Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Ketekunan Ngatminatun & Sukahar 15 Tahun Nabung Rp40 Ribu dari Jualan Es Dung, Kini Berangkat Haji

Siapa sangka, berkat es dung yang sederhana, mereka bisa berangkat menunaikan ibadah haji tahun 2025 ini.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TribunJateng/Fachri Sakti Nugroho
TUKANG ES DUNG NAIK HAJI - Sukahar dan Ngatminatun, warga Desa Kaliwenang, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, menceritakan kisahnya bisa naik haji setelah menabung dari hasil berjualan es dung. Kisah mereka adalah pengingat bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. 

TRIBUNJATIM.COM - Langkah sepasang suami istri penjual es dung menuju Baitullah bukan dilalui dengan kemewahan.

Tetapi ditempa dari ketekunan, kesabaran, dan perjuangan panjang menjajakan es dung.

Minuman dingin khas ini kerap dijajakan keliling menggunakan gerobak.

Baca juga: Kisah Kastijah Naik Haji di Usia 82 Tahun, Hasil Nabung Rp25.000 dari Jualan Ponggol selama 5 Dekade

Siapa sangka, berkat es dung yang sederhana, mereka bisa berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji.

Di tahun 2025 ini, impian yang mereka simpan rapi dalam hati selama belasan tahun akhirnya menjadi kenyataan. 

Pasutri ini tinggal di sebuah sudut Desa Kaliwenang, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Senyum bahagia tak bisa disembunyikan dari wajah pasangan suami istri Sukahar (62) dan Ngatminatun (59).

"Senang sekali bisa naik haji tahun ini," ucap Sukahar penuh haru saat ditemui Tribun Jateng di rumahnya, Jumat (25/4/2025).

Kisah ini bukan sekadar soal keberangkatan ke Tanah Suci, melainkan tentang keyakinan bahwa mimpi bisa terwujud meski dengan cara yang sederhana.

Sukahar dan Ngatminatun mulai menabung dari hasil jualan es dung sejak tahun 2010.

Setiap hari, Sukahar menyisihkan keuntungan dari jualannya, antara Rp40 ribu hingga Rp60 ribu.

Dua tahun kemudian, mereka resmi mendaftar haji.

"Tahun 2010 saya mengumpulkan uang sedikit demi sedikit setelah itu tahun 2012 saya bisa mendaftar haji," ujar Sukahar.

"Saya setiap pulang dari jualan menabung Rp40 ribu, kadang Rp60 ribu. Sisanya untuk belanja dan modal jualan es dung," kenang beliau.

Sukahar dan Ngatminatun, warga Desa Kaliwenang, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menceritakan kisahnya bisa naik haji setelah menabung dari hasil berjualan es dung selama 15 tahun. Kisah Sukahar dan Ngatminatun adalah pengingat bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia.
Sukahar dan Ngatminatun, warga Desa Kaliwenang, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menceritakan kisahnya bisa naik haji setelah menabung dari hasil berjualan es dung selama 15 tahun. Kisah Sukahar dan Ngatminatun adalah pengingat bahwa tidak ada perjuangan yang sia-sia. (TribunBanyumas.com/Fachri)

Namun perjalanan Sukahar dengan es dung dimulai jauh sebelum itu.

Sejak tahun 1987, ia telah berjualan es dung di Jakarta.

Namun, pada tahun 2010, ia memutuskan kembali ke kampung halaman.

"Saya jualan es dung sejak tahun 1987 di Jakarta, karena anak-anak sudah besar saya pulang kampung dan jualan di sini," kenang Sukahar.

Pilihannya untuk melanjutkan usaha di desa tak disangka malah membawa berkah.

Dagangannya laku keras, hingga kini Ia memiliki empat gerobak es dung yang dijalankan bersama rekan-rekannya.

"Ternyata laku, kemudian anak-anak, teman-teman pada ikut jualan es dung," imbuhnya.

Baca juga: Solusi PLN Atas Tagihan Listrik Rp12,7 Juta ke Penjual Gorengan, Masruroh Kini Dibantu Pedagang Lain

Tentu, tidak selalu mudah berjualan es dung.

Musim hujan jadi tantangan tersendiri bagi Sukahar dan istri.

Saat hujan turun, dagangan biasanya tak habis terjual.

Namun Sukahar dan Ngatminatun tak pernah mengeluh.

"Saat musim kemarau sehari es dung bisa habis. Susahnya kalau hujan kan tidak habis, tapi tidak apa-apa bisa dijual lagi besok karena tidak mencair," katanya bijak.

Kini, setelah bertahun-tahun bekerja keras, doa mereka untuk menunaikan ibadah haji terkabul.

Manasik haji telah mereka jalani, dan tanggal 10 Mei nanti, pasangan ini akan terbang ke Tanah Suci.

Dengan hati penuh syukur, mereka berharap ibadahnya berjalan lancar dan pulang membawa gelar haji yang mabrur.

"Semoga menjadi haji dan hajah yang mambrur," doa Sukahar dan Ngatminatun.

Kastijah (kanan) ditemani anaknya, Ridho, saat akan melaksanakan vaksinasi polio dan meningitis di KBIH Mambaul Ulum Tegal, Jumat (18/4/2025). Pedagang nasi ponggol tersebut tahun ini berangkat haji setelah mendaftar sejak 2012.
Kastijah (kanan) ditemani anaknya, Ridho, saat akan melaksanakan vaksinasi polio dan meningitis di KBIH Mambaul Ulum Tegal, Jumat (18/4/2025). Pedagang nasi ponggol tersebut tahun ini berangkat haji setelah mendaftar sejak 2012. (TRIBUNJATENG.COM/ FAJAR BAHRUDDIN ACHMAD)

Kisah serupa dialami lansia asal Kelurahan Debong Tengah RT 05 RW 01, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal, Jawa Tengah, Kastijah, yang usianya sudah 82 tahun.

Meski menjadi calon jemaah haji 2025 yang sudah berusia sepuh, ia masih tampak sehat dengan badannya yang kurus.

Penglihatan dan pendengaran masih awas serta tak ada riwayat diabetes atau jantung.

Sehari-harinya, Kastijah merupakan pedagang ponggol.

Ponggol adalah nasi bungkus khas Tegal yang identik dengan lauk sambal goreng tempe dan mie.

Dia sehari-hari berjualan di depan rumahnya selepas subuh sampai pukul 08.00 WIB.

Sedangkan suaminya yang bekerja sebagai tukang becak sudah meninggal dunia sejak 2004.

"Kulo dodolan ponggol awit larene alit-alit," kata Kastijah saat melakukan vaksinasi polio dan meningitis di KBIH Mambaul Ulum Tegal, Jumat (18/4/2025).

Kastijah menjadi pedagang ponggol sejak 55 tahun lalu, saat rumahnya masih menggunakan dinding kayu.

Dia memiliki sebanyak 11 anak, 20 cucu, dan 10 cicit.

Keberangkatan hajinya di tahun ini merupakan hasil jerih payah keringatnya selama berjualan nasi ponggol.

Dia juga melarang anaknya untuk membantu.

Setelah tanggung jawab kepada anak bungsunya selesai, Kastijah fokus menabung untuk berangkat haji.

"Kulo damelaken anak bontot, Ya Allah muga-muga kulo bisa daftar haji. Angen-angene kulo piambak," ungkapnya.

Baca juga: Penjelasan Kepsek Akhirnya Batalkan Study Tour ke Bali, Biaya Cuma Rp3,6 Juta, Kini Kembalikan Iuran

Kastijah bercerita, dia lalu mendaftar haji di tahun 2012.

Pembayaran pertama Rp40 juta untuk pesan kursi, beberapa bulan kemudian dia menyetorkan lagi Rp10 juta sebagai tabungan.

Dia sendiri melakukan pelunasan biaya haji di tahun ini.

Kastijah sendiri lupa uang tersebut hasil menabung berapa tahun, tetapi setiap habis berjualan dia selalu menyisihkan uang di dalam lemari.

Terkadang Rp100 ribu, Rp25 ribu, ataupun tidak sama sekali karena untuk beli beras.

"Umpul-umpul, kadang-kadang Rp100 ribu, kadang-kadang Rp25 ribu, kadang-kadang mboten kanggo tumbas uwos," jelasnya.

Menurut Kastijah, keinginannya untuk menunaikan ibadah haji sudah sejak kecil, saat melihat embahnya yang haji.

Dia sampai bertanya, ibadah haji rasanya enak apa tidak.

Dari situlah dia berdoa ingin berangkat haji hingga baru tercapai bisa menabung setelah anaknya dewasa.

"Sing mbien, awit embahe kulo haji. Kulo donga, muga-muga nyong mbesuk dadi bocah pinter luruh duit, mben bisa naik haji," kenang Kastijah.

Anak bungsu Kastijah, Hasan (40) mengungkapkan, ibunya berjualan ponggol sejak anak pertamanya masih kecil.

Semula Kastijah adalah ibu rumah tangga, lalu berjualan ponggol untuk membantu penghasilan almarhum bapaknya yang tukang becak.

Ibunya biasanya bangun pagi jam 03.00 WIB, melaksanakan salat tahajud, lalu masak untuk persiapan berdagang.

Saat sudah waktu subuh, ibunya salat di musala, setelah itu langsung jualan di depan rumah.

"Kalau sekarang sudah dilanjutkan oleh anak dan mantunya yang perempuan. Tapi ibu masih suka bantu bikin kupat dan alu-alu," ujarnya.

Seporsi nasi ponggol ketan dan gorengan hangat di Jalan Kapten Ismail, Kota Tegal.
Seporsi nasi ponggol ketan dan gorengan hangat di Jalan Kapten Ismail, Kota Tegal. (TribunJateng.com/Fajar Bahruddin Achmad)

Hasan mengatakan, ibunya memiliki keinginan haji sudah sejak lama, tetapi terhalang karena anaknya masih kecil-kecil.

Sehingga ibunya baru bisa mendaftar di usianya yang sudah sepuh.

Uang yang dipakai mendaftar pun tabungannya, sebab anak-anaknya tidak boleh membantu.

Menurutnya, ibunya sosok orang yang dermawan dan suka membantu.

"Saya belajar, ibu orangnya dermawan. Suka ngasih hak eman-eman. Akhirnya nurun ke anak-anaknya," ungkapnya.

Anak Kastijah yang lain, Ridho mengatakan, ibunya memang pintar menabung meskipun disimpan di lemari.

Bahkan anak-anaknya sempat kaget saat ibunya ingin mendaftar haji di tahun 2012.

Tidak ada yang tahu kalau ibunya sudah memiliki tabungan sebanyak Rp40 juta.

"Berangkat haji sudah keinginan ibu. Anak-anaknya juga enggak tahu ibu sudah menabung," katanya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved