Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Afrianus Bocah Yatim Piatu Idap Tumor Ganas Kuat Hidup Meski Kaki Diamputasi, Tak Ingin Adik Sendiri

Penyakit yang diderita Afrianus berawal pada September 2024 lalu, saat ia bermain bola dan jatuh.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Kompas.com/Nansianus Taris
BOCAH YATIM PIATU - Afrianus Ronal (10), seorang anak yatim piatu asal Wangkung, Desa Pota, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Ia menderita tumor ganas hingga kakinya harus diamputasi. 

TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah kuatnya perjuangan seorang anak yatim piatu bernama Afrianus Ronal (10) yang mengidap tumor ganas.

Ia berasal dari Wangkung, Desa Pota, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kedua orang tuanya telah lama pergi meninggalkannya.

Baca juga: Ibu Panik Bayinya Ruam Kulit dan Gatal-gatal Gegara Obat Puskesmas usai Imunisasi, Wali Kota Geram

Tak cukup atas kepergian ayah dan ibunya, Afrianus kini berjuang melawan penyakit tumor ganas yang mengharuskan kaki kirinya diamputasi pada 4 Maret 2025.

Paman Afrianus, Albertus, menerangkan bahwa ayah Afrianus meninggal dunia saat Afrianus berusia enam tahun.

Sementara ibunya menyusul dua tahun kemudian, setelah kelahiran adik laki-lakinya.

Sejak saat itu, Afrianus dan adiknya diasuh oleh kakek dan neneknya, Tarsisiun Panda dan Martina Gima.

Albertus menceritakan bahwa penyakit Afrianus berawal pada September 2024, saat ia bermain bola dan jatuh.

Kala itu, kaki kirinya mengalami keseleo yang kemudian membengkak.

"Pada suatu hari Afrianus kembali jatuh, kaki kirinya jadi bengkak," ungkap Albertus saat ditemui di Labuan Bajo, Jumat (14/3/2025) pagi, melansir Kompas.com.

Pada 14 Januari 2025, Albertus membawa Afrianus ke Rumah Sakit Siloam untuk mendapatkan perawatan medis.

Di rumah sakit tersebut, dokter melakukan tindakan dengan menyedot darah kotor dari lutut Afrianus.

Setelah menjalani perawatan, Afrianus diizinkan pulang pada 16 Februari 2025.

Namun, kondisinya terus memburuk, dan pada 27 Februari, dokter memutuskan untuk melakukan amputasi.

Afrianus Ronal (10), seorang anak yatim piatu asal Wangkung, Desa Pota, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Afrianus Ronal (10), seorang anak yatim piatu asal Wangkung, Desa Pota, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. (Kompas.com/Nansianus Taris)

"Adik Afrianus pasrah harus kehilangan kaki kirinya. Tapi ia begitu kuat, tak mau meninggalkan adiknya untuk melalui hidup sendirian," kata Albertus.

Setelah menjalani amputasi, Afrianus diizinkan pulang ke rumah pada 4 Maret 2025.

Meski sudah kembali ke rumah, Afrianus kini membutuhkan bantuan dari pemerintah dan masyarakat untuk mendukung kehidupannya dan sang adik. 

"Harus beli alat bantu supaya Afrianus bisa tetap sekolah," ungkap Albertus.

Saat ini, keluarga Afrianus merencanakan pertemuan untuk mengajukan permohonan bantuan biaya perawatan kepada pemerintah daerah melalui Dinas Sosial.

Mereka membutuhkan bantuan biaya untuk keperluan Afrianus.

"Kami ada rencana buat pertemuan dengan keluarga supaya hal ini kami laporkan ke Dinas Sosial."

"Karena memang benar sekali kami butuh biaya untuk proses pembelian sepatu dan perlengkapan lain dari rumah sakit agar dia bisa berjalan," ujar Albertus.

Albertus berharap pemerintah dapat mendengar keluh kesah keluarga mereka.

"Harapannya kalau nanti kami ajukan ke pihak pemerintah, mudah-mudahan pemerintah bisa dengar keluh kesah kami masyarakat," harapnya.

Baca juga: Awal Fidya Kabur 10 Tahun Silam, Izin Itikaf, Ayah Kaget Sang Atlet Taekwondo Tetiba Sudah Nikah

Kisah pilu juga datang dari seorang bocah bernama Glensius Okta Ombas (12), atau biasa dipanggil Jos, yang hidup di rumah sederhana tanpa ayah dan ibu.

Jos kini tinggal di Kampung Bugis RT 16 RW 04, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ia tidak punya kakak ataupun adik.

Sejak usianya empat tahun, sang ibu meninggalkan Jos dan ayahnya.

Sementara itu, sang ayah, Hendrikus Jehola Ombas, meninggal dunia pada Agustus 2024.

Kakak dari ayah Jos, Aloisius Patut (47) menyampaikan, Jos kini tinggal bersama neneknya dari pihak ayah di Kampung Bugis.

Sebelumnya, pada usia 7 tahun, Jos tinggal bersama neneknya dari pihak ibu di Kampung Maras, Kecamatan Ranamese.

Ia pun masuk Sekolah Dasar di kampung itu hingga kelas II.

Selanjutnya, ayahnya membawa pulang Jos ke Kampung Bugis untuk kembali tinggal dengan neneknya serta ayahnya.

Lalu Jos masuk Sekolah Dasar lagi dari kelas I di SDK Bugis.

Sejak usia 4 tahun, Jos hanya mendapatkan kasih sayang dari nenek serta ayahnya.

"Saya sebagai Bapak Tuanya (kakak kandung dari ayahnya) mengetahui cerita pilu hidup Jos yang ditinggalkan ibu kandungnya sejak usia empat tahun dan ayahnya yang meninggal dunia tujuh bulan lalu," ucapnya saat ditemui Kompas.com di rumahnya pada Jumat (14/3/2025).

"Sejak ayahnya meninggal dunia 7 bulan lalu, saya merangkul Jos untuk tinggal bersama kami di Kampung Bugis, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, agar tidak telantar," imbuh Aloisius.

Kendati begitu, Aloisius juga memiliki tanggungan.

Glensius Okta Ombas (12) sedang berdiri di depan rumah Bapak Tuanya, Aloisius Patut, yang berdinding pelupuh bambu, saat pulang sekolah di Kampung Bugis, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, NTT, Jumat, (14/3/2025).
Glensius Okta Ombas (12) sedang berdiri di depan rumah Bapak Tuanya, Aloisius Patut, yang berdinding pelupuh bambu, saat pulang sekolah di Kampung Bugis, Kelurahan Ranaloba, Kecamatan Borong, Manggarai Timur, NTT, Jumat, (14/3/2025). (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)

Dua buah hatinya masih sekolah di kelas V dan kelas II.

Apalagi, ia tidak memiliki penghasilan tetap.

Ia seorang petani yang bekerja serabutan untuk menghasilkan uang.

"Sebagai kepala keluarga, saya memiliki tanggungan lima orang di rumah, termasuk Jos."

"Jadi, saya bisa membantu Jos untuk menanggung uang sekolahnya kalau saya mendapatkan uang."

"Selain itu, saya juga membiayai pendidikan dua anak kami yang sedang mengenyam pendidikan di sekolah dasar," ujar dia.

Aloisius menyampaikan bahwa rumahnya sangat tidak layak dan sangat sederhana.

Dengan ukuran 4x5 meter, berdinding pelupu bambu, beratap seng, serta berlantai semen.

Jika banjir, air bisa masuk ke dalam rumah.

"Saya berharap ada pihak yang bisa membantu biaya hidup Jos serta uang sekolahnya."

"Sebab saya juga memiliki tanggung jawab terhadap dua anak kami yang sedang mengenyam pendidikan di bangku Sekolah Dasar."

"Saya tidak memiliki penghasilan tetap. Penghasilan saya berasal dari kerja serabutan."

"Selama ini, kami tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, dan kami juga belum terdaftar sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Kami hidup sangat sengsara," tuturnya.

Baca juga: Putri Ditolak Polisi Lapor Penipuan Rp450 Ribu, Telepon Damkar Malah Ditanggapi: Disuruh ke Kantor

Aloisius menyampaikan bahwa pada Rabu (12/3/2025), Jos dikunjungi Kapolres Manggarai Timur, AKBP Suyanto, bersama Ketua Bhayangkari untuk membawa bantuan kemanusiaan di masa bulan Ramadhan.

"Mereka membawa sembako dan biaya uang komite untuk Jos yang sedang mengenyam pendidikan di SDK Bugis," katanya.

Kompas.com menjumpai Jos, Jumat (14/3/2025), yang baru pulang sekolah dengan berpakaian olahraga sekolah, memakai sepatu, serta memikul tas yang berisi buku tulis dan pena.

Jos berjalan kaki saat pergi dan pulang sekolah yang jaraknya tidak jauh dari rumah bapak tuanya, ia tampak ceria.

Rumah bapak tuanya, Aloisius yang kini menampung Jos, tampak sederhana dengan dua kamar dan dapur sederhana.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved