Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Bos Bisnis Sampah Ilegal Untung Rp700 Ribu dari Tiap Truk Pengangkut, Warga Terganggu Ada Pembakaran

Kasus bisnis pengelolaan sampah ilegal terungkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pemilik bisnis sampah ilegal itu YS (39)

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/DANI JULIUS
BISNIS SAMPAH ILEGAL - Penumpukan sampah di penampungan sampah ilegal di Padukuhan Sawahan, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bisnis sampah ilegal itu adalah milik YS (39), yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. 

TRIBUNJATIM.COM - Kasus bisnis pengelolaan sampah ilegal terungkap di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pemilik bisnis sampah ilegal itu adalah YS (39).

YS, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka diduga meraup keuntungan sebesar Rp 700.000 untuk setiap truk yang membawa sampah dari Yogyakarta dan Sleman ke lahan miliknya di Padukuhan Sawahan, Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur.

Kasatreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Andriana Yusuf, menjelaskan bahwa YS tidak melengkapi perizinan yang diperlukan untuk pengelolaan sampah tersebut.

"Kami telah berkoordinasi dengan Dinas DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Dari sana dikatakan, itu memang ilegal dalam hal pengelolaan sampah," ungkap Yusuf, Senin (10/2/2025), melansir dari Kompas.com.

Sampah yang dibawa YS berasal dari berbagai hotel di Yogyakarta dan Sleman, serta sebagian merupakan sampah rumah tangga.

Dalam keterangannya kepada polisi, YS mengakui bahwa dirinya mengirimkan sampah dengan biaya yang telah disepakati dalam MoU.

YS memulai pengelolaan sampah di lahan seluas 500 meter persegi yang sebelumnya merupakan bekas penumpukan tambang pasir.

Ia melakukan pemusnahan sampah dengan cara dibakar.

Namun, bisnisnya ini menuai polemik di kalangan warga dan perangkat desa, yang merasa resah dengan aktivitas tersebut.

Akibatnya, polisi turun tangan untuk menutup lokasi penampungan dan pengelolaan sampah milik YS.

Polisi telah memasang garis polisi di lokasi dan menyita beberapa barang bukti, termasuk satu alat berat merek Kobelco, satu alat pembakaran, solar, serta sampel sampah.

Baca juga: Nasib Mahasiswa Pungut Ayam di Tempat Sampah karena Lapar, Makan Sambil Tutup Mata: Makanan Terlezat

YS dijerat dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang mengatur bahwa pengelolaan sampah tanpa izin dapat dikenakan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 10 tahun.

Polisi masih bekerja sama dengan DLH untuk penanganan lebih lanjut.

Polisi memproses pelanggaran hukum YS, sementara DLH menangani sampah dan pencemaran yang diakibatkan tempat pembuangan.

DLH juga menutup lubang sampah YS tidak ditahan.

Pasalnya, warga dan YS sepakat untuk menangani sampah agar tidak terjadi pencemaran udara.

“Tapi proses hukum tetap berlanjut,” kata Yusuf.

Baca juga: Penyebab Dinas Lingkungan Hidup Jember Merumahkan Ratusan Pegawai Honorer, Dominasi Petugas Sampah 

Sebelumnya, YS mengungkapkan bahwa ia berniat membangun bisnis pengolahan sampah yang meliputi pemilahan untuk dijual kembali.

Ia mengaku terdesak keadaan setelah usaha penumpukan pasirnya mengalami kebangkrutan.

"Saya terpuruk," ungkap YS dalam kesempatan sebelumnya.

Polisi saat ini masih bekerja sama dengan DLH untuk penanganan lebih lanjut, sementara DLH menangani sampah dan pencemaran yang diakibatkan oleh tempat pembuangan yang dikelola YS.

Sementara itu, warga Desa Jedong, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, mengeluhkan bau sampah dari Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Supit Urang.

Saking tak tahannya dengan bau tak sedap, mereka menantang pejabat Pemkot Malang tinggal di Desa Jedong tiga hari.

Dampak bau tidak sedap tersebut, antara lain adalah serbuan serangga seperti lalat yang beterbangan mengganggu warga.

