Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dipecat Lewat Video Call saat Lagi Libur, Pegawai Dapat Ganti Rugi Rp524 Juta, sempat Kena Mental

Nasib pegawai dipecat lewat video call saat lagi libur. Iapun syok tiba-tiba diberhentikan. Kini pegawai tersebut menerima kompensasi.

Pixabay/pexels
DIPECAT MENDADAK - Seorang pegawai di London, Inggris dipecat lewat video call saat libur. Ia syok padahal undangan tertulis hanya berbincang. Kini dapat ganti rugi Rp524 juta, Kamis (15/5/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Nasib pegawai dipecat lewat video call saat lagi libur.

Iapun syok tiba-tiba diberhentikan.

Padahal saat mendapatkan undangan rapat lewat video call tersebut judulnya hanya 'berbincang'.

Kasus ini menimpa seorang wanita di London Selatan, Inggris.

Kini, wanita tersebut memenangkan gugatan hukum dan menerima kompensasi sebesar 24.042 poundsterling (sekitar Rp 524 juta).

Ini setelah ia dipecat secara sepihak oleh perusahaannya saat ia sedang libur. 

Baca juga: Penyebab Rasul Guru SD Dipecat Bukan karena Wali Murid, Disdik Perbolehkan Ngajar Lagi: Sudah Islah

Korban adalah Joanne Neill, mantan karyawan Dermalogica UK.

Neill mengalami pelanggaran hak ketenagakerjaan dalam proses pemecatan tersebut.

Demikian dinyatakan pihak pengadilan ketenagakerjaan di Croydon, London Selatan.

Sebagaimana diberitakan Telegraph, dikutip dari Kompas.com, Senin (5/5/2025), pemecatan dilakukan melalui rapat virtual yang dijadwalkan secara mendadak.  

Neill bahkan menerima undangan rapat dengan judul "catch up" (berbincang ringan), yang membuatnya tidak menyangka isi pertemuan tersebut adalah pengumuman pemecatan dirinya.

Rapat berlangsung melalui Microsoft Teams dan Neill tidak diberi hak untuk didampingi siapa pun dalam rapat.

Dalam rapat tersebut, manajernya, Ian White, menyampaikan Neil termasuk dalam daftar karyawan yang diberhentikan.

“Pemberitahuan mendadak dan judul rapat yang menyesatkan membuatnya tidak siap dan merasa terkejut,” kata Hakim Ketenagakerjaan Liz Ord.

Ilustrasi kerja.
Ilustrasi kerja. (Pixabay/pexels)

“Pengumuman tersebut membuatnya syok dan putus asa, serta memperburuk kondisi mentalnya secara signifikan,” lanjutnya.

Hakim juga menyebut keputusan untuk mengadakan rapat secara virtual, padahal Neill biasanya bekerja di kantor, memperparah situasi karena ia tidak mendapatkan dukungan langsung dari rekan-rekan kerjanya.

Dalam sidang di pengadilan, terungkap Neill mulai mengalami masalah kesehatan mental sejak Januari 2022.

Ia sempat meminta izin untuk bekerja dari rumah dua hari dalam seminggu, yang kemudian ditolak oleh perusahaan.

Oleh karena itu, Neill sering menangis di tempat kerja karena hanya mendapat dua hari cuti sakit dalam setahun.

Neill akhirnya ditetapkan sebagai karyawan yang akan dirumahkan pada November 2022.

Menurut manajernya, keputusan itu diambil karena jam kerja paruh waktu Neill memenuhi target pengurangan jumlah karyawan.

Baca juga: Dulu Dipecat Ahok, Mantan Kepsek Retno Listyarti Kini Kritik Kebijakan Anak Nakal Dikirim ke Barak

Akan tetapi, pengadilan menyimpulkan Dermalogica UK telah melakukan diskriminasi berbasis gender secara tidak langsung.

Keputusan memilih Neill untuk dirumahkan karena jam kerjanya yang lebih pendek melanggar peraturan pekerja paruh waktu.

Sebab, dalam praktiknya, perempuan lebih banyak yang bekerja paruh waktu dibanding laki-laki, sehingga kebijakan itu berdampak tidak adil terhadap perempuan.

Pengadilan juga mengecam perusahaan karena tidak memberikan informasi yang jelas sebelum rapat, menyelenggarakan pertemuan secara online tanpa persiapan yang layak.

Serta tidak memberikan hak bagi Neill untuk didampingi selama proses berlangsung.

Atas semua kerugian yang dialami, Joanne Neill berhak atas total kompensasi sebesar 24.042 poundsterling atau sekitar Rp 524 juta.

Baca juga: Sosok Satria Dulu Marinir Kini Jadi Tentara Rusia di Perang Ukraina, Dipecat TNI Sejak Tahun 2022

Seorang pegawai bank sakit gagal pankreas karena sering kerja 20 jam sehari.

Ia bekerja di sebuah bank investasi swasta di Milwaukee, Negara Bagian Wisconsin, Amerika Serikat (AS).

Bank itu dilaporkan memaksa pegawai juniornya bekerja hingga 110 jam per pekan.

Akibatnya, dua pegawai harus dirawat di rumah sakit, termasuk satu kasus gagal pankreas yang dikaitkan dengan beban kerja berlebihan.

 Mengutip laporan The Wall Street Journal, para analis muda di bank itu mengaku kerap bekerja 20 jam per hari.

Mereka juga ditegur jika meninggalkan meja kerja setelah bekerja semalaman.

Keluhan ini awalnya mencuat dalam unggahan anonim di Wall Street Oasis, forum diskusi populer di kalangan profesional finansial.

“Sebagai analis dan rekanan, Anda diperlakukan seperti sampah,” tulis salah satu bankir dalam unggahan yang kini viral itu, dikutip dari New York Post pada Rabu (30/4/2025) via Kompas.com.

Ratusan komentar dari pengguna forum lainnya—diduga juga merupakan karyawan atau mantan karyawan bank tadi—mengamini pengalaman serupa.

Beberapa di antaranya mengaku pernah mengalami perlakuan kasar hingga kelelahan fisik akibat jam kerja berlebihan.

Sebanyak dua mantan pegawai di bank tersebut bahkan harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami kelelahan ekstrem.

Salah satu dari mereka pernah mengadukan beban kerja berlebihan kepada HRD, tetapi tak mendapat tanggapan memadai.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved