Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Grup WA 'Mas Menteri Core' Diungkap Kejagung, Nadiem Makarim Sudah Bahas Laptop Sebelum Jadi Menteri

Kejagung mengungkap grup WA Mas Menteri Core Team. Nadiem Makarim disebutkan sudah bahas pengadaan sebelum jadi menteri.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
PEMERIKSAAN NADIEM MAKARIM - Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) 2019-2024 Nadiem Makarim usai menjalani pemeriksaan di Jampidsus, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025). Nadiem Makarim diperiksa Kejaksaan Agung selama 9 jam dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem chromebook di Kemendikbudristek yang diketahui menghabiskan anggaran Rp9,9 triliun. 

TRIBUNJATIM.COM - Mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim diperiksa Kejaksaan Agung RI sebagai saksi atas kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook pada 2019-2022.

Rencana pengadaan laptop tersebut sudah dibahas Nadiem sebelum menjadi menteri.

Pembahasan itu dilakukan melalui grup WhatsApp yang dinamai 'Mas Menteri Core Team'.

Grup WA tersebut dibuat oleh Nadiem bersama dengan Jurist Tan dan Fiona Handayani, yang kemudian menjadi staf khususnya.

“Pada bulan Agustus 2019, bersama-sama dengan NAM, Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (15/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

Dalam grup WA ini, Nadiem dan dua staf khususnya disebutkan telah membahas soal pengadaan yang akan dilaksanakan saat Nadiem resmi menjabat menteri.

Baca juga: Negara Rugi Rp1,98 T, Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Jadi Tersangka Korupsi Laptop Chromebook

“(Grup WA) yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek dan apabila nanti Nadiem Makarim diangkat sebagai Mendikbudristek,” kata Qohar.

Kemudian, dua bulan setelah grup ini dibuat, tepatnya pada 19 Oktober 2019, Nadiem resmi dilantik oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mendikbud, yang pada 2021 nomenklaturnya diubah menjadi Mendikbudristek.

Lalu, pada Desember 2019, Jurist Tan mewakili Nadiem melakukan pertemuan dengan Yeti Khim (YK) dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membahas teknis pengadaan menggunakan sistem operasi Chrome.

Setelah itu, Jurist Tan menghubungi Ibrahim Arief dan Yeti Khim untuk membuat kontrak kerja bagi Ibrahim sebagai pekerja di PSPK.

Ibrahim kemudian resmi menjabat sebagai Konsultan Teknologi di Warung Teknologi pada Kemendikbudristek.

Ibrahim ditugaskan untuk membantu membuat kajian yang mengarahkan pengadaan agar menggunakan berbasis Chromebook.

Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim usai diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim usai diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/7/2025). (KOMPAS.com/Shela Octavia)

Saat ini, baik Ibrahim maupun Jurist telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan ini.

Sementara itu, dua tersangka lainnya adalah Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih.

Baik Mulyatsyah maupun Sri Wahyuningsih merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek pengadaan ini.

Dalam kasus ini, keempat tersangka disebutkan bersekongkol dan melakukan pemufakatan jahat untuk mengarahkan pengadaan program digitalisasi pendidikan agar menggunakan laptop berbasis Chromebook.

Para tersangka disebutkan menerima arahan dari eks Mendikbudristek Nadiem Makarim.

Baca juga: Kemendikbudristek Era Jokowi Diduga Korupsi Rp9,9 Triliun, Nasib Nadiem Makarim Terancam Diperiksa

Namun, saat ini status Nadiem masih sebagai saksi karena belum adanya cukup alat bukti untuk menjeratnya.

Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.

Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh anak-anak sekolah.

Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.

Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.

Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.

Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved