Berita Viral
Septian Eks Pegawai Hibisc Tagih Janji Kompensasi ke Gubernur, KDM Tegas: Anda Gak Punya Empati?
Septian seorang eks karyawan Hibisc Fantasy yang dibongkar paksa oleh Gubernur Jabar itu akhirnya menagih janji kompensasi.
Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Taman hiburan Hibisc Fantasy di Puncak Bogor yang sudah dibongkar paksa Gubernur Jawa Barat itu merugikan para pekerjanya.
Mantan karyawan Hibisc Fantasy di Puncak terpaksa menganggur kini setelah keputusan Dedi Mulyadi.
Sempat menjanjikan adanya kompensasi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ditagih para pegawai tersebut.
Puluhan mantan pegawai Hibisc Fantasy di Puncak, Bogor, Jawa Barat, mendatangi Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada Kamis (27/3/2025) untuk menagih janji kompensasi yang pernah disampaikan dalam sebuah video.
Namun, bukannya kepastian, mereka justru mendapat teguran keras dari Dedi.
Septian (30), perwakilan eks pegawai Hibisc, mengungkapkan kekecewaannya karena kompensasi yang dijanjikan kini disertai syarat yang sebelumnya tidak pernah disebutkan.
"Kami ke sini untuk menagih janji itu, tetapi argumennya harus ikut menanam pohon, harus terlibat. Kalau dari awal sudah ada statement ikut menanam pohon, kami ya menyesuaikan," kata Septian.
Dedi yang baru saja meninjau lokasi bekas Hibisc Fantasy yang telah dibongkar, menegaskan bahwa kompensasi tidak bisa diberikan begitu saja tanpa ada tanggung jawab moral dari para mantan pegawai.
"Dengerin dulu, bukan urusan videonya. Saya membantu kompensasi Anda yang nganggur di sini, tetapi saya minta tanggung jawab moral Anda," ujar Dedi dengan nada tinggi, wajahnya tampak memerah.
Ia bersikeras bahwa para mantan pegawai harus ikut serta dalam proses rehabilitasi lingkungan di lokasi tersebut dengan menanam pohon sebagai bagian dari kompensasi.
Baca juga: Nasib Penjual Moci Minta Bansos, Iri Lihat Tetangganya, Gubernur Dedi Mulyadi: Malu-Maluin
"Saya meminta tanggung jawab moral Anda. Bantu menanam pohon di sini," tegasnya.
Namun, bagi para mantan pegawai, permintaan tersebut terasa mengejutkan karena tidak pernah disebutkan sebelumnya.
Mereka merasa hak yang mereka tagih kini disertai dengan syarat tambahan yang tidak adil.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp oleh Kompas.com pada Kamis malam, Dedi menjelaskan alasan di balik sikap tegasnya terhadap para eks pegawai Hibisc.

Ia menilai mereka kurang memiliki empati dan bersikap elitis dalam menuntut hak.
"Saya tidak suka orang yang tidak punya empati, seolah-olah dia adalah kelas elite. Waktu saya bilang saya transfer, nanti kamu tanam pohon satu batang saja, dia malah mengatakan tidak ada permintaan menanam pohon di lokasi bekas Hibisc," ujar Dedi.
Dedi juga menyoroti bagaimana banyak pekerja lain tetap berusaha mencari nafkah meski memiliki latar belakang pendidikan rendah, sementara eks pegawai Hibisc hanya menunggu kompensasi tanpa menunjukkan kepedulian.
"Maksud saya, kok kamu itu nggak punya empati? Orang lain menanam pohon karena pendidikan rendah, tetapi mereka tetap bekerja. Ini ada orang yang hanya berpangku tangan dan tiba-tiba minta THR," ujarnya.
Meski kecewa, Dedi tetap berkomitmen memberikan kompensasi dengan meminta nomor rekening eks pegawai tersebut.
Baca juga: Nasib Ganti Rugi Rumah Henny yang 20 Tahun Jadi Jalan, Minta Tolong Dedi Mulyadi, Tiap Malam Nangis
Namun, ia berharap ada kesadaran bahwa bantuan itu tidak hanya soal uang, tetapi juga rasa kepedulian terhadap sesama.
"Walau saya marah, tetap saya minta nomor rekening. Saya tuh pengennya dia punya empati ke rekannya yang menanam pohon. Saya marah bukan karena ditagih uang, bukan perkara uang, tetapi soal apakah dia punya empati atau tidak," pungkasnya.
Sementara itu cerita lainnya, seorang warga meminta haknya kepada Dedi Mulyadi.
20 tahun lalu, rumah Henny digusur untuk pembangunan jalan menuju jembatan Batujaya.
Namun hingga kini, ia masih menerima tagihan dan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang sudah tidak lagi ia tempati.
Henny mengaku rumah dan tanahnya di Dusun Krajan, Desa Batujaya, digusur pada tahun2005.
Ia dipaksa melepas tanah seluas 426 meter persegi untuk pembangunan jalan penghubung Karawang–Bekasi, meski menolak nilai ganti rugi yang ditawarkan pemerintah.
"Saya juga masih bayar PBB, terakhir 2024 lalu juga saya dapat SPPT dan saya bayar aja," ujar Henny, Sabtu (22/3/2025), melansir dari Kompas.
Saat digusur pada 2005 lalu, Henny menyebut tanah miliknya hanya dihargai Rp 80 ribu per meter.
Jumlah itu jauh dari permintaan awalnya sebesar Rp 230 ribu per meter. Bahkan, pembayaran dilakukan secara dicicil.
"Udah gitu pembayaran juga dibayar secara dicicil oleh pemerintah. Ya kena gusur saya malah jadi belangsak," ujarnya.
Henny juga mengaku pernah dipaksa menandatangani kuitansi kosong sebanyak tiga kali, tanpa mengetahui bahwa itu berarti ia telah menyetujui pembayaran.
Baca juga: Henny Sakit Hati 20 Tahun Masih Bayar Pajak Meski Tanahnya Digusur, Merasa Ditipu Tak Ada Ganti Rugi
"Saya kan engga tahu, awam ya. Ya gimana ya waktu itu tandatangan di blangko yang kosong. Ya saya terima saja, kalau enggak diterima rumah saya mau digusur juga, mau diratakan pakai beko," katanya.
"Setiap malam saya menangis. Banyak yang bilang kena gusuran kok belangsak. Saya menahan sakit selama 20 tahun ini," ungkapnya.
Kini Henny bekerja sebagai pengasuh anak di Bekasi, sementara anak-anaknya tinggal di rumah lain yang ia bangun perlahan setelah dibantu saudara.
Ia berharap Bupati Karawang dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dapat memperhatikan kasus ini. Ia meminta keadilan dan pembayaran sisa ganti rugi yang layak.
Perkara ini sempat masuk ke ranah pengadilan, namun hanya sebatas pidana terhadap pejabat terkait, bukan perkara perdata mengenai hak ganti rugi.
"Dulu saya jadi saksi di pengadilan, tapi waktu perkara pidana yang sama pejabatnya itu terjerat hukum. Ya saya orang awam enggak ngerti, katanya kenapa enggak coba masukin perkara perdata gitu," kata Henny.
Baca juga: Alasan Henny Ditagih Bayar PBB Meski Rumahnya Sudah 20 Tahun Jadi Jalan, BPKAD Kuak Pembebasan Lahan
Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karawang memberikan penjelasan mengenai alasan mengapa hal ini bisa terjadi.
Kepala Bidang Aset BPKAD Karawang, Katmi, mengonfirmasi bahwa pada 2006, telah dilakukan pembebasan lahan seluas 4.791 meter persegi untuk pembangunan akses jalan di daerah Batujaya.
Tanah tersebut dibeli untuk akses menuju jembatan penghubung antara Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.
"Salah satu nama yang dibeli berdasarkan keterangan camat adalah Henny," ungkap Katmi saat dihubungi pada Minggu (23/3/2025), dilansir Kompas.com.
Terkait dengan penagihan pajak yang masih diterima Henny Yulianti, Katmi menjelaskan bahwa pemilik lahan tidak segera mengurus pemecahan sertifikat setelah tanahnya dibebaskan.
"Apabila terdapat tanah yang tidak seluruhnya dibeli oleh pemda, seharusnya bukti kepemilikan dilakukan splitsing atau pemecahan di BPN, dan pemilik tanah mengurus perbaikan SPPT di Bapenda," kata Katmi.
Katmi juga menanggapi klaim bahwa pembebasan lahan warga belum dibayarkan.
Ia meminta agar pembuktian dilakukan secara otentik.
"Harus dibuktikan, jangan lisan. Kalau menurut keterangan camat waktu itu sudah dibayar. Kami tidak bisa konfirmasi ke PPTK/pejabat yang mengadakan tanah waktu itu karena sudah pada meninggal dunia," tambahnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
uang kompensasi
Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat
empati
Hibisc Fantasy
Puncak Bogor
TribunJatim.com
berita viral
Viral Surat Pernyataan Orang Tua Dilarang Menggugat Jika Anaknya Keracunan MBG, BGN Bereaksi |
![]() |
---|
Bocah Tawuran Saling Serang, ada yang Lempar Bom Molotov Nyaris Kena Rumah Warga |
![]() |
---|
Dibanding-bandingkan dengan Sri Mulyani, Menkeu Purbaya Pilih Gaya Ofensif Kelola Keuangan Negara |
![]() |
---|
Beda Rumah Pimpinan dan Anggota DPR RI di IKN, Bakal Berdiri di Tanah Seluas 390 Meter Persegi |
![]() |
---|
Sosok H Arlan, Wali Kota Prabumulih yang Viral usai Mencopot Kepsek Diduga Karena Tegur Anak Pejabat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.