Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tasinah Sedih Gagal Panen Padahal Harga Cabai Tembus Rp 80 Ribu, Lahan 100 Ubin Rusak karena Banjir

Seorang petani cabai nelangsa gagal panen di saat harga cabai melambung.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/BAYUAPRILIANO
Tasinah Sedih Gagal Panen Padahal Harga Cabai Tembus Rp 80 Ribu, Lahan 100 Ubin Rusak karena Banjir 

TRIBUNJATIM.COM - Seorang petani cabai nelangsa gagal panen di saat harga cabai melambung.

Diketahui, banjir dan serangan hama menjadi mimpi buruk bagi sejumlah petani cabai di banyak tempat, di antaranya di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Para petani mengalami gagal panen karena banjir yang melanda dan serangan hama yang merajalela.

Ini seperti yang dialami Tasinah, seorang petani cabai asal Desa Karangrejo, Kecamatan Petanahan.

Ia mengatakan, seluruh tanaman cabai keritingnya yang tersebar di lahan seluas 100 ubin rusak akibat banjir dan serangan hama.

Daun tanaman mengering, dan produksi menurun drastis.

Akibatnya dalam sehari, ia hanya mampu memanen sekitar 5 kilogram cabai. Kondisi ini jauh dari harapan.

“Tanaman terkena hama patek dan terendam air karena hujan terus-menerus. Padahal, harga cabai lagi mahal-mahalnya, bisa sampai Rp 80 ribu per kilogram. Tapi, hasil panen saya tidak maksimal,” ungkap Tasinah, Selasa (7/1/2025), melansir dari Kompas.com.

Baca juga: Sumber Umbulan Sengkaring Malang Kering untuk Pertama Kali, Warga Merinding dan Khawatir Gagal Panen

Sebelumnya saat harga cabai anjlok ke Rp 8 ribu per kilogram, Tasinah menceritakan, panennya justru melimpah hingga mencapai 5 kuintal dalam sekali panen.

Namun, kini ketika harga melonjak, hasil panennya justru menurun drastis.

“Sekarang giliran harga mahal, malah gagal panen. Yang saya panen ini hanya sisa-sisa saja,” keluhnya.

Tasinah berencana memulai kembali proses penanaman cabai dari awal, dengan harapan ke depan hasil panennya bisa lebih baik dan harga jual stabil.

“Kalau terlalu murah, seperti kemarin Rp 8.000 bahkan ada yang Rp 7.000, itu tidak sebanding dengan biaya produksi. Tanaman cabai butuh pupuk, dan kami juga mempekerjakan orang untuk perawatannya,” jelasnya.

Baca juga: Imbas Bencana Kekeringan, Ratusan Hektar Padi dan Jagung Petani Jember Selatan Terancam Gagal Panen

Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (Distapang) Kebumen, Teguh Yuliono, menjelaskan, kenaikan harga cabai saat ini dipengaruhi oleh pola tanam yang lebih panjang dibandingkan jenis sayuran lain, serta tingginya permintaan masyarakat, terutama selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

“Untuk cabai, masa tanamnya mencapai empat bulan. Selain itu, permintaan masyarakat meningkat, terutama jenis cabai merah besar yang paling banyak digunakan,” kata Teguh.

Ia menambahkan, kenaikan harga terjadi pada semua jenis cabai, mulai dari cabai merah besar, cabai rawit, hingga cabai keriting.

Secara nasional, kebutuhan cabai juga mengalami peningkatan signifikan, sehingga memengaruhi harga di berbagai daerah.

“Cabai tanjung menjadi jenis yang paling mahal karena penggunaannya yang luas oleh masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, ratusan hektar lahan sawah milik petani di Desa Wonorejo, Kecamatan Kencong Jember terdampak bencana kekeringan akibat kemarau panjang, Kamis (12/9/2024).

Ratusan hektar tanaman padi dan jagung milik petani di Jember selatan ini terancam gagal panen. Sebab lahan sawah mereka mulai mengering karena kekurangan air.

Sementara ini, saluran irigasi yang menjadi andalan tempat sumber air untuk mengairi sawah meraka. Tanahnya sudah mengering bahkan retak-retak.Pantauan di lapangan, sebagian petani di Kota Tembakau ini berupaya membuat sumur bor dan menggunakan mesin untuk penyedot air. Namun sumber airnya masih belum cukup memenuhi kebutuhan seluruh lahan pertanian.

"Tanaman padi dan jagung yang baru sebulan masa tanam dipastikan mati," ungkap Nur Halim, Seorang petani di Desa Wonorejo Kencong Jember.

Hal senada juga dikatakan, Syaifulloh, pengurus kelompok tani setempat. Kata dia, sekira 130 hektar lebih lahan tanaman jagung dan padi yang terancam gagal panen.

Baca juga: Virus Gemini Rusak Tanaman Cabai di Ponorogo, Petani Rochim Harus Gigit Jari, Gagal Panen

Menurutnya, akibat bencana kekeringan ini membuat biaya operasional para petani membengkak. Sebab harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) mesin pompa air.

"Biaya produksi menjadi sangat tinggi untuk mengairi satu hektar sawah. Kami harus mengeluarkan tujuh juta rupiah (per hektar) namun hasilnya tidak maksimal," kata Syaiful.

Saiful berharap, pemerintah segera melakukan perbaikan saluran irigasi yang telah rusak. Supaya lalu lintas pengairan di sawah kembali normal.

"Memperbaiki saluran irigasi yang rusak, terutama di bagian hulu. Agar air dapat mengalir dengan lancar ke lahan pertanian yang berada di kawasan pesisir selatan Jember," ulasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Jember Imam Sudarmaji belum memberikan komentar masalah tersebut. Pesan singkat via Whatsapp dari media ini juga belum dibalas hingga berita terbit.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved