Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sosok Dharma Oratmangun Ketua LMKN yang Sebut Suara Kicauan Burung Tetap Dipungut Royalti

Dharma mengatakan rekaman suara burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produsen rekaman yang merekam suara tersebut.

KOMPAS.com/Revi C Rantung
POLEMIK ROYALTI - Dharma Oratmangun, Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional usai sidang uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (22/7/2025). Dharma mengatakan rekaman suara burung tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produsen rekaman yang merekam suara tersebut. 

TRIBUNJATIM.COM - Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) menjadi perbincangan di tengah polemik royalti musik di Indonesia.

Permasalahan royalti musik berawal dari munculnya kasus Mie Gacoan di Bali yang dilaporkan karena dugaan pelanggaran hak cipta.

Pelaporan ini dilakukan oleh LMK SELMI.

Sejak saat itu, aturan tentang royalti musik timbul dalam masyarakat, di mana hal ini diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu Kategori Restoran.

Kebijakan tersebut diketahui menuntut pelaku usaha membayar Royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan Royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun.

Baca juga: Daftar Jenis Lagu Tak Bayar Royalti Menurut UU Hak Cipta, Bebas Diputar di Tempat Umum

Kebijakan Royalti untuk Kafe dan Resto

Ketua Lembaga Managemen Kolektif Nasional (LKMN), Dharma Oratmangun lalu mengingatkan para pelaku usaha restoran dan kafe bahwa memutar lagu luar negeri juga dikenakan kewajiban membayar royalti

Hal ini sesuai dengan aturan Undang-Undang.

Selain itu, LMKN maupun Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) telah menjalin kerja sama dengan mitra internasional terkait pembayaran royalti tersebut.

Dharma juga mengatakan membayar royalti tak akan membuat usaha bangkrut karena di Indonesia, tarif royalti lebih rendah dibandingkan negara lain.

“Harus bayar juga kalau pakai lagu luar negeri. Kita terikat perjanjian internasional. Kita punya kerja sama dengan luar negeri dan kita juga membayar ke sana,” kata Dharma, dilansir dari Kompas.com via Grid.ID.

Baca juga: Benarkah Nyanyi di Hajatan atau Ulang Tahun Kena Royalti? Perancang UU Hak Cipta Beri Penjelasan

Kicauan Burung Dikenai Royalti

Sementara itu, pemilik kafe atau restoran kemudian dikabarkan banyak yang menggunakan suara alam atau kicauan burung sebagai cara menghindari royalti

Namun, Dharma mengatakan rekaman suara burung itu tetap mengandung hak terkait, khususnya milik produsen rekaman yang merekam suara tersebut.

“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma.

Halaman
12
Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved