3 Pengamen Disekap usai Tergiur Dijanjikan Kerja Jadi ABK Gaji Rp6 Juta, Kabur Berenangi Waduk
Lelah menjadi pengamen di Majalengka dan ingin memperbaiki nasib, ketiga pengamen malah disekap karena lowongan kerja bodong.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Seorang pengamen asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, RA (20), mengalami nasib apes setelah datang ke Jakarta untuk mengubah nasib.
RA dan dua rekannya, AS (18) dan RH (20), nekat merantau ke Jakarta setelah tergiur lowongan kerja (loker).
Loker tersebut menawarkan posisi anak buah kapal (ABK) di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara.
Baca juga: Sapawi Jengkel Tanahnya Nganggur 2 Tahun Akan Disita Pemerintah: Selalu Dicuri Terus
"Awalnya, dari Facebook diajak sama teman. Disamper di rumah, diajak," jelas RA saat ditemui di kawasan Muara Baru, Rabu (6/8/2025), mengutip Kompas.com.
"Katanya, mau ikut enggak kerja di Jakarta jadi ABK di Muara Baru. Katanya kontrak empat bulan," imbuhnya.
Saat itu, mereka dijanjikan gaji sebesar Rp6 juta.
Merasa lelah menjadi pengamen di Majalengka dan ingin memperbaiki nasib, ketiganya memutuskan berangkat ke Jakarta.
Sebelum berangkat ke Jakarta, RA dan dua rekannya meminta ke pihak agensi agar diberikan kontrak kerja melaut selama empat bulan.
Ketika itu, pihak agensi menyepakatinya.
"Saya dari kampung dijanjikan kontrak empat bulan kan, terus dia (pihak agensi) bilang, 'Udah kamu jangan bilang sama orang-orang di kapal kontrak berapa bulan'," jelasnya.
Karena disetujui, ketiganya pun berangkat ke Muara Baru.
Sesampainya di lokasi, mereka justru ditempatkan di sebuah mess berukuran sekitar tiga meter yang dihuni oleh belasan calon ABK lainnya.
"Waktu pertama datang itu sih 15 orang di kamar," kata RA.
Setelah itu, ketiga korban pun disekap berhari-hari di mess milik agensi tersebut.
Pergerakan mereka diawasi ketat oleh para penjaga mess.

Menurut RA, ada sekitar empat orang yang selalu berjaga di sekitar mess.
Mereka membawa celurit untuk mengintimidasi para calon ABK.
"Disekapnya di mess, enggak boleh keluar, ke warung aja diikutin. Kurang lebih empat hari disekap," ucap RA.
Di hari kedua, para korban mulai diminta bekerja, yakni menyiapkan perbekalan untuk kapal yang akan berangkat.
Namun sebelum naik ke kapal, RA, AS, dan RH diwanti-wanti oleh calo yang membawa mereka agar tidak bertanya apapun kepada para pekerja kapal.
Karena penasaran, RH akhirnya memberanikan diri bertanya kepada salah satu ABK terkait kontrak kerja mereka.
"Pas di kapal, saya tanya, 'Bang, ini kontrak yang berapa bulan?' Ternyata dia bilang ini kontrak yang satu tahun," kata RH.
RA dan rekannya baru tahu, kontrak kerja mereka ternyata lebih dari empat bulan setelah bertanya kepada ABK yang sudah senior.
"ABK itu bilang, 'Kamu itu ikut calo, di sini kamu kontrak satu tahun enam bulan. Di sini, gajinya itu Rp6 juta, potongan Rp2 juta sama calo, jadi sisa Rp3 juta'," ucap RA.
Baca juga: Wanita Ngamuk di Kantor Pengadilan Agama Tuntut Rp1 M, Ketua PA: Demi Konten
Pernyataan ini mengejutkan RH karena sebelumnya mereka dijanjikan kontrak hanya empat bulan.
Lebih lanjut, RH mengungkapkan, dari gaji Rp6 juta yang dijanjikan, Rp3 juta akan langsung dipotong untuk jasa calo.
Sisa uang pun masih harus digunakan untuk membeli alat pancing secara mandiri.
"Jadi, dia (ABK) di atas kapal itu bilang, 'Enggak tahu kalian pulang bisa bawa duit atau enggak, karena kan buat beli alat pancing aja masih kurang Rp3 juta'," ujar RH.
Merasa tertipu dan tidak mendapatkan kejelasan terkait pekerjaan, RH berinisiatif menghubungi calo yang merekrut mereka.
Saat mencoba meminta kejelasan dari calo terkait kontrak kerja, RH hanya mendapat jawaban samar.
Si calo enggan menjelaskan detail dan menyuruh RH untuk tetap mengikuti proses kerja di kapal sebagai bentuk pengalaman.
Ia juga mengancam, jika mereka memutuskan batal berangkat, maka harus membayar denda sebesar Rp 2 juta.
Tak mau terus disekap, akhirnya RA dan dua korban lainnya nekat kabur lewat belakang mess yang langsung ke Waduk Pluit.
Mereka berenang sejauh 200 meter hingga menemukan warung di atas waduk.
Salah satu dari mereka naik dan meminta pertolongan ke warga.
Kebetulan, saat itu Wakil RT 19 RW 17 Muara Baru, Hindun, sedang duduk di sekitar lokasi.
Ia kaget ketika mendengar suara orang minta tolong dari bawah waduk.
Hindun lalu memanggil warga sekitar untuk membantu RA, AS, dan RH, naik ke daratan.
Baca juga: Klarifikasi Bupati Sudewo setelah Disebut Tantang 50.000 Warga Demo, Minta Maaf: Tidak Bermaksud
Seorang perempuan asal Yogyakarta, Puspa, juga menjadi korban penipuan kerja melalui media sosial.
Dia awalnya tertarik dengan iklan lowongan kerja di Thailand, namun tanpa sepengetahuannya, ia justru diberangkatkan ke Kamboja.
"Saya cari pekerjaan di sosial media Facebook. Saya memposting saya bisa kerja, apa pengalaman saya," ujar Puspa dalam keterangan tertulis Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Jumat (18/7/2025).
Setelah melihat tawaran pekerjaan, Puspa berkomunikasi intens dengan seorang wanita yang mengaku menawarkan pekerjaan di Macau.
"Lalu saya tukeran nomor WhatsApp. Kita hubungannya lewat WhatsApp, telepon-teleponan, WhatsApp-an, dan sempat video call juga," jelasnya.
Setelah sebulan berkomunikasi, wanita tersebut menawarkan pekerjaan di Thailand sebagai staf dapur dengan gaji 900 dollar.
Wanita tersebut juga menjanjikan akan mengurus dokumen dan izin kerja.
"Pengalaman saya kalau di Singapura bisa dengan proses calling visa seperti itu. Jadi dokumen akan diurus di negara setelah kita datang, seperti Singapura," tambahnya.
Namun, tiket yang diberikan bukan ke Thailand, melainkan ke Ho Chi Minh, Vietnam.
Saat bertanya, Puspa diminta untuk tenang dan percaya.
"Dari Ho Chi Minh, saya dijemput seorang pria menggunakan motor untuk menuju ke Kamboja. Tapi itu saya belum tahu kalau mau dibawa ke Kamboja," ungkapnya.
Setelah melewati portal imigrasi Kamboja, Puspa menyadari bahwa ia tidak bisa lagi menghubungi wanita tersebut.
Ia kemudian dibawa ke pasar oleh orang lain, di mana ia melihat pria asal China memberikan uang kepada orang yang membawanya.
"Ini sebenarnya kita kerja apa? Dia bilang, 'Kita bekerja sebagai scammer atau penipuan online'," katanya.

Puspa yang tidak familiar dengan komputer terpaksa menjalani kehidupan sebagai scammer untuk bertahan hidup.
Ia menjelaskan bahwa scammer adalah pelaku penipuan online yang menargetkan korban di luar Indonesia, dengan pemiliknya berasal dari Tiongkok.
"Kamu tipulah banyak-banyak orang Indonesia. Kamu tidak akan bisa dipenjara. Dan jika kamu tidak bisa menipu, kamu akan merasakan denda atau hukuman," ungkapnya.
Dalam sistem kerja yang diterapkan, Puspa dan rekan-rekannya dibagi menjadi beberapa peran, termasuk customer service (CS) dan resepsionis.
Mereka diarahkan untuk mengunduh aplikasi dan melakukan top up secara bertahap.
"Korban dijanjikan bisa menarik dana dengan bimbingan dari admin yang tampak profesional," jelasnya.
Puspa mengingatkan agar masyarakat tidak mudah tertipu dengan tawaran instan.
"Agar tidak tertipu, kalau di-add di grup, lebih baik chat ke personal yang ada di dalam grup itu ajak spam, biar grupnya hilang," pesannya.
Puspa juga menceritakan kondisi kerja yang sangat buruk, di mana ia harus memenuhi target penipuan hingga Rp300 juta per bulan.
"Jika hanya mendapat separuh, saya hanya menerima 50 persen gaji. Jika hanya Rp100 juta, saya tidak digaji," katanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa hukuman bagi pekerja yang tidak memenuhi target sangat berat, termasuk risiko disetrum atau dipukuli.
Baca juga: Di Tengah Warga Protes Kenaikan PBB 250 Persen, Beredar Video Bupati Sudewo Asyik Sawer Biduan
Setelah mengalami berbagai penyiksaan dan kondisi yang tidak manusiawi, Puspa berhasil kembali ke Indonesia.
Ia kini mendapatkan bantuan dari Dinas Sosial DIY.
"Terima kasih sama Dinas Sosial. Karena saat ini saya dibantu semuanya dari mental, kebutuhan hidup, kebutuhan pangan pun saya dibantu sampai saat ini," ungkapnya.
Puspa berharap agar tidak ada lagi yang mengalami hal serupa.
"Tolong jangan percaya dengan hal yang instan. Bekerjalah sesuai proses. Nanti enaknya itu mungkin bukan di depan, enak itu nanti hasilnya di belakang," tutupnya.
Pegawai Dinas Sosial DIY, Widianto, menjelaskan bahwa lembaganya memiliki program rehabilitasi untuk berbagai permasalahan sosial, termasuk bagi perempuan yang menjadi korban penipuan atau perdagangan orang.
"Kami menyediakan bimbingan keterampilan agar mereka bisa mandiri di dalam masyarakat," jelasnya.
Proses rehabilitasi berlangsung antara tiga bulan hingga tiga tahun.
Lembaga ini bekerja sama dengan pemerintah, swasta, dan perguruan tinggi untuk memberikan kesempatan magang dan sertifikasi keterampilan.
Museum dan Galeri SBY-ANI Resmi Gunakan Panel Surya Kerjasama dengan Dian Solar, Ramah Lingkungan |
![]() |
---|
Update 5 Siswa Mundur dan Guru Belum Terpenuhi, Pemkab Ponorogo Sebut Semuq Berjalan Dengan Baik |
![]() |
---|
Nyaris Punah, Trenggiling Jawa Ditemukan di Pekarangan Rumah Warga Mojokerto |
![]() |
---|
Leo Lelis Bergabung, Risto Mitrevski Bicara Persaingan Lini Belakang Persebaya |
![]() |
---|
Pengedar Sabu di Malang juga Tanam Ganja di Belakang Rumahnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.