Dalam Diam Hutan Wonosalam Jombang, Doa dan Nasi Tumpeng Menyambut Kopi yang Siap Dipetik
Di balik sejuknya udara pagi di lereng hutan Mendiro, Desa Panglungan , Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, aroma tanah basah berpadu dengan wangi
Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Ndaru Wijayanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo
TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Di balik sejuknya udara pagi di lereng hutan Mendiro, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, aroma tanah basah berpadu dengan wangi kopi yang mulai masak.
Di sanalah, di antara barisan pohon yang menjulang dan semak yang rimbun, para petani kopi Wonosalam menorehkan rasa syukur dengan cara yang tidak biasa bukan sekadar ucapan, melainkan melalui sebuah ritual bernama bancakan.
Asmat (60), lelaki renta yang rambutnya mulai memutih namun langkahnya tetap mantap, menyambut musim panen dengan hati penuh doa.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, petani asal Dusun Mendiro, Desa Panglungan itu kembali memimpin prosesi yang mengakar kuat dalam budaya tani masyarakat Wonosalam.
Tak ada panggung megah. Hanya tikar yang digelar di tengah kebun, sepinggan tumpeng kuning, ayam ingkung yang dimasak dengan penuh ketelatenan, dan puluhan doa yang melangit dari mulut para pemetik kopi.
“Panen ini bukan hanya tentang hasil,” ucap Asmat sambil membetulkan ikat kepala batiknya pada Sabtu (5/7/2025).
“Ini tentang hubungan kami dengan alam, dan tentu dengan Tuhan yang memberi.” lanjut Asmat.
Lahan kopi Asmat berada di Petak 15 kawasan Hutan Mendiro, masuk wilayah RPH Carangwulung, BKPH Jabung. Sebuah titik yang jauh dari hiruk-pikuk kota, namun kaya akan ketenangan dan kearifan lokal.
Baca juga: Musim Panen, Petani Kopi di Wonosalam Jombang Nikmati Hasil Melimpah Meski Harga Jual Turun
Di tempat inilah bancakan digelar, sebuah wujud doa kolektif agar panen tahun ini membawa berkah, keselamatan, dan keberlanjutan alam.
Simbol-simbol dalam sajian bancakan tidak dipilih sembarangan. Tumpeng, dengan warna kuning yang mencolok, diyakini sebagai lambang penghormatan kepada Sang Pencipta.
Sementara ingkung, ayam utuh yang dimasak dengan rempah-rempah khas, memuat filosofi mendalam.
“Orang tua saya dulu bilang, ‘ingsun menekung’. Artinya, aku berserah diri. Posisi ayam ingkung itu mirip orang yang sedang duduk shalat. Jadi, ini bukan hanya makanan, tapi cara kita mengikat batin dengan Tuhan,” tutur Asmat pelan.
Setelah doa bersama, para pekerja duduk bersila mengitari tumpeng. Suasana hangat terasa. Tawa kecil terselip di antara obrolan ringan, sendok bergantian menyendok nasi kuning, dan ayam ingkung yang dipotong perlahan untuk dibagi rata.
Lebih dari sekadar makan bersama, momen ini menjadi ajang mempererat solidaritas. Di tengah tekanan ekonomi dan cuaca yang kadang tak menentu, kebersamaan adalah penguat utama.
Kecamatan Wonosalam
petani kopi Wonosalam
Dusun Mendiro
Tribun Jatim Network
jatim.tribunnews.com
Berita Jombang Terkini
Elysa Wandani Antarkan Smansapa Raih Kemenangan: Kuncinya Percaya Diri! |
![]() |
---|
Thirteenrangers Berikan Dukungan Penuh untuk Thirteen saat Melantai di DBL Surabaya 2025 |
![]() |
---|
Wujudkan Bansos Tepat Sasaran, Ipuk Bawa Banyuwangi Jadi Pelopor Digitalisasi Bantuan Sosial |
![]() |
---|
Anggota Komisi B DPRD Jatim Indra Widya Agustina: Pacitan Punya Potensi Pariwisata Luar Biasa |
![]() |
---|
Pedagang dan Warga Kompak Keluhkan Kelangkaan Beras Medium di Kota Malang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.