Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Angka Pernikahan Usia Dini di Surabaya Turun 61 Persen, Edukasi dan Sosialisasi Jadi Kunci

Angka pernikahan dini di Surabaya terus mengalami penurunan signifikan. Hal ini menjadi atensi Pemkot Surabaya dalam memberikan perlindungan kepada an

Dokumentasi Pemkot Surabaya
BERI PENJELASAN - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memberikan penjelasan di Surabaya beberapa waktu lalu. Cak Eri Cahyadi mengungkapkan, angka pernikahan dini di Surabaya terus mengalami penurunan signifikan. 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Bobby Koloway

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Angka pernikahan dini di Surabaya terus mengalami penurunan signifikan. Hal ini menjadi atensi Pemkot Surabaya dalam memberikan perlindungan kepada anak.

Berdasarkan pengajuan dispensasi nikah (diska) usia muda di Pengadilan Agama, Kota Pahlawan berhasil menurunkan angka dispensasi kawin (diska) sebesar 61,63 persen pada tahun 2024. Dari yang sebelumnya 198 kasus pada 2023 menjadi 76 kasus pada 2024.

Tingginya penurunan tersebut menunjukkan keseriusan Pemkot Surabaya dalam mengantisipasi pernikahan di bawah umur.

"Penurunan signifikan ini merupakan bukti nyata dari intervensi terfokus, khususnya di wilayah yang menghadapi tantangan budaya terkait praktik pernikahan siri di bawah umur,” kata Wali Kota Eri.

Untuk mendukung penurunan perkawinan anak, Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya.  Di antaranya, melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Pengadilan Agama.

Melalui kesepakatan tersebut, Pengadilan Agama tidak akan memberikan surat keterangan belum menikah (N1) kepada pasangan yang usianya belum ideal. Komitmen ini didasari pemahaman mendalam tentang dampak buruk yang ditimbulkan.

Baik bagi si orang tua maupun anak yang kelak akan dilahirkan. Di antaranya, seperti risiko stunting, risiko penyakit, kekurangan gizi pada bayi, serta tingginya angka perceraian akibat kurangnya kematangan calon pengantin di bawah umur.

Untuk memperkuat upaya ini, Pemkot telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Walikota. "Kami tidak hanya membuat regulasi, tetapi juga aktif melakukan sosialisasi dan edukasi," tandasnya.

Sejumlah program lain juga disiapkan. Di antaranya, Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH) serta berbagai kegiatan di Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Balai RW menjadi ujung tombak pendekatan ini. "Pendekatan ini esensial karena pelarangan tanpa sosialisasi dan edukasi tidak akan efektif," imbuhnya.

Seluruh upaya ini terangkum dalam RPJMD Kota Surabaya 2021-2026, RKPD Kota Surabaya 2025, dan Rencana Strategis (Renstra) 2021-2026, yang mencakup perlindungan perempuan, peningkatan kualitas keluarga, hak anak, dan pengendalian penduduk.

Keberhasilan Surabaya tak lepas dari pembentukan lembaga yang solid. Wali Kota Eri menyebutkan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk (DP3APPKB), Satgas Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Berbasis Masyarakat (PKBM) di tingkat kecamatan dan kelurahan, serta Fasilitator Puspaga RW sebagai bagian dari struktur yang kuat.

"Pendekatan ini kami lakukan hingga tingkat RW, karena kami yakin Puspaga dapat membawa perubahan signifikan," tuturnya.

Pemkot Surabaya juga memberdayakan SDM terlatih seperti Konselor Puspaga, Kader TP PKK, Kader Surabaya Hebat, dan Karang Taruna. Kolaborasi dengan petugas Kementerian Agama, Pengadilan Agama, tenaga ahli Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dan relawan sekolah turut memperkuat jangkauan program.

"Kami mendorong keluarga dan anak sebagai pelopor dan pelapor, memberdayakan mereka untuk menyuarakan keinginan dan kebutuhan. Berbagai pelatihan dan peningkatan kapasitas juga rutin digelar,” ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved