Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Warga Rusun Korban Penggusuran Tolak Peraturan Pembatasan Waktu Sewa: 10 Tahun Harus Keluar, Kemana?

Apabila kebijakan diberlakukan, maka warga penghuni terprogram seperti korban gusuran Kampung Pulo, hanya memiliki waktu sewa unit maksimal 10 tahun.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TribunJakarta.com/Bima Putra
WARGA TOLAK KEBIJAKAN - Lita Pandiari (53) menangis membayangkan jika kebijakan pembatasan sewa rusun diterapkan, Sabtu (15/2/2025) (kiri). Kondisi Rusun Jatinegara Barat yang diperuntukkan bagi warga korban gusuran Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (kanan). 

TRIBUNJATIM.COM - Warga penghuni Rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur, menolak rencana peraturan pembatasan waktu sewa unit rumah susun sederhana sewa atau rusunawa.

Salah satunya adalah Lita Pandiari (53), yang tak kuasa menahan tangis membayangkan bila Pemprov Jakarta menerapkan kebijakan pembatasan sewa unit.

Lita sendiri adalah korban gusuran Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta, Timur yang rumahnya terdampak normalisasi aliran Kali Ciliwung.

Baca juga: Preman Tampar Guru Bubarkan Marching Band Anak-anak TK, Ngamuk Minta Uang Rp20 Ribu Tapi Tak Dikasih

Ia mengaku sedih bila harus kembali kehilangan tempat tinggal.

Pasalnya bila kebijakan tersebut benar diberlakukan, maka warga penghuni terprogram seperti korban gusuran Kampung Pulo, hanya memiliki waktu sewa unit maksimal 10 tahun.

"Tidak setuju. Kita sudah kehilangan rumah, terus kita dibatasi 10 tahun harus keluar, kita harus ke mana?" ucap Lita di Rusun Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2025).

Lita dan warga Rusun Jatinegara Barat lainnya menolak rencana kebijakan karena mereka tidak memiliki tempat tinggal bila harus dipaksa angkat kaki karena pembatasan sewa.

Menurutnya, pernyataan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Jakarta bahwa rusunawa hanya tempat tinggal sementara, bertolak belakang dengan kondisi ekonomi warga.

Pasalnya, banyak warga Jakarta yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk membeli tempat tinggal sendiri.

Ataupun sewa di rumah susun sederhana milik (Rusunami) yang disediakan pemerintah.

"Kami ini orang susah pak, terus terang. Rumah sudah enggak ada, setelah penggusuran saya tambah sengsara," kata Lita.

"Kita dagang, bayar sewa, tapi enggak ramai. Jadi saya mohon, lihatlah kami," ujarnya.

Kesedihannya bukan tanpa sebab, sebelum menjadi penghuni Rusunawa Jatinegara Barat, dia mengaku banyak mengalami kerugian materil, karena rumahnya digusur tanpa ganti rugi.

Pada tahun 2014, atau satu tahun sebelum proyek normalisasi Kali Ciliwung berjalan, dia baru saja berutang dalam jumlah cukup besar untuk merenovasi rumahnya yang terbakar habis.

Lita Pandiari (53), warga korban gusuran Kampung Pulo yang kini tinggal di Rusun Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2025).


Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Jerit Tangis Warga Rusun Jatinegara Barat Tolak Pembatasan Sewa Unit: Kami Orang Susah Pak, https://jakarta.tribunnews.com/2025/02/15/jerit-tangis-warga-rusun-jatinegara-barat-tolak-pembatasan-sewa-unit-kami-orang-susah-pak?page=all.
Penulis: Bima Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Lita Pandiari (53), warga korban gusuran Kampung Pulo yang kini tinggal di Rusun Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2025). (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Kala itu, Lita mengaku sempat ragu merenovasi rumahnya karena sudah mendengar kabar bahwa Pemprov Jakarta dan pemerintah pusat akan menggusur rumah warga Kampung Pulo.

"Waktu itu saya tanya ke Pak Lurah (Kampung Melayu), apa benar akan digusur tanpa ada ganti rugi?"

"Kalau enggak diganti, saya enggak mau bangun ulang (rumah yang terbakar)," kata Lita, melansir Tribun Jakarta.

Lita menuturkan, berdasar informasi diterima sebelum proyek berjalan, Pemprov Jakarta akan mengganti rumahnya seluruh bidang tanah berikut bangunan yang digusur.

Nahas, setelah rumahnya direnovasi dari uang pinjaman, rumahnya diratakan dengan tanah tanpa ada ganti rugi sama sekali.

Tepatnya pada tahun 2015 ketika proyek normalisasi aliran Kali Ciliwung berjalan.

Janji pemerintah bahwa warga korban gusuran Kampung Pulo mendapat barang-barang seperti kasur dan perabot lainnya pun tak terbukti, karena unit diterima dalam keadaan kosong.

"Kita dijanjikan rumah susun dengan fasilitas-fasilitas, kasur segala macam katanya kita (warga korban gusuran) cuma bawa badan. Ternyata enggak ada, semua kosong," lanjut dia.

Menurut warga, sejak direlokasi ke Rusun Jatinegara Barat banyak kebijakan-kebijakan DPRKP Jakarta yang merugikan.

Lita mencontohkan kebijakan surat perjanjian sewa unit kerabatnya yang hendak dialihkan dari orang tua ke anak, penyebabnya karena orang tua anak tersebut sudah meninggal dunia.

Namun saat proses peralihan perjanjian sewa unit, pihak pengelola Rusun Jatinegara Barat menyatakan pengalihan tidak dapat dilakukan, karena anak belum berstatus menikah.

"Sedangkan anak itu usianya baru 19 tahun, masih sekolah. Padahal kalau di persyaratan yang saya baca, tidak ada syarat sudah menikah, yang penting usia 18 tahun dan ada KTP," sambung Lita.

Baca juga: Kades Kohod Ngaku Dirinya Korban Kasus Pagar Laut, Sebut Ada Pelaku Inisial SP & C: Pihak Ketiga

Senada Lita, warga lainnya, Sri Suryanti (54) menolak rencana peraturan pembatasan waktu sewa unit karena dinilai membebani masyarakat yang tidak memiliki uang untuk membeli hunian layak.

"Kita menolak, karena enggak punya tempat tinggal lagi. Kan kita enggak mungkin tinggal di rumah orang tua, membebani," kata Sri, Sabtu (15/2/2025).

Sebelum menjadi penghuni rusunawa, Sri memang sempat memiliki rumah tinggal sendiri di kawasan Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu.

Namun tempat tinggalnya tersebut terdampak proyek normalisasi aliran Kali Ciliwung, sehingga dia bersama warga Kampung Pulo lainnya direlokasi ke Rusun Jatinegara Barat.

Sehingga dia keberatan bila harus kembali kehilangan tempat tinggal karena aturan pembatasan sewa dicetuskan DPRKP Jakarta.

"Saya tinggal di sini (rusunawa) dari tahun 2015, bukan kemauan saya pindah, tapi karena direlokasi mau bagaimana. Makanya sekarang tolong jangan dibatasi waktu sewanya," ujarnya.

Warga Rusun Jatinegara Barat, Sri Suryanti (54) saat memberi keterangan di Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2025).
Warga Rusun Jatinegara Barat, Sri Suryanti (54) saat memberi keterangan di Jatinegara, Jakarta Timur, Sabtu (15/2/2025). (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Sri kini tinggal bersama anak laki-laki semata wayangnya, Muhammad Dimas Ardian, selepas suaminya meninggal.

Kondisi ekonomi Sri jauh dari kata mapan karena sehari-harinya ia merupakan ibu rumah tangga.

sementara anaknya yang merupakan penyandang disabilitas tak memungkinkan bekerja.

Sri juga tidak sependapat dengan alasan DPRKP Jakarta yang membatasi sewa unit rusunawa dengan dalih agar warga terpacu untuk dapat membeli hunian sendiri.

"Kita keberatan secara ekonomi kalau membeli tempat tinggal sendiri."

"Makanya kalau bisa ini Rusunawa (Jatinegara Barat) jadi Rusunami, sebagai pengganti rumah yang di Kampung Pulo," tuturnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved