Berita Viral
Tiap Hari Jualan Sapu Ijuk, Herman Sukses Sekolahkan Anak sampai S2: Rezeki Sudah yang Mengaturnya
Kisah perajin sapu ijuk hingga sukses sekolahkan anak sampai sarjana ini bisa menjadi inspirasi.
TRIBUNJATIM.COM - Kisah perajin sapu ijuk hingga sukses sekolahkan anak sampai sarjana ini bisa menjadi inspirasi.
Meski kini banyak produk modern, perajin sapu ijuk ini tetap semangat berjualan.
Bahkan produknya dipasarkan hingga pelosok darah.
Omzet yang didapat pun terbilang cukup besar yakni Rp6 juta sebulan.
Kisah inspiratif ini datang dari Muhammad Syahermanto (69) atau biasa disapa Herman.
Ia tetap teguh mempertahankan warisan leluhur.
Baca juga: Alasan Mahasiswa Elit Berhenti Studi S2, Pilih Jualan Kentang Pinggir Jalan, Tak Nyesal Gagal PhD
Di bawah kolong rumah panggungnya di Jalan Kemas Rindo, Kertapati, Palembang, jemari lincahnya menari merangkai ijuk menjadi sapu yang kokoh dan andal.
Ia adalah satu dari segelintir perajin sapu ijuk yang tersisa di kota ini.
"Sekarang di sini tinggal dua, saya dan satu lagi tapi sudah jarang produksi, cuma jual," ungkap Herman dengan nada prihatin, mengenang masa jayanya ketika banyak tetangga turut menekuni kerajinan serupa, dikutip dari Tribun Sumsel.
Sejak tahun 1973, tepatnya saat masih duduk di kelas 4 SD pada usia 10 tahun, Herman telah akrab dengan serat alami berwarna hitam legam ini.
Baginya, membuat sapu ijuk bukan sekadar pekerjaan, melainkan bagian dari hidupnya.
Proses pembuatannya pun masih dipertahankan secara tradisional.

Tumpukan bambu yang akan menjadi tangkai sapu dan gunungan ijuk menjadi pemandangan sehari-hari di bawah rumahnya yang bertiang kokoh itu.
Dengan cekatan, Herman memilah ijuk yang sudah dipotong rapi sepanjang 40 cm dan lebar 50 cm.
Lalu menyatukannya dengan tangkai bambu.
Dalam hitungan detik, sapu ijuk pun rampung setelah dijahit dan dipasangi bungkus plastik pada tangkainya.
Herman mengatakan dia bisa buat sapu ijuk secara otodidak.
"Berawal bongkar sapu ijuk kemudian memasang kembali dan bisa," ujar bapak delapan anak dan tujuh cucu ini yang dijumpai beberapa waktu lalu.
Dua varian produk dihasilkan, sapu panjang untuk membersihkan langit-langit rumah dan sapu pendek untuk menyapu lantai.
Selain itu, ia juga membuat sapu ijuk dengan pembungkus plastik pabrikan yang diisi dan dieratkan ijuk pada setiap lubangnya.
Dulu, Herman dibantu banyak pekerja.
Namun kini hanya tersisa tujuh orang. Setiap sapu yang mereka hasilkan dihargai Rp 1.000.
Baca juga: Jualan Pisang Demi Obati Stroke Istri, Kakek Ugan Malah Dihajar Pemotor, Uang Rp300 Ribu Dipalak
"Tidak takut karena masih ada yang beli dan pesan," ujarnya dengan yakin.
Bahan baku ijuk yang didapat dari Lubuklinggau sebanyak tiga ton setiap satu setengah bulan menjadi bukti bahwa permintaan akan sapu ijuknya masih tinggi.
Pasar sapu ijuk Herman bahkan merambah hingga ke Pekanbaru dan Padang.
Modal usaha yang berkisar antara Rp 25 hingga Rp 50 juta dirasanya cukup untuk menjalankan roda bisnisnya.
Herman kini mengharapkan bantuan dana lunak yang tidak memberatkan, hingga kini belum ada.
"Rezeki sudah yang mengaturnya, tetap berusaha saja," tuturnya penuh semangat.
Untuk menghasilkan sapu ijuk berkualitas, Herman menggunakan ijuk pilihan, tangkai bambu yang telah diluruskan (mengingat kayu semakin sulit didapat), dan sampul plastik.
Satu kilogram plastik bisa digunakan untuk membungkus sekitar 100 tangkai sapu agar terlihat lebih menarik.
Baca juga: Ketekunan Ngatminatun & Sukahar 15 Tahun Nabung Rp40 Ribu dari Jualan Es Dung, Kini Berangkat Haji
Harga jual sapu ijuk lantai Rp 7.000 dan sapu langit-langit Rp 12.500.
Dengan omzet kotor sekitar Rp 6 juta per bulan, Herman berhasil menyekolahkan keenam anaknya hingga meraih gelar sarjana, bahkan ada yang S2.
Pemasaran produknya dibantu oleh canvaser yang setia menjajakan sapu ijuk hingga ke pelosok daerah seperti Bayung Lencir, Sekayu, Pekanbaru, Jambi, dan Padang.
"Kalau sore sudah laku, mereka langsung transfer agar duit itu tidak hilang," jelas Herman.
Di warung sederhana di depan rumahnya, selain berbagai jenis sapu ijuk, juga dijual sapu lidi, serokan air, tirai bambu, kemoceng plastik halus, serta sapu ijuk bungkus plastik pabrikan.
Ini menjadi bukti bahwa Herman tak hanya mempertahankan tradisi, tetapi juga beradaptasi dengan permintaan pasar.
Brigjen TNI Minta Maaf usai Prajurit Hajar Ojol Sampai Patah Hidung Cuma Karena Diklakson |
![]() |
---|
Telanjur Tak Bawa Bekal, Siswa TK Menahan Lapar Dibanding Makan Ayam Menu MBG yang Bau Tak Sedap |
![]() |
---|
Oknum TNI Hajar Pengemudi Ojol Ngaku Khilaf & Tanggung Biaya Pengobatan, Keluarga Korban Tolak Damai |
![]() |
---|
Demi Biayai Anak Sekolah di UGM, Nunung Rela Jadi Driver Ojol, Tiap Bulan Bayar Cicilan Rp2,4 Juta |
![]() |
---|
Asrudin Rugi Rp10 Juta Jadi Korban Penipuan Penyediaan MBG, Diajak Kerja Sama Malah Modal Digondol |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.