Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Larangan Study Tour Dedi Mulyadi Rugikan Sektor Wisata, Sopir hingga UMKM Minta Gubernur Cabut

Para pekerja sektor pariwisata menggelar aksi demonstrasi minta Dedi Mulyadi cabut larangan study tour.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Tribun Jabar/Hilman Kamaludin
DEDI MULYADI DIDEMO - Ribuan pekerja sektor pariwisata di Jawa Barat melakukan unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, pada Senin (21/7/2025). Mereka meminta Dedi Mulyadi cabut larangan study tour. 

TRIBUNJATIM.COM - Larangan study tour dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dinilai mematikan sektor pariwisata.

Para pekerja sektor pariwisata, mulai dari sopir bus hingga pelaku UMKM, mengeluh pendapatan jadi mandek.

Mereka tegas meminta Dedi Mulyadi mencabut larangan study tour.

Baca juga: Sosok YouTuber yang Dituding Anak Dedi Mulyadi Jadi Penyebab Tragedi Pesta Rakyat Maut: Mulut Siapa?

Aksi demonstrasi digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (21/7/2025).

Mereka mendesak Dedi Mulyadi untuk mencabut poin ketiga dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Nomor 45/PK.03.03/KESRA yang memuat larangan kegiatan study tour.

Koordinator aksi Solidaritas Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdi Sudardja mengatakan, pelarangan study tour yang diberlakukan oleh sejumlah pemerintah daerah berdampak serius terhadap sektor pariwisata.

"Tuntutan kita itu hanya satu, cabut larangan gubernur kegiatan study tour sekolah. Dari sekolah di Jawa Barat ke luar Jawa Barat," ujar Herdi di lokasi, Senin.

Menurutnya, banyak pelaku usaha kehilangan pendapatan secara signifikan dan terancam gulung tikar akibat kebijakan KDM tersebut.

Ia menyebut, dampak larangan study tour ini bahkan lebih parah dibanding masa pandemi Covid-19.

"Karena tidak ada order bagaimana pengusaha bisa bertahan. Bahkan, saya katakan ini lebih daripada resesi waktu kita Covid-19 jelas berhenti," tuturnya.

"Beban perusahaan, para pengusaha juga banyak dihentikan. Beban-bebannya termasuk dari pihak pembiaya," lanjut Herdi.

"Katakanlah bank, leasing, itu kan juga banyak dihentikan," ucapnya.

Herdi menuturkan bahwa aksi demonstrasi dilakukan sebagai langkah terakhir setelah berbagai upaya dialog dengan Pemprov Jabar tidak membuahkan hasil.

"Kita sudah melakukan beberapa upaya, termasuk audensi, termasuk para pengusaha dari sektor transformasi pariwisata Jabar, sudah melayangkan surat yang saya dapat info ke Gubernur pada bulan Mei 2025. Saat itu tidak direspons oleh yang bersangkutan oleh Gubernur," kata Herdi.

Sejumlah pelaku pariwisata seperti sopir bus pariwisata hingga pengusaha UMKM di Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). Mereka mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mencabut larangan study tour.(Kompas.com/Faqih Rohman Syafei)
Sejumlah pelaku pariwisata seperti sopir bus pariwisata hingga pengusaha UMKM di Jawa Barat menggelar aksi demonstrasi di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (21/7/2025). Mereka mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mencabut larangan study tour. (Kompas.com/Faqih Rohman Syafei)

Beberapa waktu lalu, para pengusaha travel di wilayah Ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) juga protes atas kebijakan larangan study tour.

Pasalnya, mereka mengaku mengalami kerugian besar akibat pembatalan massal perjalanan wisata pendidikan.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Tour and Travel (Gapitt) Cirebon, Nana Yohana.

Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut berdampak signifikan terhadap sektor pariwisata di Jawa Barat. 

Bahkan banyak klien yang membatalkan rencana perjalanan mereka.

"Ya, kami ke sini (mendatangi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cirebon) untuk mengkritisi larangan study tour yang diimbau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam hal ini Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi," ujar Nana saat diwawancarai media di Kantor Disbudpar Kabupaten Cirebon, Senin (24/3/2025).

Menurutnya, larangan tersebut menyebabkan ratusan klien dari agen-agen travel di Ciayumajakuning membatalkan pesanan.

"Banyak orderan kita yang akhirnya cancel karena ada statement dari KDM di medsos. Jadi, kita semua kena imbasnya," lanjut Nana.

Baca juga: Alasan Ibu Siswa yang Ditampar Kembalikan Uang Damai Rp12,5 Juta ke Guru Zuhdi, Ketakutan usai Viral

Tidak hanya di Jawa Barat, efek domino juga terjadi di luar provinsi. 

Para wisatawan dari luar daerah membatalkan kunjungan ke Kabupaten Cirebon dan wilayah lain di Jabar.

"Kenapa demikian? Karena kita tidak boleh ke sana, jadi mereka juga melakukan hal yang sama," jelas dia.

Dampak larangan ini juga dirasakan oleh sektor perhotelan. 

Nana menjelaskan, bahwa biasanya travel agen membawa rombongan besar yang menginap di hotel-hotel setempat.

"Kami kan biasanya membawa 5 sampai 6 bus dengan menyewa banyak kamar hotel, dibanding individu yang hanya beberapa."

"Sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan pariwisata," katanya.

Nana pun berharap kebijakan ini dapat dievaluasi agar tidak semakin merugikan para pelaku usaha di sektor pariwisata.

Para pelaku usaha pariwisata travel yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Tour and Travel (Gapitt) se-Ciayumajakuning datangi Kantor Disbudpar Kabupaten Cirebon, Senin (24/3/2025). (TribunCirebon.com/Eki Yulianto)
Para pelaku usaha pariwisata travel yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Tour and Travel (Gapitt) se-Ciayumajakuning datangi Kantor Disbudpar Kabupaten Cirebon, Senin (24/3/2025). (TribunCirebon.com/Eki Yulianto)

Sebelumnya, Dedi mengungkapkan alasannya melarang sekolah-sekolah di wilayahnya menggelar study tour, adalah untuk meringankan beban para orang tua siswa.

"Kenapa saya menghentikan study tour, berbagai kegiatan yang mengeluarkan uang bagi anak sekolah, sesungguhnya saya secara perlahan menurunkan angka pinjaman pada bank-bank gelap," ujar Dedi di Kabupaten Bekasi, Kamis (22/5/2025).

Sebab, menurut Dedi, banyak warga Jawa Barat yang terjerat rentenir.

"Dan itu bank gelap bahkan beroperasi terbuka, namanya koperasi simpan pinjaman. Sesungguhnya di dalamnya adalah pinjaman rentenir," kata Dedi.

Bahkan, mantan Bupati Purwakarta ini mengatakan, warga Jabar menempati urutan pertama pelaku pinjaman online (pinjol), judi online (judol), dan "bank emok" (pinjaman informal yang umumnya di pedesaan).

"Jawa Barat adalah daerah ranking pertama pinjol, ranking pertama judol, dan ranking pertama bank emok," ucap Dedi.

Baca juga: Gaji Cuma Rp110 Ribu per Bulan, Guru Zuhdi Tolak Pengembalian Uang Damai Rp12,5 Juta dari Ortu Murid

Dedi menjelaskan, bank emok merupakan pemberian pinjaman uang secara berkelompok yang biasanya dilakukan ibu-ibu di pedesaan.

Menurutnya, di setiap RT di Jawa Barat terdapat belasan ibu yang bekerja sebagai rentenir berkedok pengelola pinjaman uang.

Mereka kerap memberlakukan bunga 10-20 persen bagi debiturnya.

Tingginya bunga yang diterapkan ini membuat kekayaan pengelola bank emok melonjak cepat.

Ditambah lagi, pengelola bank emok diduga tak taat pajak atas hasil kegiatan pinjaman tersebut.

"Menurut saya ini adalah pelanggaran pidana, ini adalah kategorinya bank gelap."

"Mereka tidak bayar pajak, bunganya 10 persen, punya uang Rp1 miliar, per bulan dia bisa menikmati Rp100 juta sebagai bunga yang berputar."

"Ini terjadi," imbuh Dedi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved