Sekali lagi, dalam banyak kesempatan KPK mengaku telah mengantongi bukti-bukti baru. Karena penulis tidak melihat adanya bukti-bukti baru yang diuraikan di sidang praperadilan pertama, harusnya KPK dapat menyajikannya pada sidang praperadilan kedua yang dijadwalkan pada awal Maret 2025 nanti.
Sebaliknya, jika nantinya KPK tak juga dapat menyajikan fakta-fakta baru itu atau "mendaur ulang" bukti-bukti yang telah disidangkan pada tiga peradilan terdahulu, maka akibat hukumnya, perkara yang menjerat Hasto berpotensi melanggar prinsip dalam hukum yang biasa disebut dengan adagium Nebis in Idem.
Sebuah prinsip yang melarang seseorang diadili atas perkara yang sama, seperti dimaksud dalam Pasal 77 KUHP. Konteksnya, penetapan tersangka terhadap seseorang dalam pengembangan perkara yang telah diputus berkekuatan hukum tetap yang sama sekali tidak menyatakan keterlibatan orang tersebut. Apalagi, Putusan Mahkamah Konstitusi, No. 69/PUU-X/2012 menegaskan bahwa suatu perkara yang telah diputus tidak dapat diperiksa kembali kecuali dalam kondisi luar biasa, misalnya ada bukti baru (novum) dalam mekanisme upaya hukum luar biasa PK di MA.
Apa dan bagaimana upaya Hasto dalam menguji sah tidaknya penetapan tersangka terhadap dirinya? Sekjen PDIP itu menyebut bahwa ikhtiar praperadilan yang ditempuh kembali adalah bagian dari mendukung dan menguatkan institusi KPK dengan segenap jajarannya. Juga, menjauhkan KPK dari perilaku oknum penyidik yang patut diduga tidak profesional. Kita tunggu dan simak bersama nanti.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.