Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Gus Miftah Minta Maaf, Terungkap Awal Mula 13 Santri Ponpes Ora Aji Jadi Tersangka Penganiayaan

Gus Miftah yang juga selaku pengasuh pondok pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, DI Yogyakarta sampai minta maaf akibat kejadian tersebut.

Editor: Torik Aqua
Kompas.com
MAAF - Gus Miftah pengasuh Ponpes Ora Aji, Sleman, Yogyakarta kini minta maaf usai 13 santrinya jadi tersangka kasus penganiayaan. 

TRIBUNJATIM.COM - 13 orang santri dari Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah kini menjadi tersangka kasus penganiayaan, Jumat (30/5/2025).

Gus Miftah yang juga selaku pengasuh pondok pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, DI Yogyakarta sampai minta maaf akibat kejadian tersebut.

Awal mula dugaan penganiayaan itu terjadi karena korban mengaku melakukan pencurian.

Sehingga, kini satu di antara tersangka juga kini melaporkan balik korban atas tuduhan pencurian.

Baca juga: Respon Gus Miftah Soal Pendidikan Militer untuk Anak Nakal Ala Dedi Mulyadi, Singgung Sikap Nabi

Kuasa Hukum Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Adi Susanto, dalam konferensi pers, Sabtu (31/5/2025) menjelaskan peristiwa itu bermula dari aksi vandalisme.

Ponpes asuhan Miftah Maulana Habiburrahman ini sebetulnya sudah mencoba memediasi santri-santi tersebut, namun tidak menemukan titik temu sehingga terjadi pelaporan ke polisi

Gus Miftah Minta Maaf 

Miftah Maulana Habiburrahman, pengasuh pondok pesantren tersebut, menyampaikan permintaan maaf melalui kuasa hukumnya, Adi Susanto. 

"Ya pertama tadi sudah disampaikan sama ketua yayasan, musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren. Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan, beliau (Miftah) sudah menyampaikan permohonan maafnya tadi," ujar Adi Susanto pada Sabtu (31/05/2025).

Peristiwa dugaan penganiayaan terjadi saat Miftah Maulana Habiburrahman sedang melaksanakan ibadah umrah dan tidak berada di lokasi.

Adi Susanto menjelaskan Pondok Pesantren Ora Aji berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan masalah ini.

Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji menegaskan bahwa insiden yang berujung pada tuduhan penganiayaan merupakan masalah antara santri. 

"Kalau ditanya kemudian apa yang dilakukan, sekali lagi kapasitas pondok hanya menjadi mediator saja untuk memfasilitasi terjadinya komunikasi. Hanya sebatas itu saja, tidak ada yang lain," tuturnya. 

"Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini pure murni antara santri dan santri," katanya. 

Kronologi Kejadian

Adi Susanto menyampaikan, kejadian penganiayaan bermula dari aksi vandalisme dan pencurian di kamar-kamar santri di Ponpes Ora Aji, Sleman, Yogyakarta.

Rentetan peristiwa pencurian tersebut tidak pernah diketahui siapa pelakunya. 

Hingga akhirnya pada 15 Februari 2025, terkuak seorang santri berinisial KDR yang melakukan hal tersebut.

Pengakuan KDR diawali saat ketahuan menjual air galon yang merupakan usaha pondok pesantren Ora Aji. 

Santri lainnya kemudian bertanya siapa yang menyuruh KDR menjual air galon, sebab menjual air galon bukan tugas dan tanggung jawabnya.

"(KDR) mengakui bahwa memang dia sudah melakukan penjualan galon tanpa sepengetahuan pengurus itu selama kurang lebih 6 hari, ya sudah sekitar seminggu sudah melakukan itu. Nah, atas kejadian itu santri kan langsung tersebar nih peristiwanya tersebar," ucap Adi Susanto.

Setelah itu, ditanyakan pula terkait dengan rentetan peristiwa pencurian yang terjadi di kamar santri.

"Nah, sampai akhirnya ditanyakanlah ya secara persuasif, tidak ada pemaksaan. Apakah peristiwa yang selama ini terjadi di pondok juga dilakukan oleh dia?" tuturnya.

"Nah, yang bersangkutan mengakui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Ada di santri yang bernama si A sekian Rp 700.000, santri yang bernama si B, Rp 50.000 dan segala macam," imbuhnya.

Mendengar pengakuan itu, kemudian muncul reaksi spontanitas dari sejumlah santri.

Namun, Adi Susanto menyebut aksi spontanitas tersebut bukan tindakan penganiayaan

"Bahwa yang perlu kita tekankan, atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri, yang tidak ada koordinasi apapun," ungkapnya.

Usai peristiwa tersebut, KDR diketahui dijemput oleh kakaknya. Kemudian KDR meninggalkan pondok tanpa berpamitan.

"Nah, entah siapa yang memulainya, tiba-tiba (KDR) keluar dari pondok tanpa pamit dan segala macamnya lah ya ke yayasan dan tiba-tiba muncul lah yang namanya laporan Kepolisian di Polsek Kalasan pada saat itu," ujar Adi.

Mediasi Gagal 

Dikatakan Adi, yayasan kemudian berusaha menjadi mediator untuk memfasilitasi terjadinya perdamaian dalam persoalan tersebut. 

Namun, di dalam mediasi tersebut tidak ada titik temu.

"Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara (KDR) ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri, yang notabene ini (santri) orang-orang yang tidak punya, yang notabene datang ke sini dalam keadaan gratis," ucapnya.

Dari yayasan, lanjut Adi Susanto, kemudian menengahi dengan menawarkan membantu biaya pengobatan untuk KDR.

"Kami dari yayasan menawarkan angkanya Rp 20 juta. Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal," tuturnya.

Adi menyampaikan saat ini dirinya juga menjadi kuasa hukum 13 orang santri terkait laporan dugaan penganiayaan

"Maka selain sebagai kuasa hukum yayasan, saya, kami juga menjadi kuasa hukum daripada seluruh santri yang dilaporkan tadi itu," katanya.

Persoalan Antar Santri

Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji memastikan peristiwa yang berujung pada tuduhan melakukan penganiayaan merupakan persoalan santri dengan santri. 

Tidak ada pengurus ponpes yang diasuh oleh Gus Miftah ini terlibat dalam peristiwa tersebut.

"Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini pure, murni antara santri dan santri," ujar Adi.

Tindakan sejumlah santri tersebut dikatakan Adi Susanto dilakukan secara spontanitas.

"Aksi spontanitas itu muncul, spontanitas loh ya. Muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort. Sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong (kok mencuri) toh, kira-kira begitu," ucapnya.

Adi Susanto menyebut 13 orang santri yang dilaporkan ke polisi atas dugaan penganiayaan terhadap KDR merupakan korban pencurian dari yang bersangkutan.

Selain itu, Adi Susanto yang juga Kuasa Hukum dari 13 santri Ponpes Ora Aji ini menepis soal informasi terkait adanya penyiksaan dalam peristiwa tersebut.

Menurut Adi Susanto, di dalam peristiwa tersebut tidak ada sama sekali penyiksaan terhadap KDR. 

"Framing yang terjadi selama ini di luar kan seolah-olah memang dilakukan penyiksaan yang luar biasa. Itu tidak pernah terjadi," ungkapnya.

 

Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved