Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Dedi Mulyadi Beri Contoh Kegiatan untuk Siswa usai PR Dihapuskan: Melahirkan Grup Musik Berkualitas

Dedi Mulyadi menilai bahwa pemberian tugas kepada pelajar, baik individu maupun kelompok, bisa dioptimalkan saat jam pelajaran di sekolah.

Editor: Torik Aqua
YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel - Kompas.com/Aam Aminullah
PENGHAPUSAN PR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan hadiah kuda Rp 25 juta kepada seorang siswa SMP yang masuk barak militer. Dedi Mulyadi memberikan contoh kegiatan setelah PR dihapuskan. 

TRIBUNJATIM.COM - Rencana penghapusan pekerjaan rumah (PR), kini diberi alternatif pengganti oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Menurutnya, masih banyak kegiatan yang bisa menggantikan PR setelah dihapuskan.

Rencana optimalisasi pembelajaran di sekolah ini akan dilakukan awal tahun ajaran baru 2025/2026.

Menurut Dedi Mulyadi, rencana ini untuk menghentikan aktivitas sekolah menjadi dikerjakan di rumah.

Baca juga: Akhirnya Siswi yang Minum Pembersih Lantai Bisa Lanjut SMA, Dedi Mulyadi Tebus Ijazahnya Rp 2 Juta

KRITIK - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Denny Cagur kritik program Dedi Mulyadi soal bawa anak nakal ke barak militer.
KRITIK - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Denny Cagur kritik program Dedi Mulyadi soal bawa anak nakal ke barak militer. (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Aturan tersebut dituangkan dalam surat edaran teknis yang ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Purwanto sebagai tindak lanjut dari Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor: 81/PK.03/DISDIK tentang optimalisasi pembelajaran.

"Penghapusan PR itu dimaknai sebagai upaya menghentikan kegiatan aktivitas rutin di sekolah yang dibawa ke rumah," kata Dedi Mulyadi dilansir dari Instagram pribadinya, Selasa (10/6/2025).

"Seluruh pembelajaran itu ada jawabannya di buku-bukunya, kemudian dipindahkan menjadi daftar isian," lanjut dia.

Politisi Gerindra ini menilai bahwa pemberian tugas kepada pelajar, baik individu maupun kelompok, bisa dioptimalkan saat jam pelajaran di sekolah.

Dedi Mulyadi pun mencontohkan sejumlah kegiatan pelajar di rumah, yang bisa lebih aktif mengeksplorasi minat dan bakatnya dengan pekerjaan produktif.

Pekerjaan-pekerjaan tersebut bisa berhubungan dengan keluarga, alam, dan lingkungan sekitarnya.

"Misalnya, membantu orang tuanya mencuci piring, mengepel, memasak, menyetrika, kemudian membuat taman di rumah. Itu adalah pekerjaan rumah yang harus mendapat penilaian positif dari gurunya," tuturnya.

Selain itu, lanjut Dedi Mulyadi, pelajar yang memiliki minat di bidang kimia maupun fisika juga bisa menjernihkan air bekas mengepel di rumah dengan bahan-bahan kimia ramah lingkungan sehingga hasilnya bisa digunakan untuk keperluan lain.

"Nah, kemudian anak-anak berkelompok membuat keterampilan, misalnya berkelompok dalam les bahasa Inggris. Kemudian, mereka melakukan percakapan dalam bahasa Inggris dalam kelompok di rumahnya. Itu juga bagian dari pembelajaran sekolah PR," katanya. 

"Kemudian, berkarya bermusik dan melahirkan grup musik yang berkualitas untuk membuat karya-karya lagu," ucap Dedi.

Mantan Bupati Purwakarta itu menerangkan bahwa banyak hal lain yang bisa pelajar lakukan saat di rumah tanpa adanya beban PR tertulis dari setiap mata pelajaran.

Pria yang akrab disapa KDM itu juga meyakini, pendidikan terbaik adalah yang memberikan banyak pengalaman bagi pelajar, yang akan menjadi modalnya pada masa depan.

"Penghayatan hidup itu pada akhirnya membangun kenyataan hidup. Saya meyakini, orang yang sukses adalah orang yang banyak pengalaman hidupnya," tutur Dedi.

Respon Wamendikdasmen

Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat, menegaskan bahwa penghapusan PR sejatinya merupakan ranah pendidik, bukan sepenuhnya keputusan pemerintah daerah.

Menurut Atip, pemerintah daerah memang memiliki ruang untuk menyusun kebijakan pendidikan, tetapi harus tetap berpijak pada regulasi yang berlaku dan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat. 

Hal ini menjadi penting, mengingat pendidikan dasar dan menengah berada dalam kerangka kebijakan nasional yang telah diatur dalam undang-undang.

"Terkait kebijakan penghapusan pekerjaan rumah (PR) oleh Gubernur Jawa Barat, itu sebenarnya merupakan bagian dari kewenangan pendidik," ujar Atip saat ditemui di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Senin (9/6/2025). 

"Pemerintah daerah memang bisa membuat kebijakan di bidang pendidikan, namun tetap harus mengacu pada peraturan yang berlaku," lanjut dia.

Ia menambahkan, kebijakan semacam ini juga harus dikomunikasikan dengan pemerintah pusat, karena menyangkut jenjang pendidikan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah.

Lebih lanjut, Atip menjelaskan bahwa keberadaan PR bukanlah hal yang bisa diputuskan secara seragam dari atas.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks masing-masing sekolah, kebutuhan belajar siswa, dan gaya mengajar guru.

"Soal perlu atau tidaknya PR, itu sebenarnya sangat tergantung pada kondisi masing-masing satuan pendidikan," ujar Atip.

"Karena proses belajar di tiap sekolah bisa berbeda, maka guru sebagai pendidik yang paling memahami kebutuhan siswanya," imbuhnya.

Dengan demikian, menurut Atip, pemberian atau penghapusan PR sebaiknya tidak ditentukan melalui kebijakan tunggal yang bersifat umum, melainkan diserahkan kepada pertimbangan profesional guru dan manajemen sekolah.

Dedi Mulyadi bertindak

Kisah siswa minum pembersih lantai karena depresi tak bisa melanjutkan sekolah viral di media sosial.

Kini Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi langsung bertindak.

Ia memerintahkan ajudannya menemui orangtua MM (17).

Diketahui MM nyaris mengakhiri hidupnya sendiri, karena depresi orang tuanya tak mampu membiayai pendidikannya ke jenjang SMA.

Dikatakan Dedi, kondisi yang dialami oleh MM sangat memprihatikan, karena hanya mampu sekolah satu semester di Kelas 1 SMA.

Namun untuk melanjutkan pendidikannya, kata dia, orang tuanya, tidak sanggup membiayai kebutuhan pendidikan anaknya.

Baca juga: Reaksi Bupati Brebes Tahu Adnan Bocah Viral Nekat Gowes ke Jabar Temui Dedi Mulyadi, Tolak Masuk MTs

"Kemudian tahun ini dia ingin meneruskan sekolah lagi, tetapi orang tuanya berkeberatan dia meneruskan sekolah lagi karena ketidakmampuan ekonomi. Kalau sekolahnya sudah tidak bayar, tetapi dia berat untuk beli seragam, beli buku dan sejenisnya," ujar Dedi Mulyadi, Senin (9/7/2025), dikutip dari Tribun Cirebon.

Dedi pun memastikan anak tersebut sudah ditemui oleh ajudannya dan akan menanggung semua kebutuhan pendidikan anak tersebut hingga lulus SMA.

"Saya tadi sudah menyuruh ajudan untuk bertemu dengan kedua orang tuanya dan bertemu dengan anak yang mengalami keracunan pembersih lantai."

"Pertama, rumah sakitnya sudah saya selesaikan, seluruh biayanya."

"Kedua, mulai besok anak itu menjadi anak asuh saya dan berhak untuk sekolah di sekolah negeri."

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. (Tribun Cirebon/Eki Yulianto)

"Tentunya masuk sekolah negerinya sesuai dengan prosedur karena setiap orang harus diperlakukan sama," katanya.

"Tapi saya bertanggung jawab terhadap pendidikannya sampai tamat SMA."

"Kalau punya kemampuan, dia pinter bisa terus meneruskan di perguruan tinggi."

"Itulah langkah-langkah yang diambil, semoga peristiwa tersebut, tidak terjadi lagi pada siapapun dan menimpa siapapun," tambahnya.

Dedi pun mengajak seluruh pihak agar dapat bergotong royong, membantu masyarakat yang kurang mampu, guna menyelesaikan pendidikan anak-anaknya. 

"Mari anak-anak kita sekolah minimal sampai SMA dan mari kita gotong royong secara bersama-sama agar orang yang miskin tetap bisa sekolah."

"Semoga Jawa Barat seluruh anak-anaknya bisa bersekolah dengan baik dengan minimal pendidikannya SMA atau SMK," katanya.

Sebelumnya MM menjalani perawatan intensif di rumah sakit di Kota Cirebon, Jawa Barat, pada Senin (9/6/2025).

Baca juga: Gaji Jaga Toko Tak Cukup Biayai Sekolah, Siswa Minum Pembersih Lantai, Sehari Upah Hanya Rp20 Ribu

Kondisi MMH sangat memprihatinkan, di mana ia mengalami depresi akibat ketidakmampuan finansial untuk melanjutkan pendidikan.

Ayah MMH berharap pemerintah dapat memberikan perhatian dan kepedulian terhadap anaknya.

Ahmad Faozan, rekan ayah MMH yang juga merupakan kuasa hukum, mengungkapkan keprihatinannya.

"Saya tak kuasa melihat MMH yang dikenal sebagai anak berprestasi bernasib malang. Dia nekat melakukan hal yang sangat membahayakan keselamatan jiwanya," ungkap Faozan, dikutip dari Kompas.com.

Faozan menjelaskan kepada Kompas.com bahwa MMH merasa putus asa dan tidak tahu lagi harus berbuat apa.

"Dia depresi karena keinginan untuk sekolah di Kota Cirebon, tidak dapat dia gapai. Masalahnya adalah ekonomi yang menghantui kehidupannya," jelasnya.

MMH telah bekerja sebagai penjaga warung buah di Pasar Kalitanjung, Kota Cirebon, dengan upah Rp20.000 per hari.

"Korban depresi karena kemiskinan, dia tidak bisa melanjutkan SMA-nya. Dia sudah berusaha menjadi pelayan dan penjaga toko buah, tetapi upahnya tidak mencukupi," tambah Faozan yang juga Ketua Asosiasi Advokat Indonesia Cirebon Raya.

Di tengah proses pemulihan di rumah sakit, MMH terus memikirkan pendaftaran SMA di sekolah yang ia tuju.

Baca juga: Alasan Murid SD Belajar di Lantai, Kepsek 2 Kali Minta Bantu Disdik Berujung Kecewa, Siswa Kesakitan

Meskipun waktu pendaftaran sudah dibuka, kondisi saat ini membuatnya merasa putus asa karena tidak ada biaya untuk mendaftar dan memenuhi kebutuhan lainnya.

Faozan menilai situasi ini sangat ironis.

MMH dikenal sebagai anak berprestasi yang pandai berpidato dalam Bahasa Inggris saat menempuh pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di salah satu Pondok Pesantren di Kota Cirebon.

MMH lulus pada 2024 dan sempat bersekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon, sebelum terpaksa berhenti akibat masalah keuangan.

Ayah MMH, yang bekerja sebagai buruh, merasa tidak dapat berbuat banyak.

Ibu korban telah berpisah beberapa waktu lalu.

Sehingga MMH kini hidup sebatang kara dan harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Faozan berharap pemerintah dapat memberikan bantuan kepada MMH agar ia dapat melanjutkan pendidikan di sekolah menengah atas di Kota Cirebon.

"Saya sangat sedih melihat korban yang cerdas dan berprestasi terpaksa putus sekolah karena masalah biaya. Saya harap pemerintah memberikan solusi yang tepat agar MMH dapat kembali bersekolah," harapnya.

Baca juga: Kepala SMAN 9 Akhirnya Dipecat Dedi Mulyadi, Pemprov Langsung Audit, Ratusan Siswa Riang Gembira

Minum pembersih lantai

Sebelumnya, pada Jumat (6/6/2025) malam, MMH menenggak cairan pembersih lantai karena depresi akibat tidak memiliki biaya untuk melanjutkan sekolah.

Faozan mengetahui kabar mengejutkan ini pada hari Sabtu (7/6/2025) saat ayah MMH menghubunginya untuk meminta bantuan hukum.

"Saya kaget, dia (bapak korban) menelpon saya, bilang anak minum racun. Saya langsung ke rumah sakit," kata Faozan.

Dari keterangan ayah korban, Faozan menyebutkan aksi tersebut dilakukan MMH di warung buah tempatnya bekerja sekitar pukul 23.30 WIB.

Setelah menenggak cairan berbahaya tersebut, MMH langsung menghubungi temannya karena tak kuasa menahan sakit.

Setiba di lokasi, rekan-rekannya panik melihat MMH yang sudah tak sadarkan diri dan segera meminta bantuan warga untuk membawanya ke rumah sakit.

MMH langsung ditangani di UGD dan sempat dirawat di ruang ICU sebelum akhirnya kembali sadarkan diri dan menjalani perawatan di ruang rawat.


Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved