Pakar: Tak hanya Kenaikan Pajak, Unjuk Rasa di Pati juga karena Komunikasi Publik Tak Optimal
Pakar kebijakan publik Untag Surabaya sebut unjuk rasa besar-besaran di Pati karena proses kajian dan komunikasi publik yang tidak optimal.
Penulis: Sulvi Sofiana | Editor: Dwi Prastika
Poin Penting:
- Pakar Kebijakan Publik sebut unjuk rasa besar-besaran di Pati tidak hanya karena kenaikan pajak, melainkan pada proses kajian dan komunikasi publik yang tidak optimal.
- Pakar juga menegaskan pentingnya evaluasi kebijakan secara berkala.
Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di berbagai daerah, yang bahkan mencapai 1.000 persen menuai sorotan publik.
Bahkan di Pati, Jawa Tengah, keputusan untuk menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebesar 250 persen memicu aksi unjuk rasa massal.
Meski kebijakan akhirnya dibatalkan, protes justru berkembang menjadi tuntutan pengunduran diri Bupati Pati, Sudewo.
Pakar Kebijakan Publik Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (Untag), Yusuf Hariyoko menilai, persoalan utama bukan semata pada besaran kenaikan pajak, melainkan pada proses kajian dan komunikasi publik yang tidak optimal.
“Kalau kita lihat dari segi kebijakan publiknya, sebenarnya ini bukan masalah baru. Kebijakan publik itu pasti ada pro dan kontranya. Cuma kalau kita lihat di Pati, yang bisa saya soroti mungkin di komunikasi publiknya,” ujar Yusuf saat ditemui di kampus Untag Surabaya, Kamis (14/8/2025).
Ia mencontohkan, pernyataan kepala daerah yang menantang masyarakat datang beramai-ramai justru menjadi pemicu awal ketegangan.
Menurutnya, kenaikan pajak sah-sah saja sepanjang didahului kajian mendalam dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Sebelum penerapan, seharusnya diawali perumusan alternatif. Pemerintah harus memastikan apa yang diinginkan tidak memberatkan masyarakat, apalagi dengan kenaikan sebanyak itu,” tegasnya.
Yusuf menjelaskan, kajian pajak erat kaitannya dengan dorongan kemandirian daerah yang ditekankan pemerintah pusat.
Baca juga: Sudewo Pasrah Terancam Dimakzulkan Padahal Belum 8 Bulan Jadi Bupati Pati: Saya Dipilih Rakyat
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PAD) memang menjadi instrumen termudah untuk meningkatkan pendapatan daerah.
Namun, ia mengingatkan, setiap daerah memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda, sehingga strategi peningkatan PAD tidak bisa disamaratakan.
“Treatment yang cocok di Surabaya belum tentu cocok di Gresik atau Sidoarjo,” ujarnya.
Ia menilai, dalam memutuskan kenaikan pajak, pemerintah seharusnya melihat porsi PAD dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
PBB P2
Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Untag
Yusuf Hariyoko
TribunJatim.com
berita Jatim terkini
Tribun Jatim
Konflik 3 Perumahan di Sidoarjo Dipicu Penutupan Jalan, Warga Dua Desa Protes Ikut Terdampak |
![]() |
---|
Sosok Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP 3 Periode, Menjabat Lagi Usai Presiden Prabowo Beri Amnesti |
![]() |
---|
Sosok Wali Kota Cirebon Effendi Edo yang Bantah PBB Naik 1.000 Persen, Baru 5 Bulan Menjabat |
![]() |
---|
Kades Perayun Transfer Dana Desa Rp 500 Jute ke Rekening Istri, Banyak Proyek Mangkrak |
![]() |
---|
Polisi Bakal Turun Tangan usai Umi Cinta Minta Rp 1 Juta Agar Jemaahnya Masuk Surga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.