Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Bisnis

Strategi Indonesia Menuju Transisi Energi Mandiri Lewat Hilirisasi Nikel

Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan hilirisasi nikel bukan hanya sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai motor transisi energi

Editor: Sudarma Adi
ISTIMEWA
HILIRISASI NIKEL - Pemaparan Policy Paper soal Menghijaukan Hilirisasi Nikel. 

TRIBUNJATIM.COM - Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadikan hilirisasi nikel bukan hanya sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai motor transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) 2060

Hal ini diungkapkan dalam policy paper terbaru berjudul “Menghijaukan Hilirisasi Nikel”, yang merekomendasikan reformasi kebijakan menuju hilirisasi nikel yang ramah lingkungan dan bernilai tambah tinggi.

Saat ini, hilirisasi nikel di Indonesia masih sangat bergantung pada energi batu bara dan memiliki standar lingkungan (ESG) yang rendah.

Akibatnya, emisi gas rumah kaca dari industri nikel Indonesia tercatat sangat tinggi, mencapai 57–70 ton CO₂ per ton nikel, jauh di atas rata-rata global.

Sebaliknya, perusahaan seperti PT Vale Indonesia yang menggunakan energi terbarukan hanya menghasilkan sekitar 29 ton CO₂ per ton nikel.

Baca juga: Profil 4 Perusahaan Tambang Nikel Raja Ampat Izinnya Dicabut Presiden Prabowo, Bahlil: PT GAG Bagus

Policy paper ini menyampaikan tiga rekomendasi utama:

1. Transisi Energi ke Terbarukan: Smelter nikel harus segera menggantikan PLTU captive berbasis batu bara dengan energi bersih seperti PLTS, PLTA, dan biomassa.

2. Peningkatan Standar ESG: Perusahaan wajib mengelola limbah, emisi, dan dampak sosial secara bertanggung jawab serta transparan.

3. Penerapan Pajak Ekspor Produk Nikel: Pajak ekspor sebesar 10–20 persen diperkirakan dapat memberikan pendapatan tambahan negara hingga Rp 107 triliun per tahun, yang bisa digunakan untuk mendanai proyek transisi energi nasional.

Kebijakan hilirisasi hijau ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memperkuat kemandirian fiskal Indonesia.

Dengan permintaan nikel dunia yang tidak elastis terhadap harga (elastisitas hanya 0,1), Indonesia memiliki ruang untuk menaikkan harga nikel tanpa kehilangan pasar.

Apalagi, Indonesia menguasai lebih dari 40?dangan nikel global, yang memberinya posisi strategis untuk memimpin pasar nikel berkelanjutan dunia.

“Indonesia tidak perlu terus menunggu bantuan pendanaan dari negara maju untuk menjalankan transisi energi. Dengan kebijakan yang tepat, kita bisa mendanai sendiri transisi itu melalui potensi dari hilirisasi nikel,” jelas Abdurrahman Arum selaku Direktur Eksekutif Transisi Bersih, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/7/2025).

Dengan mendorong hilirisasi nikel yang hijau dan bernilai tambah tinggi, Indonesia bisa membalik peran industri nikel—dari sumber emisi menjadi sumber pembiayaan transisi energi.

Ini adalah jalan keluar elegan menuju ekonomi hijau yang berdaulat dan berkeadilan.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved