Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD Jombang Disorot, Sosiolog: Tidak Sensitif pada Kondisi Rakyat

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jombang yang menetapkan kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan bagi anggota DPRD pada tahun 2025 menuai

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/ANGGIT PUJIE WIDODO
TUNJANGAN DPRD JOMBANG - Anggota DPRD Kabupaten Jombang saat hadir dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Jombang dalam agenda penyampaian nota penjelasan Bupati Jombang tentang P-APBD Tahun Anggaran 2025 di ruang sidang paripurna DPRD Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada Rabu (2/7/2025). Akademisi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Mukari, menilai bahwa keputusan ini kurang selaras dengan kebutuhan riil masyarakat. 

Poin Penting:

  • Kebijakan: Kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan bagi anggota DPRD Jombang mulai 2025.
  • Dasar Hukum: Perbup Nomor 42 Tahun 2025 dan Perbup Nomor 66 Tahun 2024, mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2017.

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Anggit Pujie Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Kebijakan Pemerintah Kabupaten Jombang yang menetapkan kenaikan tunjangan transportasi dan perumahan bagi anggota DPRD Jombang pada tahun 2025 menuai beragam reaksi.

Aturan ini tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42 Tahun 2025, yang merupakan tindak lanjut dari regulasi pusat mengenai hak keuangan legislatif daerah.

Meski memiliki dasar hukum yang jelas, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan. Pasalnya, kebijakan ini hadir di tengah kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya membaik.

Kenaikan tunjangan DPRD mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan serta Anggota DPRD. Pemerintah daerah menilai, peningkatan fasilitas ini penting untuk mendukung kinerja wakil rakyat agar lebih fokus dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan representasi.

Baca juga: Tunjangan Pimpinan DPRD Jombang Jadi Sorotan Akademisi : Etis dan Patutkah?

Namun, sejumlah pengamat menilai bahwa kebijakan tersebut tidak cukup memperhatikan kesenjangan yang ada. Data menunjukkan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Jombang tahun terakhir hanya Rp39,553 juta. 

Sektor perdagangan dan industri memang tumbuh pesat, tetapi pertanian yang menjadi mata pencaharian mayoritas warga masih tertinggal.

Sosiolog sekaligus akademisi Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Mukari, menilai bahwa keputusan ini kurang selaras dengan kebutuhan riil masyarakat.

“Dalam perspektif keuangan publik, prioritas anggaran seharusnya berpihak pada layanan dasar masyarakat, bukan justru menambah fasilitas bagi dewan yang produktivitasnya belum maksimal,” ucapnya saat dikonfirmasi melalui sambungan seluler pada Selasa (26/8/2025).

Ia menambahkan, tingginya angka stunting, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta ketimpangan sosial mestinya menjadi fokus utama pemerintah daerah.

“Jika aspek kesehatan dan pendidikan masih menyisakan banyak masalah, kenaikan tunjangan dewan bisa dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat,” ujarnya melanjutkan.

Baca juga: Lahan Bambu di Mojongapit Jombang Terbakar, Api Meluas Picu Kepanikan

Selain masalah prioritas anggaran, kinerja DPRD Jombang juga disorot. Dalam setahun terakhir, DPRD hanya menghasilkan 12 Peraturan Daerah (Perda), dan hanya 3 yang berasal dari inisiatif dewan. Fakta ini memperkuat anggapan bahwa kenaikan tunjangan tidak sejalan dengan prestasi legislatif.

“Good governance menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas. Kenaikan tunjangan tanpa penjelasan yang detail akan memperlebar jarak antara rakyat dan wakilnya,” ungkapnya.

Ia berharap Pemkab Jombang tidak hanya mengejar aspek formal dari kebijakan, tetapi juga mempertimbangkan dampak sosialnya. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja DPRD dinilai mendesak sebelum memberikan tambahan tunjangan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved