional. Namun dalam implementasinya, kata dia, UN dijadikan alat kelulusan.
"Saya pikir ini persoalan ketika UN yang berlangsung 3 hari menjadi alat ukur kelulusan belajar siswa. Mungkin pemangku kebijakan berpikir UN memotivasi siswa untuk belajar, faktanya justru terjadi sebaliknya, banyak siswa yang stres dan kecurangan terjadi dimana-mana," tegasnya.
Oleh karena itu mengusulkan adanya UN yang memiliki daya rusak terhadap karakter tersebut dianggap dosen UM Surabaya sebagai kemunduran berpikir. Menurut pria yang akrab disapa Dayat ini daya rusak dari UN ini sangat serius terhadap karakter dan kesehatan mental guru dan siswa.
Baca juga: Riwayat Pendidikan Abdul Muti Jadi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prabowo, Cendekiawan Islam
Menurut dia, evaluasi terhadap pembelajaran tidak perlu menggunakan ujian nasional, evalusi terhadap hasil belajar bisa dilakukan di tingkat regional bahkan oleh satuan pendidikan.
"Dengan segala persoalan UN yang menjadi kontroversi bertahun tahun itu, saya pikir mengadakan UN kembali itu merupakan jalan kemunduran. Jadi saya pikir UN itu tidak perlu diadakan lagi. Assesmen nasional yang ada saat ini justru perlu dukungan, penguatan, dan penyempurnaan," tegas dia.
Terkait zonasi, ia beranggapan bahwa sistem zonasi sangat bagus untuk pemerataan kualitas. Di negara-negara maju mayoritas menggunakan sistem zonasi.
Siswa bersekolah tidak terlalu jauh dari rumahnya. Memang dalam implementasinya sistem zonasi memiliki beberapa permasalahan.
Baca juga: Menteri Pendidikan Nangis Lihat Mahasiswi Kuliah Bawa Karung, Kini Bantu Biaya Studi: Terima Kasih
Namun, tanpa zonasi ini, ia menilai sistem pendidikan akan kembali ke zaman dulu, yang mana ada kesenjangan (gap) antara sekolah favorit dan tidak favorit yang sangat mencolok.
"Oleh karena itu pemerataan dalam bentuk zonasi ini perlu tetap dilakukan dengan beberapa catatan. Misalkan perlu adanya komitmen antar pemangku kebijakan. Sehingga ada pengawasan ketat terhadap proses pendaftaran siswa. Jangan sampai kecurangan dengan memanipulasi alamat ini terjadi. Kualitas sekolah perlu juga ditingkatkan misalkan dengan meningkatan fasiltas sekolah dan memperkuat kualitas guru . Perlu adanya flexibilitas, misal untuk mengatasi sekolah yang penuh," ujar pria lulusan Doctoral school of education, University of SSzeged Hongaria ini.
Persoalan UN dan zonasi menurut Dayat bukanlah persoalan penting yang harus diselesaikan pemerintah saat ini. Justru menurutnya ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah yang menurutnya sangat urgen.
Pertama, peningkatan kualitas dan kesejahteraan pendidik. Hal ini perlu disegera direalisasikan tanpa harus membebani tugas guru dengan tugas administrasi yang sangat berat, seperti beban guru dalam platform merdeka mengajar (PMM).
"Sehingga kalau guru atau siswa ditanya sejauh mana pembelajaran mereka selama ini, mereka tidak hanya menjawab “sesuai aplikasi pak”," jelasnya.
Baca juga: Dulu Kritik Nadiem Makarim, Kini Jusuf Kalla Beri Saran Sosok Menteri Pendidikan Kabinet Prabowo
Kedua, menyoal karakter dan pembentukan skill berpikir kritis, kreatif, kolaborasi, dan komunikasi yang perlu ditekankan kepada tenaga pendidikan atau guru.
Sebelumnya, melalui siaran pers di Jakarta Mendikdasmen Prof Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya akan mendengarkan pendapat banyak pihak terkait perlu tidaknya pelaksanaan UN. Sampai saat ini juga, pihaknya masih melakukan kajian apakah perlu ada UN atau ujian dalam bentuk lain yakni Asesmen Nasional (AS).
Prof. Mu'ti mengatakan, ia juga berharap para praktisi pendidikan bisa lebih banyak terlibat dalam memberikan saran-saran kebijakan Kemendikdasmen.
Sebab, menurut dia, sekuat apapun pemerintah tidak akan bisa memenuhi kebutuhan pendidikan masyarakat tanpa dukungan dari masyarakat sebagai penyelenggara dan juga sebagai pengguna jasa pendidikan.
Mu'ti menegaskan, pihaknya tidak akan terburu-buru untuk dalam mengambil kebijakan terutama beberapa hal yang saat ini menjadi polemik di masyarakat salah satunya soal UN dan Kurikulum Merdeka.
UMSurabaya
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Mendikdasmen
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
Ujian Nasional
zonasi
5 Tempat Wisata Hits di Surabaya Wajib Dikunjungi, Atlantis Land hingga Adventure Land Romokalisari |
![]() |
---|
Sosok Suami Tumini yang 15 Tahun Tinggal Ponten Umum, Nasib Kini Harus Pindah, Bakal Dapat Bantuan |
![]() |
---|
Nasib Pengantin Nyaris Gagal Nikah Gegara Ditipu WO hingga Rugi Rp 74 Juta, Sosok Pelaku Terungkap |
![]() |
---|
Beda Cara Eri Cahyadi & Dedi Mulyadi Bina Anak Nakal, Jabar Ada Barak Militer, Surabaya Buka Asrama |
![]() |
---|
Lokasi Jan Hwa Diana Sembunyikan 108 Ijazah Eks Karyawan Terjawab, Terancam Hukuman 4 Tahun Penjara |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.