Sekumpulan lalat sering muncul dan mendekati makanan yang diolah oleh warga.

Warga RW 10 Dusun Jurangwugu, Joko mengatakan, pengalaman menginap diharapkan akan memberikan gambaran langsung dampak bau tidak sedap yang muncul.

"Monggo (silakan) menginap di Jedong. Tiga sampai empat hari," ucap Joko, Rabu (22/1/2025).

"Saya undang. Saya undang monggo supaya tahu. Di Jedong memang seperti itu," imbuhnya.

Joko mengatakan, warga telah mengadukan keluhan tersebut ke DPRD Kota Malang.

Ia berharap segera ada solusi agar warga bisa hidup tenang.

Dampak lain yang dirasakan dari bau sampah tersebut adalah perubahan warna air.

Dia mengatakan, warna air yang kini mengalir cederung kuning, dan tidak pernah terjadi sebelumnya.

Kepala Desa Jedong, Tekat Pribadi mengatakan, saat musim penghujan seperti sekarang, lalat-lalat dari sampah begitu banyak yang beterbangan.

Kondisi ini menjadi hal yang sangat ditakutkan warga, terutama yang sedang memiliki hajatan.

"Namanya lalat itu, kalau sudah musim hujan seperti ini, mengaruh ke makanan," kata Tekat.

Musim penghujan seperti saat ini, bau menyengat sering muncul.

Keluhan ini sudah disampaikan warga ke Pemkab Malang dan Pemkot Malang.

Baca juga: Pengguna Jalan Tak Berani Melintas, Luapan Air Deras Genangi Jalan Diponegoro Batu, Tersumbat Sampah

Di sisi lain, penghujan yang seharusnya menjadi momentum berlimpahnya air, juga tidak menguntungkan warga Jedong.

Pasalnya sumber mata air yang dulu menjadi andalan warga sudah rusak.

Air tidak lagi mengalir dari sumber tersebut.

Tekat mengatakan, kerusakan sumber air tersebut karena aktivitas pengelolaan sampah di TPA Supit Urang.

"Yang kami minta pengadaan air bersih. Khususnya air bersih, karena kami tidak bisa menggunakan sumber air di sekitar TPA Supit Urang," papar Tekat.

Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang telah meninjau lokasi pada Rabu.

Kunjungan ke TPA Supit Urang ini dilakukan para wakil rakyat setelah mendapat banyak masukan atau keluhan mengenai bau sampah.

Dalam kunjungan tersebut, anggota Komisi C meninjau satu per satu ruang pemrosesan akhir sampah.

Anggota Komisi C juga bertamu ke perangkat Desa Jedong yang terdampak bau akibat sampah di TPA Supit Urang.

Ketua Komisi C DPRD Kota Malang, Muhammad Anas Muttaqin menjelaskan, kunjungan ke dua lokasi tersebut untuk memastikan informasi yang telah masuk ke dewan.

Berdasarkan hasil kunjungan tersebut, Komisi C mencatat ada sejumlah persoalan yang harus segera dicari solusinya.

Beberapa tantangan yang dihadapi saat ini adalah mengurangi bau menyengat yang keluar dari TPA.

Kemudian penanganan dampak lingkungan seperti hilangnya sejumlah mata air di sekitar TPA.

Baca juga: Petugas Kebersihan Minta Ongkos Rp500 Ribu Buat Angkut Sampah Warga, Tak Bisa Ditawar, DLH: Lembur

"Kami mendapatkan keluhan dampak lingkungan. Tadi kami bertemu kepala desa dan perangkat desa."

"Mereka menyampaikan beberapa keluhan, banyak keluhan yang selama ini menjadi masalah di desa mereka, yaitu persoalan pencemaran air, terus kemudian pencemaran udara, termasuk pelayanan kesehatan," kata Anas, Rabu.

Komisi C meminta agar Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang yang mengelola TPA Supit Urang, bisa mencari solusi atas persoalan tersebut.

Jika dibiarkan berlarut-larut, maka persoalan tidak kunjung selesai.

Anas juga meminta agar Pemkot Malang bisa terbuka berdialog dengan warga.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved