Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Polemik Ijazah Ditahan

Cerita Mantan Karyawan Perusahaan di Surabaya yang Ijazahnya Disita, Melapor ke Polda Jatim

Akibatnya, lorban DSP, beberapa tahun belakangan, kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi jika tempat perusahaan yang akan dilamar meminta ijazah

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
TribunJatim.com/Luhur Pambudi
MENGADU NASIB DI MAPOLDA JATIM-Pemuda berinisial DSP (24) mantan karyawan pabrik Usaha Dagang (UD) Sentosa Seal, perusahaan milik pengusaha Jan Hwa Diana yang berlokasi di Kota Surabaya, baru rampung membuat laporan di Gedung SPKT Mapolda Jatim, Senin (21/4/2025). Ia didampingi para anggota tim pengacaranya untuk membuat laporan kepolisian karena ijazahnya masih ditahan oleh pihak perusahaan tersebut, meskipun sudah resign kerja sejak tahun 2020 silam. 

Sebenarnya, sejak ijazah disita dan tak kunjung dikembalikan meksipun dirinya sudah resign, Korban DSP sudah berusaha untuk memintanya kepada pihak manajemen. 

Manajemen tersebut adalah karyawan yang mengaku sebagai petugas personalia atau human resource development (HRD) perusahaan UD. SS, yang berinisial VO dan HS. 

Namun, tetap saja, pihak perusahaan tersebut tidak kunjung mengembalikannya. Bahkan, Korban DSP pernah mendatangi langsung perusahaan tersebut bersama orangtuanya. 

Bahkan, saat dirinya mencoba menelepon pemilik perusahaan tersebut yakni sosok JHD yang belakangan viral karena polemik perusahaan swasta melakukan penyitaan ijazah di Surabaya. 

Baca juga: Fakta Baru Polemik Penahanan Ijazah di Surabaya, Sentosa Seal Diduga Tak Kantongi TGD dari Kemendag

Hasilnya, dapat ditebak, Korban DSP berdalih permintaannya itu ditolak mentah-mentah oleh pihak JHD tanpa alasan yang jelas. 

"Saya sudah menagih ijazah agar dikembalikan. Tadinya enggak ada respon. Saya konfirmasi ke bu bosnya langsung. Iya ke Bu JHD yang viral itu. Saya saat itu coba ngomong baik-baik, sudah saya telpon, saya ke sana sama ayah saya, ternyata di sana enggak ada orangnya," katanya. 

"Lalu saya telpon, kemudian setelah telpon, malah saya yang dimaki-maki pakai kata-kata kotor. Saya tanya; masalahnya apa kok gak diberikan. Tambah maki maki saya," pungkasnya. 

Sementara itu, Pengacara Korban DSP, Edy Tarigan mengatakan, kliennya itu, dijebak dengan klausul perjanjian tidak tertulis bahwa pelamar kerja yang telah diterima sebagai karyawan di perusahaan tersebut, bakal ditawarkan dua jenis pilihan perjanjian. 

Perjanjian pertama, menjaminkan uang sekitar dua juta rupiah, dengan kemudahan proses penerimaan kerja tanpa harus menyerahkan ijazah sebagai jaminan. 

Perjanjian kedua, menjaminkan lembar ijazah asli tanpa harus menyetorkan uang sekitar dua juta rupiah. 

Namun, tambah Tarigan, gaji si karyawan bakal dipotong sebanyak sekitar satu juta rupiah setiap bulannya. 

"Pemotongan gaji klien kami, ada bukti. Dilakukan setiap bulan. Mas DSP bayaran 1 minggu Rp400 ribu. Meskipun setelah dipotong diawal, sampai sekarang ijazahnya belum diambil," ujarnya di depan Gedung SPKT Mapolda Jatim, pada Senin (21/4/2025). 

Itulah mengapa, lanjut Tarigan, pihaknya mendampingi Korban DSP untuk membuat laporan ke SPKT Mapolda Jatim dengan terlapor berinisial VO dan kawan-kawan. 

Laporan tersebut dibuktikan dari telah keluarnya Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor LP/B/532/IV/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR tanggal 21 April 14.30 WIB. 

Sosok tersebut merupakan pihak manajemen yang mengaku sebagai HRD atau yang bertanggungjawab atas proses rekrutmen karyawan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved