Berita Viral
Hukum Jasa Penukaran Uang Baru yang Marak di Bulan Ramadan, Jadi Incaran Setiap Jelang Lebaran
Simak hukum jual beli uang baru yang biasanya marak di bulan Ramadan menjelang Idul Fitri. Pada Ramadan, jasa penukaran uang marak di pinggir jalan.
TRIBUNJATIM.COM - Simak hukum jual beli uang baru yang biasanya marak di bulan Ramadan menjelang Idul Fitri.
Pada bulan Ramadan, jasa penukaran uang marak di pinggir jalan dan juga menjadi buruan masyarakat.
Meski begitu, jasa penukaran uang ini menjadi sorotan karena mematok tarif yang lumayan.
Mulai dari Rp15 ribu hingga Rp100 ribu.
Baca juga: Pantas Rama Pria Pasuruan Santai Pamer Uang Baru Rp2 M, 5 Tahun Buka Jasa Penukaran, Senang Terkenal
Keberatan dengan hal tersebut, khalayak pun penasaran dengan bagaimana hukum penukaran uang baru dengan tarif dalam Islam.
Seperti diketahui, penukaran uang baru biasa dilakukan masyarakat Indonesia di akhir bulan Ramadan menjalang Lebaran.
Biasanya orang-orang menukarkan uang baru untuk memberikan THR kepada sanak saudara di kampung halaman atau di kediamannya saat open house.
Untuk bisa mendapatkan uang baru tersebut, masyarakat kini diminta mengantre melalui aplikasi Bank Indonesia.
Karenanya tak semua orang bisa menukarkan uang baru di bank resmi.
Namun belakangan viral di media sosial seorang pria asal Pasuruan bernama Wildan membuka jasa penukaran uang baru.
Dalam video viral yang beredar, Wildan mempromosikan tumpukan uang baru berjumlah Rp2 miliar.
Wildan menetapkan jasa tarif penukaran uang baru yang berbeda-beda untuk tiap nominalnya.
Segepok ang baru pecahan Rp1 ribu, Wildan meminta jasa tarifnya sebesar Rp17 ribu.
Lalu untuk segepok uang pecahan Rp5 ribu, Wildan memasang tarif jasa Rp15 ribu.
Sementara untuk segepok uang pecahan Rp20 ribu, Wildan menetapkan tarif Rp10 ribu.
"Uang baru itu kita kulakan ke seseorang, bukan kita orang bank. Ada yang nawarin kita di Surabaya, kita ambil. Kita juga cari di online. Jadi kalau ada barang kita ambil. Bukan kita main orang dalam, enggak segitunya, enggak gampang," akui Wildan saat ditanya asal-usul uang baru miliknya.
Bukan cuma Wildan, di pinggir jalan juga banyak dijajakan jasa penukaran uang baru.
Seperti yang viral baru-baru ini adalah seorang penjual memberikan tarif penukaran uang barunya hingga ratusan ribu.
Hal itu sontak membuat publik terkejut.
"Rp5 ribu berapa?" tanya pembeli.
"Seratus adminnya kak," kata penjual.
"Hah? 1 blok Rp100 ribu?. (Tukar uang) Rp5 ribu (Rp500 ribu)?" tanya pembeli lagi.
"Jadi Rp600 ribu," timpal penjual.
"Haduh meledak, ngeri-ngeri," respon pembeli.
Penjelasan Buya Yahya
Terkait maraknya jasa penukaran uang baru di media sosial, pendakwah Buya Yahya pernah memberikan penjelasan.
Buya Yahya mengungkap hukumnya dalam islam jika kaum muslimin melakukan transaksi jual beli uang menggunakan tarif.
Ditegaskan oleh Buya Yahya, jika ada pengurangan atau ketidaksamaan nominal saat menukar uang baru, maka hukumnya haram.
"Jika di dalam serah terimanya memberikan uang lama Rp1 juta kemudian diberikan uang baru Rp900 ribu, maka ini adalah riba, karena ada selisih Rp100 ribu," ungkap Buya Yahya dilansir TribunnewsBogor.com pada Rabu (26/3/2025).
Dalam hadits shahih kata Buya Yahya, menukar uang baru dengan selisih nominal itu hukumnya adalah riba dan haram dilakukan oleh kaum muslimin.
Meskipun si penukar uang ikhlas, tetap saja hukumnya riba.
"Riba, nukar uang baru dengan uang lama dengan selisih nilainya, riba. Kalau sudah riba ya riba, dosa di hadapan Allah. Rela enggak rela urusannya riba," pungkas Buya Yahya.
Karenanya, Buya Yahya pun menyoroti fenomena rutin tiap lebaran yakni memberikan THR berupa uang baru.
Menurut Buya Yahya, kaum muslimin jangan menodai kesucian momen lebaran dengan hal-hal berbau riba.
"Banyak amal baik yang dilakukan ternyata dilakukan tanpa disadari masuk wilayah maksiat. Maksudnya kan dia dengan uang baru mau kasih hadiah ke orang kan, tapi caranya dengan riba, dapat dosa, pahalanya belum tentu mampu untuk menutup dosanya, enggak perlu seperti itu, hati-hati waspada" kata Buya Yahya.
Kendati demikian, jika di perjanjian awal, ada tarif jasa penukaran, hal tersebut kata Buya Yahya sah-sah saja dilakukan.
Artinya, transaksi jual beli uang baru tidak riba jika awalnya dilakukan dengan nominal yang sama.
Baru setelah transaksi selesai, penukar dan penjual saling menyepakati tarif jasa penukaran uang.
"Kalau masalah jasa, ada akad jasa sendiri. Ini uangnya, selesai. Saya nukarnya ke sana antre, uang jasa oke, harus seperti itu. Jadi haram, waspada kalau urusan dengan riba, ngajak perang kepada Allah SWT," ujar Buya Yahya.
"Nilainya harus sama. Serah terima harus sama waktunya. Engkau menyerahkan, aku memberikan, atau nanti masuk ribanya yartakin. Atau transaksinya harus kontan, kalau enggak masuk wilayah riba nasiah," sambungnya.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.comĀ
Wali Murid Dibentak Guru usai Protes Ogah Bayar Rp140 Ribu, Padahal Pemkot Sudah Gratiskan LKS |
![]() |
---|
Belum Bayar, Pria Bertato Malah Ngamuk Ditagih Kurir Paket COD Rp30 Ribu, Maki-maki |
![]() |
---|
Tangis Lisa Mariana Mentalnya Diserang, Bongkar Wanita Lain Penerima Aliran Dana Ridwan Kamil |
![]() |
---|
Tak Punya Ongkos Pulang, Ayah dan Anak Curi Uang Rp11.000 di Warung, Nyaris Diamuk Warga |
![]() |
---|
Diusir Warga, Mantan Dosen Viral Guling-guling di Tanah Kini Jual Rumah & Hidup Berpindah-pindah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.