Kadisah, Tradisi Unik Desa Blimbing Bondowoso yang Dirayakan dengan Tumpeng dan Adu Ketangkasan
Di Desa Blimbing, Kecamatan Klabang, Bondowoso memiliki tradisi yang sudah berjalan sejak 533 tahun. Yakni, melakukan selamatan desa dengan berbagai r
Penulis: Sinca Ari Pangistu | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sinca Ari Pangistu
TRIBUNJATIM.COM, BONDOWOSO- Di Desa Blimbing, Kecamatan Klabang, Bondowoso memiliki tradisi yang sudah berjalan sejak 533 tahun. Yakni, melakukan selamatan desa dengan berbagai ritual sakral.
Selamatan dan ulang tahum desa Blimbing dikenal dengan Kadisah. Tiap tahunnya dilaksanakam selama tiga hari, hingga malam Nisfu Syaban. Atau tahun 2025 ini, dilaksanakan pada tanggal 12, 13, hingga 14 Februari 2025.
Tradisi Kadisah ini diawali dengan nyekar ke pesarean tokoh masyarakat setempat Juk Sheng atau Mbah Singo Ulung. Diikut arak-arakan tari Singo Ulung menuju Kantor Desa.
Usai itu, dilakukan pagelaran tari Topeng Konah dan Tari Tandek Binik yang diiringi dengan musik Saronen. Semua dimainkan oleh penduduk setempat.
Usai itu, masyarakat akan melakukan Rokat Dhebuan. Yakni, aksi selamatan sumber mata air yang dulunya dipercaya merupakan sumber air yang digunakan oleh pembabat desa bernama Juk Sheng atau Mbah Singo Ulung adu ketangkasan.
Rokat Dhebuan ini dilakukan dengan mengarak tumpeng dan Ubo Rampe atau sesajen persembahan yang digunakan dalam upacara adat menuju lokasi tepi sungai sekitar mata air.
Tiba di lokasi tetuah desa kemudian memimpin doa disana. Sembari ratusan masyarakat melihat Ubo Rampe dilepas di sungai.
Baca juga: Tradisi Haul Sendangduwur di Lamongan Digelar Jelang Ramadan, Cara Pertahankan Budaya Lokal
Usai itu, ritual masih berlanjut dengan proses Ojung. Dimana dua pasangan pemuda akan bertarung dengan menggunakan sebilah rotan.
Keduanya adu ketangkasan dalam memukul punggung satu sama lain dengan rota masing-masing. Iringan musik Saronen menggema, berikut terialan para penonton.
Menurut Kepala Desa Blimbing, Kecamatan Klabang, Samin, pada hari pertama Kadisah seluruh masyarakat akan mengantar berbagai bahan untuk pembuatan makanan dan sesajen. Mulai dari beras, sayur-mayur dan rempah-rempah. Kegiatan ini dikenal dengan seutan Sasoklan.
Kemudian, hari berikutnya memasak makanan bagi warga di dapur umum. Dalam proses memasak ini, seluruh warga yang terlibat memasak tak boleh bicara. Hanya boleh menggunakan bahasa isyarat. Diikuti malam harinya kegiatan pengajian akbar.
"Itu sudah tradisinya. Masak pakai bahasa isyarat," tuturnya.
Ia menyebut bahwa masyarakat percaya jika Kadisah ini tak dilaksanakan maka akan mendatangkan balak bencana ke desanya. Seperti angin kencang, dan warga bisa kesurupan.
"Biasanya ada tanda-tanda. Akan ada angin," pungkasnya.
Baca juga: Tradisi Siraman Air Bunga Warnai Prosesi Kenaikan Pangkat 100 Anggota Polres Nganjuk
Dikirimi FIFA Surat, Erick Thohir Tetap Jadi Ketum PSSI hingga 2027 Meski Jabat Menpora |
![]() |
---|
Tangis Ousmane Dembele Dinobatkan Jadi Peraih Ballon d'Or 2025, Keluarga Ikut Terharu |
![]() |
---|
Tim SAR Gabungan Temukan Jasad Pria Korban Kedua Penjaring Ikan, Dekat Pintu Air Rolak Karah |
![]() |
---|
Akhir Nasib Jaksa Gadungan yang Tipu Warga Jombang Divonis 2,5 Tahun Penjara, Modal Surat Palsu |
![]() |
---|
Warga Tunggorono Jombang Ikhlas Lahan Dibeli untuk Sekolah Rakyat dengan Catatan Harga Wajar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.