Berita Viral
12 Tahun Perjuangkan Tanah Warisan Istri, Guru Honorer Akhirnya Dijawab BPN, Bahas Blokir Sertifikat
Setelah 12 tahun sertifikat tanahnya tak bisa diakses, Hedi akhirnya mendapat tanggapan dari BPN DIY.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Seorang guru honorer di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terus memperjuangkan hak atas tanah warisan milik istrinya, selama 12 tahun.
Tanpa disadari, tanah yang ditinggali Hedi Ludiman (49) bersama keluarganya tiba-tiba sudah tergadai ke bank.
Bahkan, sudah dibalik nama tanpa sepengetahuan mereka.
Baca juga: Sebar Ikan di Kubangan Air Jalan Rusak, Warga Sindir Pejabat Cuma Ngonten & Ngopi: Mancing Sini!
Kisah bermula pada tahun 2011, saat dua orang berinisial SJ dan SH datang.
Mereka berniat menyewa rumah milik istri Hedi, Evi Fatimah (38), yang berdiri di atas tanah seluas 1.475 meter persegi di wilayah Tridadi, Sleman.
Rumah tersebut memang biasa dikontrakkan, dan permintaan sewa selama lima tahun pun diterima.
Kedua penyewa tersebut kemudian meminta sertifikat tanah sebagai 'jaminan'.
Evi pun menyerahkan sertifikat tanag tanpa curiga, karena salah satu dari mereka merupakan perempuan lanjut usia.
Tak lama setelahnya, Evi diajak ke sebuah kantor notaris di Kalasan.
Di sana, ia hanya ditemui staf, lalu diminta menandatangani sejumlah dokumen tanpa diperbolehkan membaca isinya secara langsung.
"Katanya untuk kontrak rumah, ternyata kami sama sekali tidak tahu isinya apa," tutur Hedi saat ditemui, Senin (12/5/2025).
Setahun kemudian, petugas dari sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) datang membawa kabar bahwa sertifikat tanah yang masih atas nama Evi ternyata telah diagunkan untuk pinjaman sebesar Rp300 juta, dan kreditnya dalam kondisi macet.
Lebih mengejutkan lagi, sertifikat tersebut sudah dalam proses balik nama ke atas nama SJ.
"Dari situ saya mulai cari tahu ke BPN, dan ternyata benar, sertifikat sudah dibalik nama," ungkap Hedi.
Laporan ke pihak kepolisian pun dibuat.
Pada 2014, SH berhasil ditangkap dan divonis sembilan bulan penjara karena terbukti bersalah.
Sementara SJ, otak utama dugaan penipuan, hingga kini masih buron.
Polresta Sleman menyatakan bahwa penanganan kasus tersebut telah berjalan, dengan satu pelaku divonis dan satu lainnya masih dalam pengejaran.
"Untuk penanganan kasus penipuannya sudah inkrah satu pelaku dan satu pelaku lagi masih DPO," ujar Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, Senin (12/5/2025).
Riski menambahkan, tim masih terus melakukan pencarian terhadap terduga pelaku berinisial SJ, yang hingga kini belum tertangkap.
Baca juga: 15 Tahun Lewati Jalan Rusak Berlumpur, Warga Patungan Rp5000, Sindir Gubernur Berharap Perbaikan
Dalam proses pencariannya, Hedi menemukan bahwa KTP istrinya telah digunakan dalam proses legalisasi tanpa pernah diserahkan kepada notaris.
Notaris yang terlibat juga dilaporkan ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan terbukti melanggar kode etik.
Tak berhenti di jalur pidana, Hedi juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Sleman terhadap pihak bank dan dua pelaku.
Namun gugatan tersebut ditolak karena dianggap cacat formil.
Ia juga melapor ke Ditreskrimsus Polda DIY.
Namun kasus dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Kasus makin rumit ketika diketahui bahwa sertifikat yang sudah diblokir oleh BPN justru kembali berpindah tangan, dari SJ ke seseorang berinisial RZA.
"Saya heran, sudah diblokir tapi bisa dibalik nama lagi. RZA sempat datang, saya sudah jelaskan kalau ini tanah bermasalah," tutur Hedi.
Perjuangan selama 12 tahun ini sangat menguras fisik dan mental Hedi.
Dengan penghasilan sebagai guru honorer swasta hanya Rp150.000 per bulan, ia terpaksa bekerja sambilan sebagai montir untuk menghidupi istri dan tiga anaknya.
"Sampai tak bisa belikan susu anak, saya menelantarkan keluarga karena fokus memperjuangkan ini."
"Rasanya sangat berat," ungkapnya menangis berlinang air mata.
Kini, Hedi hanya memiliki satu harapan: agar negara hadir membantu mengembalikan hak atas tanah istrinya.
"Saya mohon kepada pemerintah pusat dan Komisi III DPR RI, bantu kami. Saya hanya guru honorer yang ingin keadilan. Kembalikan hak istri saya," pintanya.
Baca juga: Bocah Uji Nyali di Kuburan, Patahkan Mitos Soal Hantu Pakai Penjelasan Ilmiah, Kontennya Tuai Pujian
Setelah 12 tahun sertifikat tanahnya tak bisa diakses, Hedi akhirnya mendapat tanggapan dari BPN DIY.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) BPN, Dony Erwan Brilianto merespons pernyataan dari guru honorer yang diduga menjadi korban mafia tanah di Kabupaten Sleman.
Dony menyebut, masa berlaku blokir oleh aparat hukum hanya berlaku 30 hari, sesuai aturan yang berlaku di tahun 2012.
Melalui video yang dikirim, Hedi menyampaikan bahwa blokir sertifikat hanya 30 hari tersebut memang benar dan sesuai Undang-Undang.
Namun 30 hari tersebut untuk blokir biasa.
Terkait hal ini, Dony menjelaskan, blokir sertifikat yang dilakukan oleh pihak Kepolisian dilakukan pada tahun 2012, sehingga pada masa ini Peraturan Menteri (Permen) ATR BPN no 13 tahun 2017 berlaku.
"Tahun 2012 berarti pakainya (aturan) Peraturan Menteri BPN nomor 3 tahun 97 pasal 126, menyatakan kalau ada permintaan blokir baik perorangan atau aph (aparat penegak hukum), atau kita sendiri berlakunya ya cuma 30 hari," kata dia saat dihubungi, Jumat (16/5/2025).
Sedangkan pada Peraturan Menteri no 13 tahun 2017 disebutkan bahwa blokir internal berlaku sampai dengan kasus selesai.
"Iya belum berlaku karena yang itu (blokir internal) baru berlaku pada tahun 2017, jadi belum berlaku yang itu. Pakainya ya yang lama aturannya," imbuh dia.
Dony menyampaikan, setelah blokir dilakukan polisi sampai tahun 2024, blokir tersebut belum dicabut.
Blokir dilakukan hanya dilakukan pada tahun 2012, tidak ada blokir baru dari Polres Sleman.
"Bukan Polres Sleman belum mencabut, meskipun dari APH berlakunya ya 30 hari. Permennya 2017 berlakunya setelah 2017 seperti di Bantul itu (proses blokir)," kata dia.
Ia menyarankan kepada Hedi untuk melakukan musyawarah kepada nama yang tercantum pada sertifikatnya, atau membuka gugatan perdata karena merasa belum tuntas.
"Kita belum bisa karena sertifikatnya lebih dari 5 tahun juga, dari 2012 sekarang 2025," imbuhnya.
Dia menambahkan di kantor ATR/BPN kabupaten maupun provinsi memiliki loket informasi, bagi warga yang akan mengadu atau merasa ditipu dipersilakan datang langsung ke kantor BPN. Sehingga BPN dapat meresponnya dengan cepat.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
| Warung Bakso Babi Puluhan Tahun Jualan Tidak Pasang Tanda Nonhalal, Penjual sempat Keberatan |
|
|---|
| Wabup Tindak Penjual Bakso Babi yang Tak Cantumkan Label Non-Halal, Tempelan HVS 'B2' Dirasa Kurang |
|
|---|
| Bupati Syok Rica Bocah 12 Tahun Rawat Ayah Lumpuh Bukannya Sekolah, Pemerintah Langsung Turun |
|
|---|
| Relawan Geruduk Kantor Kepala Dapur Protes Gaji Sudah Kecil Masih Dipotong, Lembur Tak Dibayar |
|
|---|
| Ivan Gunawan Kaget saat Temui Fitri yang Dicerai Suami Jelang Jadi PPPK, Beri Pesan Hidup di Jakarta |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.