Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Mahfud MD Respon Penulisan Ulang Sejarah oleh Menbud Fadli Zon: Tidak Bisa Dihapus

Menurut Mahfud, sejarah mestinya ditulis oleh para ilmuwan, bukan oleh pemerintah, agar tidak mudah dimanipulasi sesuai kepentingan kekuasaan.

Editor: Torik Aqua
Tribunnews.com/ Fersianus Waku
HAPUS FAKTA - Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, saat ditemui di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/5/2025). Fadli Zon dianggap sebagai pejabat elit yang tidak berpihak kepada masyarakat terkait tragedi kerusuhan Mei 1998. Mahfud MD sebut menghapus fakta. 

"Enggak bisa dihapus. Hapus dalam buku, besok akan ditulis orang lagi. Dalam sejarah yang berbeda. Sekarang malah menjadi kontroversi ini,” katanya.

Mahfud juga menyinggung bahwa penyelesaian non-yudisial terhadap pelanggaran HAM sudah mendapat pengakuan internasional. 

"Itu kemudian mendapat penghargaan dari BBB, kan. Dengan menyebut, menghargai, mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo dari Indonesia. Dan para korban mengapresiasi," kata dia.

Dia mengingatkan bahwa sejarah pelanggaran HAM tidak bisa dihapus begitu saja.

"Sejarahnya tidak bisa dihapus. Tetapi mungkin pengadilannya bisa diperbaiki," tambahnya.

Mahfud menilai pemerintah sebaiknya tidak menghapus atau mengabaikan fakta-fakta sejarah yang sudah dibuktikan secara hukum.

Pakar hukum tata negara ini menyadari memang terdapat kesulitan untuk membuktikan pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu di hadapan pengadilan.

Karena proses pembuktian yang harus kuat dan jelas. Namun, Mahfud menyarankan kejujuran dalam menghadapi kenyataan sejarah.

“Biarkan sejarawan menulis sendiri. Orang bisa analisis sendiri," tandas Mahfud.

Sebelumnya, Fadli Zon memberikan klarifikasi terkait pernyataannya soal kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998. 

Fadli menilai bahwa istilah “perkosaan massal” membutuhkan verifikasi fakta yang lebih kuat.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini," kata Fadli Zon melalui keterangan tertulis, Senin (16/6/2025).

"Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," ujarnya menambahkan.

Menurut Fadli, kerusuhan pada masa itu memang menyimpan banyak bentuk kejahatan, tetapi labelisasi “massal” terhadap kekerasan seksual harus digunakan dengan sangat hati-hati.

"Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," ungkapnya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved