Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

2 Dekade Tak Bertemu Keluarga, Mardiuita Nangis Akhirnya Bisa Injak Timor Leste Meski Semua Berubah

Hampir dua dekade tidak bertemu dengan keluarga, Mardiuita menangis ketika bisa terbang dari Indonesia menuju Timor Leste.

Penulis: Ignatia | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM/AHMAD ZILKY
KETEMU KELUARGA - Mardiuita, warga yang tinggal di Desa Alas, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (17/8/2025). Setelah dua dekade terpisah akhirnya wanita ini bisa kembali bertemu keluarganya. 

TRIBUNJATIM.COM - Mardiuita memiliki kisah hidup yang getir dan penuh keharuan.

Setelah menunggu lebih dari dua dekade, penantian Mardiuita akhirnya berakhir.

Ia mendapatkan rezeki untuk membuat paspor dan langsung memutuskan berangkat ke Timor Leste.

Dengan perjalanan darat selama lima jam, ia kembali menjejak kampung halamannya.

Namun, suasana sudah tak sama lagi.

Sejumlah kerabatnya telah meninggal, sementara wajah-wajah yang ia kenal dulu kini berubah dimakan usia.

Tak kuasa menahan haru, Mardiuita menangis saat akhirnya bisa memeluk keluarganya kembali.

“Saya menangis terharu, sedih dari tahun 1999 sampai 2024 sedihnya hampir mau mati. Tapi bagaimana, kita sudah berbeda pendapat, kita mau tak mau harus ikut Indonesia,” kata dia.

Kunjungan Kompas.com ke Malaka merupakan bagian dari ekspedisi menuju perbatasan bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI.

Ekspedisi serupa turut dilakukan di PLBN Motaain, PLBN Motamasin, PLBN Wini dan PLBN Aruk.

Mencoba hubungi keluarga

Sejak perpisahan itu, Mardiuita tak pernah berhenti mencoba berhubungan dengan keluarganya.

Ia beberapa kali meminta bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk mengirim surat hingga rekaman video ke Timor Leste.

“Saya coba hubungi lewat surat, saya bikin video juga, LSM kirim ke sana,” katanya.

Balasan memang datang, tetapi bagi Mardiuita, itu belum cukup. Ia ingin bertemu langsung dan bisa memeluk keluarganya. Namun, keinginan itu terhalang oleh keterbatasan ekonomi.

Biaya pembuatan paspor dan perjalanan ke Manufahi yang mencapai sekitar Rp 2 juta membuatnya tak mampu mewujudkan rindu tersebut.

“Sejak tahun 1999, saya tak pernah ke sana (rumah keluarga di Timor Leste),” ujar Mardiuita.

Baca juga: Sujud Syukur di Depan Gerbang, 32 Warga Binaan Lapas Tulungagung Bebas Usai Dapat Remisi

Konflik Timor Leste dan Indonesia

Mardiuita, akhirnya bertemu kembali dengan keluarganya setelah 25 tahun terpisah.

Perpisahan itu berawal ketika Timor Leste memutuskan berpisah dari Indonesia lewat referendum pada 1999.

Hasil pemungutan suara saat itu menunjukkan mayoritas masyarakat Timor Timur (sebutan Timor Leste kala itu) memilih menolak berintegrasi dengan Indonesia.

Situasi politik memanas. Masyarakat terbelah antara kelompok pro-integrasi dengan Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan.

Mardiuita yang pro-integrasi harus menerima konsekuensi pahit. Ia dan keluarganya mendapat ancaman karena sikap politiknya.

“Ya orang ancam kami sebelum jejak pendapat pemilihan, kami harus keluar dari Timor Leste kalau tidak, kami dibunuh,” kata Mardiuita kepada Kompas.com, Minggu (17/8/2025).

Ketegangan kian memuncak. Bentrokan antara kedua kelompok semakin sering terjadi.

Baca juga: Dua Pelaku Pembacokan di Tuban Ditangkap di Tangerang Selatan saat Asyik Tidur dalam Pelariannya

Pilih melarikan diri

Hingga akhirnya, Mardiuita memutuskan melarikan diri.

Ia menumpang mobil TNI bersama suaminya untuk keluar dari Timor Leste.

“Ada tentara naik mobil datang, akhirnya kami ikut (ke Indonesia) dari 17 September 1999. Kalau kami tetap di sana, kami dibunuh,” ungkap dia.

Namun, keputusan itu membuat Mardiuita harus terpisah dari keluarganya yang tinggal di Manufahi, Timor Leste.

Sebagian besar kerabatnya adalah pendukung kemerdekaan, sehingga memilih tetap bertahan.

“Saya masih banyak punya keluarga di sana. Saya hanya suami istri dan anak saja di sini. Sanak saudara banyak di Timor Leste,” ujar dia

Bendera di sepanjang perbatasan Indonesia - Timor Leste

Bendera Merah Putih sepanjang 180 meter diarak di perbatasan Indonesia–Timor Leste pada Sabtu (16/8/2025).

Kirab dimulai dari Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini, Kelurahan Humusu C, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ratusan masyarakat dari berbagai kalangan dan usia turut ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Suasana kirab semakin semarak dengan partisipasi pelajar, pemuda, hingga komunitas lokal.

Pantauan Kompas.com, acara dibuka oleh Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Komjen Makhruzi Rahman.

Makhruzi menegaskan, kegiatan ini sarat makna bagi bangsa, terutama masyarakat di wilayah perbatasan.

“Pengibaran bendera Merah Putih melambangkan jiwa patriotisme, semangat perjuangan, serta komitmen menjaga kedaulatan negara di garis terdepan perbatasan Indonesia,” ujarnya dalam sambutan.

Sementara itu, Kepala PLBN Wini Reynold Uran menjelaskan filosofi di balik ukuran bendera sepanjang 180 meter. Menurut dia, angka tersebut bukan sekadar panjang kain, tetapi sarat simbol peringatan dan harapan.

“(Sepanjang) 80 meternya itu mencerminkan hari ulang tahun Indonesia yang ke-80 dan 100 meter adalah harapan kita bahwa negara ini akan terus ada sampai 100 tahun ke depan,” kata Reynold.

Kirab bendera sejauh 4,5 kilometer itu berakhir di Kantor Kecamatan Insana Utara. Sepanjang perjalanan, peserta disambut meriah warga setempat.

Baca juga: Beli Mobil Lewat Facebook Agus Malah Rugi Rp 13 Juta, Telanjur Transfer Meski Ketemu Pemilik Mobil

Untuk menambah semangat, kirab juga diiringi oleh penampilan drum band anak-anak muda yang memainkan lagu-lagu nasional serta sejumlah lagu lokal NTT yang sedang populer.

Selain itu, terdapat karnaval budaya yang diikuti sejumlah sekolah sekitar PLBN Wini. Para peserta mengenakan kain tenun khas NTT, sambil berjalan bersama barisan pembawa bendera Merah Putih.

Perpaduan kirab bendera, musik, dan karnaval budaya membuat suasana perbatasan semakin meriah dan penuh semangat kebangsaan menjelang HUT ke-80 Republik Indonesia.

Liputan di PLBN Wini ini merupakan hasil kerja sama redaksi Kompas.com dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) RI. Ekspedisi serupa juga dilakukan di PLBN Motaain, PLBN Motamasin, dan PLBN Aruk.

Berita viral lainnya

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved